Mendadak si Igak mengumpat "Buset...sangar ini. Salut untuk @Hera dan @Cak Bokir yang dengan cerdiknya bisa membuat ini menjadi topik diskusi "
"Dosakah aku yg terlanjur tertawa pada gambar-gambar tersebut.. #habistertawaterbitlahgalau " celetuk si Doni yang dari tadi diam
"hahaha saya juga ketawa sih...but moreover menurutku itu marketing technique yg kebablasan saja #maapken sy ga mudeng kalau pake istilah misogyny dll" sautan si Dean
"Sepertinya Philip Kotler harus ngupi ngupi sama Sigmun Freud agar bisa menjelaskan ini " kata si Maya, "terus kita nyimak"
Cak Bookir dengan gayanya yang provokator berusaha menggarisbawahi " padahal menurut saya lebih "fulgar" dan "melecehkan" perempuan di gambar pertama (meski secara bahasa just say good morning), sedangkan di gambar kedua sekedar " warning" dari kemungkinan kejadi di "lapangan" dengan bahasa yang sedikit " sexist" tapi dengan gambar yang lebih "sopan"
Si Hera sedikit berbeda pendapat dengan Cak Bokir "Gambarnya sih menurut saya hampir sama dengan baju ketat. Cuma kalau yang kedua saya interpretasikan ada hal yang ofensif buat perempuan & laki2. Yang perempuan dihimbau ndak pakai rok mini karena mungkin akan berpotensi membahayakan laki2 yang berprofesi sebagai engineer. Kalau yang pertama karena teksnya gak ngerti, bisa jadi maksudnya berbeda kalau dilihat secara keseluruhan "
"wah kalau dibahas serius bisa muncul " clash of civilization" yang masing masing memiliki value dan nilai sendiri dalam mengkampanyekan sesuatu" kata Cak Bokir seolah olah mau mengalihkan topik pembicaraan
Diskusi virtual diatas seolah menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat kita yang masih banyak menggunakan symbol symbol keperempuanannya dalam panggung public. Tidak hanya dalam poster film yang memang jelas komersil, poster layanan, iklan iklan lebih memunculkan sosok "gantheng" Cantik" dengan sex appeal yang tinggi. Issue misogyny ini isu global. Di negara negara maju pun Seperti Amerika & Australia, masih banyak kejadian yang memunculkan sisi sensualitas dalam rana public. Negeri kita yang mengklaim sebagai negeri yang "berkeTuhanan Yang Maha Esa" saja seringkali lebih senang bila ada materi atau konten yang yang "menjurus". Kampanye yang terus menerus, guna membangun kesetaraan gender tanpa memunculkan sisi sensualitas guna membangun respek bersama bisa menjadi kunci. Iklan layanan masyarakat dan meme postingan selama masa pandemic ini juga banyak berubah, saya kurang tahu apakah ini karena kesadaran kira sudah membaik terkait issue mysagony ini atau karena kita memunculkan sisi "kemanusiaan".
Semoga dengan kesetaraan gender yang diawali oleh Kartini di negeri ini melalui tulisannya, kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik dan beradab yang tidak mengumbar "kelamin" dan " sensualitas" baik dalam pikiran, ucapan dan tindakan kita. Selamat hari Kartini
Note: tulisan diatas adalah rekayasa semata, bila ada kesamaan nama dan kejadian memang itu dilandasi oleh kenangan yang indah bersama ka
Tulisan ini juga bisa diakses di https://www.facebook.com/fitrianto/posts/10157133910728365Â