Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kampanye Kreatif dalam masa Pandemi, Kunci Meraih Simpatik Pilkada 2020

19 September 2020   05:11 Diperbarui: 19 September 2020   05:20 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana TPS di Pemilu Raya Curtin Student Guild

Erdward Aspinall menyebutkan bila pemilu di Indonesia (termasuk Pemilukada) dipengaruhi oleh klientilisme dan statement ini selaras denganpendapatnya Timmons (2009)  People  Dont want to be managed but they want to be lead.

Sehingga dari dua pendapat ini menjadi penguat model pesta demokrasi Indonesia dengan pengerahan massa dengan jumlah besar. Berkumpulnya massa dalam jumlah besar ini tentunya menjadi potensi penyebaran Virus Covid-19 secara massif jika tidak menerapkan protokol secara ketat.

Covid19 yang secara kasat mata menyerang 216 negara dimana kasusnya telah tembus lebih dari 15 juta kasus diseluruh dunia.

Sedangkan kasus di Indonesia grafik penyebarannya masih tinggi dengan tren yang terus menanjak dimana per 18 September 2020 tembus 236.519 orang yang terinfeksi dimana terdapat hampir tembus 4ribuan kasus baru setiap harinya.

Dengan kondisi seperti ini perlambatan ekonomi mau tidak mau dialami Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang minus 5,32% di quartal kedua ini seolah memberi lonceng peringatan, bila tidak tepat dalam mengambil kebijakan maka Indonesia sebagai bangsa akan menghadapi masalah yang pelik, tidak hanya resesi yang di depan mata, namun juga bencana kemanusiaan dimana tingkat kematian karena Covid 19 yang terus bertambah.

Kegiatan kepemiluan seperti Pemilu Kepala daerah yang dijadwalkan oleh KPU akan diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Desember 2020 ini bisa jadi boomerang bila tidak diantisipasi model dan tata cara kampanye dan pemungutan suaranya. Penerapan protocol kesehatan dengan mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak akan susah dilakukan.

Terlebih budaya di Indonesia apabila merayakan pemilu tidak lepas dari pengumpulan massa, arak arakan, dan rapat akbar. Dimana kegiatan kegiatan tersebut sangat berpotensi menjadi wahana lebih meluaskan resiko penularan covid 19.  

Untuk mengantisipasi pengumpulan massa dalam rangka kampanye oleh para pasangan calon kepala daerah, KPU telah menerbitkan aturan yang tertuang dalam PKPU 6 tahun 2020 yang mengatur pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dalam kampanye.

Pada pasal 58, disebutkan Pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog dilaksanakan dengan ketentuan membatasi jumlah peserta yang disesuaikan dengan kapasitas ruangan tertutup.

Lebih lanjut ayat ke (2) pada pasal yang sama, disebutkan bahwa Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye mengupayakan metode Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Media Daring. Seberapa efektifkah kampanye dengan menggunakan media daring?

Global Digital Reports 2020 dari HootSuite dan We Are Sosial menunjukkan terdapat 175,4 juta orang di Indonesia yang tercatat sebagai pengguna internet per Januari 2020.

Lebih lanjut laporan ini juga memaparkan sebanyak 160 juta penguna media sosial di Indonesia dimana 88% menggunakan youtube, 84% menggunakan Whatsapp, 82% menggunakan Facebook, 75% menggunakan Instagram, 56% menggunakan Twitter.

Pengguna sosial media di dominasi oleh mereka yang berusia 18-34 Tahun dan jumlah pengguna laki laki lebih banyak dari pada pengguna perempuan.

Dengan sebaran penguna media sosial sekitar 160 juta penguna dengan rentang usia 18-34 tahun dimana termasuk usia yang memiliki hak untuk dipilih dan memilih.

Dengan keterbatasan gerak tim sukses dari pada calon pemimpin daerah untuk mengumpulkan massa, maka dibutuhkan model sosialisasi dan kampanye yang kreatif dalam konten digital.

Apakah kampanye dan sosialisasi digital lebih murah dari pada pengumpulan massa? Belum tentu, konten kreatif dengan segala konten didalamnya juga memerlukanstrategi dan taktik tersendiri selain proses produksi. Endorsemen diperlukan, simpul simpul pengumpulan dan penggalangan opini di dunia maya tidak kalah membutuhkan logistic seperti "borek borek" massa.

Group group whatapps dikuasai alur informasinya, peran youtuber popular, selebgram, atau kultwit yang menggugah menjadi ujung tombak. Kelemahaan kampanye dalam era digital ini memang tidak boleh ada kesalahan yang terekspose, karena jejak digital yang terekam akan susah untuk di redam.

Oleh karena itu model kampanye dengan pendekatan marketing " kecap nomor 1" menjadi pilihan untuk mempengaruhi opini khalayak calon pemilih. Konsekwensinya dari proses produksi, penyebaran konten kampanye sampai penjaminan kualitas konten membutuhkan biaya dan kehatihatian yang tinggi.

Model model marketing iklan yang memiliki prinsip "apabila audience terpapar" informasi yang sama dalam satu menit beberapa kali, akan lebih mengingatnya dari pada informasi yang terjedah" menjadikan ini biaya mahal khususnya bila melibatkan televisi dan radio yang ditayangkan pada primetime.

Surat Suara di Pemilu Raya Curtin Student Guild 
Surat Suara di Pemilu Raya Curtin Student Guild 

Hadirnya pendekatan marketing dalam dunia politik menjadi salah satu factor yang menyebabkan mahalnya ongkos pemilu dengan mengedepankan "demokrasi borjuis".

Dengan pendekatan marketing ini yang mana juga menerapkan komisi bagi mereka para sales yang berhasil "menjual" produk, dan juga diperlukannya sample atau tester atau demonstrasi pengunaan "produk yang dipasarkan" menjadikan pesta demokrasi menjadi komersialisasi politik dan menyempitkan arti politik yang cenderung menjauhkan masyarakat dari ikatan ideologis sebuah partai dengan pendukungnya , sehingga O. 

Soughnessy. (2001) menyebutkan pendekatan marketing menjadikan pesta demokrasi menjadi proses transaksi " aku entuk opo" dari pada mengikat masyarakat dengan ikatan ideologi.

Andai kata proses kampanye digital dan simpul simpul sosial di medsos sudah dikatakan berhasil mempengaruhi khalayak untuk mendukung satu calon tertentu, apakah akan menjamin keunggulan calon tersebut? Belum tentu!. Tingkat partisipasi calon voter/pemberi suara untuk datang ke bilik pencoblosan sangat menentukan.

Dengan model pemungutan suara yang masih konvensional seperti yang dilakukan di Indonesia, dimana pemilih harus datang ke tempat pemungutan suara menjadikan satu issue sendiri untuk menggerakkan mereka untuk datang terlebih dimasa pandemik  ini.

Siapa yang menjamin keselamatan mereka agar mereka tidak tertular Covid19 pasca menyalurkan aspirasi mereka?

Disini sisi kekreatifitasan tim kampanye diperlukan. Misalnya di simpul simpul massa yang telah dibina dan diedukasi dilakukan misalnya program penguatan imun dengan kegiatan senam pagi di areal terpapar matahari guna memanfaatkan vitamin D, yang diakhiri dengan pemberian Vitamin guna meningkatkan imunitas dengan frekwensi tertentu, mungkin akan meningkatkan kepercayaan calon pemilih untuk datang mencoblos.

Namun demikian ragam kampanye dimasa pandemik  mungkin akan direspon beragam oleh berbagai pihak, menurut Quarantelli (1997) respon institusi baik institusi pemerintah atau organisasi sosial politik mempengaruhi kesiapan masyarakat dalam menghadapi kondisi tidak menguntungkan seperti dimasa pandemik  ini.

Respon masyarakat ini menurut Oliver--Smith ( 1999) dipengaruhi oleh dogma keagamaan, kepercayaan, penguasaan informasi, kondisi ekonomi dan bagaimana mereka dimanjakan dalam kebijakan pemerintah.

Sehingga disini, model kampanye yang didukung oleh tokoh yang sebelumnya "sukses" mengantarkan "kesuksesan" di pemerintahan akan sangat diuntungkan dalam kampanye dimasa pandemik .

Termasuk juga pada incumbent. Namun demikian itu tidak menjamin karena menurut Bornstein (2007), opini dan perilaku masyarakat dalam masa pandemik  dipengaruhi oleh " seberapa parah kondisi pandemik " dan bagaimana masyarakat bisa bangkit serta kemungkinan untuk pulih serta kemungkinan untuk membangun penghidupan mereka.

Sehingga issue kampanye dimassa pendemik ini juga mempengaruhi seperti pengangguran yang muncul karena pembatasan sosial, solusi pembelajaran jarak jauh yang kebanyakan menyulitkan para orang tua, perekonomian yang melambat juga menjadi issue yang harus digarap.

Hal ini dikarenakan masyarakat cenderung akan menggunjing apa yang mereka alami dan bagaimana masa depan kehidupan mereka . proses gunjingan ini baik langsung maupun lewat medsos kan menjadikan alasan untuk datang atau abstain di pemilukada.

Andai kata pemungutan suara seperti di Australia, dimana bagi mereka yang tidak bisa datang ke tempat pemungutan suara bisa difasilitasi untuk dikirimi lembar kertas coblosan via pos lengkap dengan perangko penggembaliannya, maka para kandidat pemimpin kepala daerah cukup konsentrasi untuk merancang program terbaik mereka tanpa susah susah berfikir mobilisasi pendukung mereka ke bilik suara dimasa pandemik  ini.

Achmad Room Fitrianto

Penulis adalah alumni S1 Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga, Alumni Pascasarjana Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel, Alumni Programs Master of Arts in Public Policy Murdoch University dan Alumni PhD dari Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun