Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Drama Hilangnya Nawadosa Jokowi, Cinta Buta atau Cinta Sejati terhadap Pemimpin Bangsa?

12 Agustus 2024   07:30 Diperbarui: 12 Agustus 2024   16:53 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk memulai esai ini, saya akan membahas fenomena Edisi Khusus Majalah Tempo yang dirilis pada 29 Juli hingga 4 Agustus 2024 dengan judul sampul "Nawadosa Jokowi." Edisi ini dilaporkan menghilang dari peredaran dalam waktu singkat, memicu spekulasi tentang pihak mana yang melakukan pembelian massal majalah tersebut. Apakah mereka yang pro terhadap Presiden Joko Widodo dan PDIP, atau justru mereka yang kontra terhadap kebijakan dan kepemimpinannya?
Majalah Tempo, sebagai salah satu media yang dikenal kritis dan independen, telah lama menjadi barometer dalam mengukur suhu politik di Indonesia. Edisi "Nawadosa Jokowi" yang membahas secara komprehensif 10 tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi, nampaknya menjadi topik yang sangat sensitif bagi berbagai pihak. 

Dengan meningkatnya permintaan hingga naik cetak tiga kali, hal ini menunjukkan betapa kontroversialnya isi dari edisi tersebut. Bahkan, Tempo merespons dengan menyediakan akses gratis untuk edisi tersebut, seolah mengisyaratkan bahwa kebenaran harus diungkap dan dapat diakses oleh semua kalangan, bukan hanya mereka yang memiliki akses fisik terhadap majalah tersebut.


Fenomena ini menunjukkan betapa kompleksnya lanskap politik dan media di Indonesia. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan penting: apakah tindakan membeli majalah secara massal merupakan bentuk cinta terhadap Jokowi dan PDIP, atau sebaliknya, bentuk pengendalian narasi yang berpotensi menghalangi kritik terhadap pemerintah? 

Di sinilah relevansi pernyataan bahwa "cinta bukan berarti apapun yang dilakukan walaupun salah kita tetap puja-puja" menjadi sangat nyata. Cinta yang sesungguhnya terhadap negara dan pemimpin adalah ketika kita mampu mengkritisi dan mengingatkan ketika ada yang salah, bukan membabi buta mendukung tanpa mempertimbangkan kebenaran.

Ketika kita berbicara tentang cinta terhadap seorang pemimpin atau negara, kita berbicara tentang komitmen untuk memastikan bahwa apa yang kita cintai berjalan sesuai dengan nilai-nilai yang kita percayai. Ketika kita jatuh cinta pada sosok seperti Presiden Jokowi, mungkin awalnya kita terpesona oleh visi, misi, dan dedikasinya untuk memajukan Indonesia. 

Namun, cinta yang sejati harus tetap kritis. Ketika ada kesalahan atau kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat, cinta ini harus memandu kita untuk mengingatkan dan, jika perlu, mengembalikan diskusi ke ruang awal mengapa kita jatuh cinta pada visi tersebut.

Edisi "Nawadosa Jokowi" mungkin menjadi refleksi dari hal ini. Dengan mengulas satu dekade pemerintahan Jokowi, Tempo berusaha menggali sisi-sisi gelap, kelemahan, serta tantangan yang mungkin dihadapi oleh kepemimpinannya. Alih-alih menganggap ini sebagai serangan, mungkin kita perlu melihatnya sebagai bentuk cinta yang lebih dalam dari media terhadap negara---sebuah cinta yang tidak buta, tetapi cinta yang tulus dan peduli akan kebenaran dan keadilan.

Drama di sekitar hilangnya edisi ini dari peredaran, serta reaksi beragam dari masyarakat, menunjukkan betapa terpolarisasinya pandangan politik di Indonesia saat ini. Bagi sebagian orang, Jokowi adalah sosok yang tidak bisa salah, sedangkan bagi yang lain, ia adalah target utama kritik. 

Namun, yang seringkali terlupakan adalah bahwa di balik semua ini, ada kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan cinta dengan akuntabilitas. Ketika kita mencintai seorang pemimpin, kita tidak hanya mencintai kebaikannya, tetapi juga berkomitmen untuk mengingatkannya ketika ia salah jalan.

Majalah Tempo, dengan edisi "Nawadosa Jokowi"-nya, mungkin berusaha untuk mengajak kita semua merenungkan kembali, di mana kita berada dalam hubungan cinta kita dengan pemerintahan ini. Apakah kita terlalu terpikat oleh retorika hingga lupa akan realitas? Ataukah kita terlalu terjebak dalam kritik hingga lupa akan capaian yang telah diraih? 

Pada akhirnya, cinta yang sejati terhadap negara dan pemimpinnya bukanlah cinta yang membabi buta, tetapi cinta yang terus mencari kebenaran, berani menghadapi kesalahan, dan selalu berusaha untuk kembali ke ruang awal---di mana harapan dan impian kita semua bermula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun