Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Desa sebagai Laboratorium Pembelajaran

12 Juli 2024   15:50 Diperbarui: 12 Juli 2024   15:56 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari delapan tahun yang lalu, saya terlibat dalam proses pendampingan desa wisata. Di satu sisi, kegiatan ini seolah-olah menjadi bentuk penyaluran hobi berkelana yang sangat terfasilitasi ketika saya studi di negeri Kangguru. Namun, di sisi lain, terdapat tantangan besar untuk bisa berkontribusi bagi kemajuan ibu pertiwi. Pengalaman ini membawa saya ke beberapa desa, seperti Desa Sekapuk dengan Wisata Setigi yang memanfaatkan bekas tambang, Desa Gosari Kecamatan Ujungpangkah-Gresik dengan Wisata Alam Gosari dan Taman Cakra Dewi, Kelurahan Leduk di Kecamatan Prigen Pasuruan dengan kampung Kembang dan air terjunnya, serta Desa Ambal Ambil Kecamatan Kejayan Pasuruan yang mengembangkan Bank Sampah bersama pemuda karang taruna.

Konsep Desa Wisata
Pernyataan dari salah satu kepala desa waktu itu, "membangun desa wisata itu gampang-gampang susah, mas. Kalau punya keuntungan geografis dan keindahan alam, gampang membangunnya," sekilas ada benarnya, namun tidak sepenuhnya benar. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa membangun desa wisata agar layak dikunjungi. Pertama-tama yang harus dibangun adalah kenyamanan, karena berwisata adalah mencari kenyamanan. Di beberapa negara maju, istilah ini disebut sebagai "hospitality industry," yang dapat diterjemahkan secara bebas sebagai "industri keramahan." Ramah dalam hal apa? Ramah dalam akses, aset, sikap, dan aksesori (4A).

Ramah dalam Akses
Ramah dalam akses berarti memiliki fasilitas yang memadai untuk dinikmati oleh khalayak, seperti jalan masuk, parkiran yang luas, toilet, dan rumah ibadah. Tanpa akses jalan masuk dan fasilitas parkir yang memadai, pengunjung akan berpikir dua kali untuk berkunjung. Jalan masuk tidak boleh mengganggu akses keseharian warga namun juga harus nyaman bagi pengunjung. Hal mendasar lainnya adalah ketersediaan toilet dan rumah ibadah (mushollah) yang memadai dan bersih.

Ramah dalam Aset
Ramah dalam aset berarti memiliki objek yang bisa ditawarkan dan memberikan kenyamanan kepada pengunjung untuk berlama-lama menikmatinya. Aset di sini tentu saja objek wisata itu sendiri. Beberapa desa mampu menjual sumber air yang berlimpah di desanya, seperti Desa Ponggok di Klaten atau Duren Sewu di Pandaan, atau bekas galian bukit kapur seperti Bukit Jeddih di Bangkalan atau Setigi di Sekapuk, atau mengandalkan tanah oloran di muara yang ditanami mangrove seperti Desa Banyuurip dan Pangkahwetan di Ujungpangkah Gresik dan banyak tempat lainnya.

Ramah dalam Sikap
Sikap di sini berarti pola pikir dari semua stakeholder desa. Peran pemuda dalam membangun wisata desa sangat penting. Visi pengembangan wisata desa oleh kepala desa juga mempengaruhi. Partisipasi warga, khususnya pemuda, memiliki andil yang luar biasa dalam menggerakkan unit usaha desa ini, selain faktor kepemimpinan yang bisa mengayomi dan mengarahkan. Contoh partisipasi yang dapat dijadikan teladan adalah ketika terjadi musibah banjir di Desa Gosari Ujungpangkah. Hanya dalam hitungan hari, kondisi objek wisata tersebut pulih dan malah terlihat lebih cantik berkat gotong royong warga.

Ramah dalam Aksesori
Aksesori berarti fasilitas pendukung lainnya seperti kantin, suvenir, dan permodalan. Meskipun terlihat hanya sebagai "pemanis," aksesori adalah kunci pengingat apakah pengunjung akan berkunjung lagi atau mempromosikan lokasi ini kepada teman-temannya. Dari 4A tadi (Akses, Aset, Sikap, dan Aksesori), dapat diterjemahkan sebagai "frugal innovation," yaitu usaha untuk mengelola hal yang biasa saja menjadi luar biasa.

Tantangan Awal Membangun Desa Wisata
Pada awal membangun desa wisata, apatisme warga dan ketidakpekaan terhadap potensi yang dimiliki adalah kendala tersendiri. Kepemimpinan dan keteladanan menjadi alat untuk penyadaran. Kita cenderung menganggap biasa keindahan alam atau keunikan yang sehari-hari kita temui. Namun, dengan membuka wawasan melalui model peer education, mengajak warga berekreasi ke tempat yang mirip dengan potensi desa yang dimiliki namun sudah dimanajemeni dengan baik, serta bermitra dengan perguruan tinggi dan media (baik media massa maupun media sosial), mampu mengubah pola pikir dan wawasan warga untuk menerima pembaruan usaha desa melalui usaha kreatif.

Studi Kasus Desa-Desa Wisata

Desa Sekapuk dan Wisata Setigi
Desa Sekapuk dengan Wisata Setigi adalah contoh sukses pemanfaatan bekas tambang menjadi destinasi wisata. Bekas tambang yang biasanya hanya menjadi lahan kosong dan tidak produktif, diubah menjadi tempat wisata yang menarik. Ini menunjukkan bahwa dengan kreativitas dan manajemen yang baik, aset yang ada dapat diubah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis tinggi.

Desa Gosari dan Wisata Alam Gosari
Desa Gosari di Kecamatan Ujungpangkah-Gresik juga telah berhasil memanfaatkan potensi alamnya dengan baik. Wisata Alam Gosari dan Taman Cakra Dewi menawarkan keindahan alam yang mempesona. Partisipasi aktif warga dalam mengelola dan menjaga objek wisata ini menjadi kunci keberhasilan. Contoh gotong royong warga saat terjadi banjir menunjukkan bahwa solidaritas dan kebersamaan warga adalah aset berharga dalam membangun desa wisata.

Kelurahan Leduk dan Kampung Kembang
Kelurahan Leduk di Kecamatan Prigen Pasuruan dengan kampung Kembang dan air terjunnya menunjukkan bahwa keindahan alam yang dimiliki dapat menjadi daya tarik wisata yang luar biasa. Pengelolaan yang baik serta promosi yang tepat menjadikan desa ini dikenal luas dan menarik banyak pengunjung. Hal ini juga didukung oleh keramahan warga dan fasilitas yang memadai.

Desa Ambal Ambil dan Bank Sampah
Desa Ambal Ambil Kecamatan Kejayan Pasuruan dengan Bank Sampah yang dikembangkan bersama pemuda karang taruna adalah contoh inovasi sosial yang berhasil. Selain mengatasi masalah sampah, Bank Sampah juga memberikan manfaat ekonomi bagi warga. Pemuda karang taruna yang aktif dan kreatif menjadi motor penggerak dalam pengelolaan Bank Sampah ini.

Pelajaran dari Pendampingan Desa
Dari pengalaman mendampingi desa-desa wisata, ada beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil. Pertama, pentingnya partisipasi aktif warga dalam setiap tahap pengembangan desa wisata. Kedua, perlunya kepemimpinan yang visioner dan mampu mengayomi serta mengarahkan warga. Ketiga, pentingnya manajemen yang baik dan profesional dalam mengelola aset desa. Keempat, perlunya promosi yang efektif untuk menarik pengunjung. Kelima, pentingnya menjaga keseimbangan antara pengembangan wisata dan pelestarian lingkungan.

Desa sebagai laboratorium masyarakat menawarkan banyak pelajaran berharga dalam pengembangan desa wisata. Dengan kreativitas, manajemen yang baik, dan partisipasi aktif warga, desa dapat mengubah aset yang dimiliki menjadi sumber daya ekonomis yang berharga. Pengalaman di Desa Sekapuk, Desa Gosari, Kelurahan Leduk, dan Desa Ambal Ambil menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, desa-desa ini dapat berkembang menjadi destinasi wisata yang menarik dan memberikan manfaat ekonomi bagi warga.

Pendampingan desa wisata bukan hanya tentang mempromosikan potensi wisata, tetapi juga tentang memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Melalui gotong royong, inovasi, dan kepemimpinan yang baik, desa-desa ini telah membuktikan bahwa mereka mampu mengatasi tantangan dan meraih keberhasilan. Sebagai laboratorium masyarakat, desa-desa ini memberikan contoh bagaimana pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan partisipasi aktif dan kerjasama semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun