Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panjang Angan dan Budaya Instan, Variabel Maraknya Kecanduan Judi Online di Indonesia

29 Juni 2024   07:27 Diperbarui: 29 Juni 2024   07:27 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judi online telah menjadi fenomena yang meresahkan di Indonesia. Meski ilegal, banyak masyarakat yang tetap tergoda untuk mengadu nasib melalui berbagai platform judi online. Fenomena ini semakin kompleks dengan adanya kecanduan internet yang melanda berbagai lapisan masyarakat. Ketika dikaitkan dengan teori pertumbuhan Rostow dan tingkat kemiskinan, muncul gambaran yang lebih jelas mengenai alasan di balik kecenderungan masyarakat untuk berjudi serta dampaknya terhadap ekonomi dan sosial.

Teori pertumbuhan Rostow yang dikenalkan oleh ekonom Amerika Serikat Walt Whitman Rostow, menawarkan kerangka kerja yang menjelaskan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi yang dilalui oleh suatu negara atau masyarakat. Teori ini terdiri dari lima tahapan utama: Tahap Tradisional, Prasyarat untuk Lepas Landas, Lepas Landas, Menuju Kedewasaan, dan Konsumsi Massa Tinggi. Setiap tahapan mencerminkan perubahan struktural dan ekonomi yang signifikan.

Saat Indonesia berada pada tahap antara "Prasyarat untuk Lepas Landas" dan "Lepas Landas," investasi dalam infrastruktur dan teknologi informasi menjadi kunci perkembangan. Namun, ketimpangan ekonomi dan kemiskinan masih menjadi tantangan besar. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji kritis bagaimana tingkat konsumsi tinggi dan kecenderungan materialisme mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses ini, khususnya dalam tahapan terakhir teori Rostow, yakni Konsumsi Massa Tinggi.

Tingkat Konsumsi Tinggi dan Materialisme dalam Konteks Indonesia

Indonesia saat ini berada pada tahap antara "Prasyarat untuk Lepas Landas" dan "Lepas Landas." Meskipun terdapat peningkatan dalam investasi infrastruktur dan teknologi informasi, ketimpangan ekonomi dan kemiskinan masih menjadi tantangan besar. Dalam konteks ini, tingkat konsumsi tinggi dan materialisme mulai terlihat di kalangan masyarakat urban yang lebih makmur, meskipun belum sepenuhnya merata di seluruh lapisan masyarakat.

Ketimpangan ekonomi yang masih tinggi di Indonesia berarti bahwa tidak semua lapisan masyarakat menikmati peningkatan konsumsi yang sama. Kelompok masyarakat yang lebih makmur menikmati akses yang lebih besar terhadap barang-barang mewah, sementara kelompok masyarakat miskin masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara kelompok kaya dan miskin, memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi.

Budaya materialisme yang mulai berkembang di Indonesia ditandai dengan peningkatan konsumsi barang-barang mewah di kalangan kelas menengah dan atas. Masyarakat semakin dipengaruhi oleh iklan dan media sosial yang mendorong konsumsi sebagai simbol status dan keberhasilan. Hal ini mendorong individu untuk mengejar barang-barang materialistik, bahkan jika hal tersebut melebihi kemampuan finansial mereka, yang seringkali mengarah pada hutang dan masalah keuangan.

Peningkatan konsumsi barang-barang mewah dan materialisme memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Di satu sisi, konsumsi yang tinggi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan barang dan jasa. Namun, di sisi lain, materialisme yang berlebihan dapat mengarah pada perilaku konsumtif yang tidak berkelanjutan, mengorbankan tabungan dan investasi jangka panjang yang penting untuk pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Selain itu, materialisme dapat memicu ketidakpuasan dan tekanan sosial di kalangan individu yang merasa harus memenuhi standar konsumsi yang tinggi untuk dianggap sukses secara sosial. Hal ini dapat mengarah pada masalah psikologis seperti stres, depresi, dan kecemasan, serta meningkatkan risiko perilaku negatif seperti korupsi dan kriminalitas untuk mencapai keinginan materialistik tersebut.

Tahap Konsumsi Massa Tinggi Menuju Transformasi Ekonomi dan Sosial

Tahap Konsumsi Massa Tinggi dalam teori Rostow mencerminkan kondisi di mana masyarakat telah mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dengan dominasi sektor jasa dan konsumsi barang mewah. Dalam konteks Indonesia, meskipun belum sepenuhnya mencapai tahap ini, ada tanda-tanda awal yang menunjukkan pergeseran menuju pola konsumsi yang lebih tinggi dan materialistik di kalangan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun