Penurunan jumlah kelas menengah ini juga tercermin dari meningkatnya rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) untuk kredit pemilikan rumah (KPR).Â
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio NPL properti berada di level 2,4 persen pada Desember 2023, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar 2,1 persen.
Rasio NPL yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa semakin banyak peminjam yang kesulitan membayar cicilan rumah mereka, yang menjadi salah satu tanda jelas dari melemahnya daya beli masyarakat menengah.
Penurunan Penjualan Kendaraan Bermotor
Gejolak ekonomi yang dialami oleh kelas menengah juga tercermin dari menurunnya penjualan mobil di Indonesia.
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan wholesales sepanjang semester I 2024 mencapai 408.012 unit, turun 19,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit.
Penurunan penjualan kendaraan bermotor ini merupakan indikasi lain dari melemahnya daya beli masyarakat menengah, karena kendaraan bermotor merupakan salah satu barang konsumsi yang paling sensitif terhadap perubahan daya beli.
Penurunan ini juga dapat dikaitkan dengan meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi yang membuat masyarakat menengah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang untuk pembelian barang-barang besar seperti mobil.
Selain itu, dengan semakin sulitnya akses kredit akibat peningkatan rasio NPL, banyak individu yang memilih untuk menunda atau membatalkan rencana pembelian kendaraan bermotor mereka.
Dampak Jangka Panjang terhadap Ekonomi Indonesia
Penurunan daya beli masyarakat menengah memiliki dampak yang luas dan jangka panjang terhadap ekonomi Indonesia.