Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Quovadis Pergerakan Mahasiswa Indonesia

5 Juli 2015   05:03 Diperbarui: 5 Juli 2015   08:41 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap mendengar kata pergerakan mahasiswa acapkali angan kita akan terbawa pada suatu gerakan besar yang mengoyang pemerintahan dan mengkritisi pemerintahan. Stikma itu sepertinya sudah melekat mendalam dikarenakan mahasiswa dipercaya sebagai generasi muda yang memiliki peran ganda sebagai intelektual dan sebagai agen perubahan.

Namun demikian kondisi dilapangan bisa jadi tidak seideal pemikiran masyarakat umum, sebagai mahasiswa juga memiliki beberapa kendala dan permasalahannya. Dimana kendala dan permasalahan yang dihadapi ikut juga mewarnai sikap dan tindak tanduk sehari hari. Misalkan  terkait isu kapitalisasi pendidikan atau masalah isu lingkungan atau isu pendampingan komunitas.  Isu isu ini menjadi kurang popular dan kurang juicy untuk dikupas dan dibicarakan. Seolah olah mahasiswa cenderung menutup mata untuk mengkritisi masalah masalah itu.  Reaksi yang diberikan oleh mahasiswa cenderung reaksi yang dimunculkan karena merespon informasi yang didapat dari ekpose media massa. Misalkan informasi terkait elit politik khususnya pada masa pemilihan president setahun yang lalu, isu itu menjadi central dan hampir hampir mensegragasi gerakan kemahasiswaan. Terlebih bila diselingi dengan komedi komedi politik di senayan dimana terlihat mereka seolah olah “baku pukul” membahas suatu masalah padahal mereka adalah setali tiga uang. Lha dari sini mau dibawa kemana arah pergerakan mahasiswa ?   

Reaksioner dan Visioner

Saat penulis menuliskan tulisan ini,  bersamaan dengan diselengarakannya kongres perhimpunan pelajar Indonesia Australia di Melbourne. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengendorse pergerakan mahasiswa untuk bisa lebih bisa berperan sebagai fungsi utamanya yaitu sebagai intelektual muda dan sebagai agen pembaharuan.  Kondisi pergerakan mahasiswa Indonesia khususnya yang berada diperantauan amatlah beragam, dari mereka yang mendapat beasiswa yang sangat prestisius, beasiswa living allowance, beasiswa tuition fee ataupun mereka yang belajar dengan biaya mandiri.  Jenjang pendidikannya pun beragam dari yang sedang menempuh pendidikan bachelor atau pun yang menempuh pendidikan pascasarjana baik master maupun doctoral. Terkadang mereka juga membawa keluarga, anak dan istri atau malahan tidak sedikit yang fight sebagai single parent.  Kondisi kondisi diatas sangat mempengaruhi ruang lingkup dan visi dari mahasiswa yang bersangkutan.

Gerakan mahasiswa dengan berbagai ragam latar belakang terlihat terbagi tiga, pertama cuek bebek, kedua reaksional dan ketiga menyikapi dengan keilmuan yang dimiliki. Untuk mereka yang cenderung cuek bebek ini juga terbagi menjadi dua, mereka cuek itu dikarenakan mereka harus memenuhi kebutuhan lainnya misalkan harus bekerja banting tulang untuk bertahan ditengah tidak jelasnya sponsorship dimana dapur harus terus mengepul karena ada anak yang menjadi tanggungan ataukah mereka yang menduduki jabatan di organisasi kemahasiswan hanya sekedar nebeng nama, nebeng prestise demi portfolio yang dimiliki. Kelompok kedua, adalah kelompok yang reaksional. Kelompok ini cenderung bereaksi spontan atas kejadian kekinian yang terjadi secara nasional yang di expose oleh media khususnya media social. Misalkan dari kasus pencalonan Kapolri beberapa saat yang lalu dan kriminalisasi komisaris KPK. Bagi mahasiswa yang dahulunya tidak mendukung pencalonan kepresidenan presiden terpilih cenderung sangat reaksioner dan membombastis dalam menyikapinya. Istilah istilah presiden "plonga plongo" atau julukan yang lebih jelek dari itu keluar dari pemikiran intelektual mahasiswa kelompok ini. Kelompok ketiga adalah kelompok yang cukup berhati hati dalam bersikap. Mereka selalu mendahulukan riset, diskusi sebelum berekasi menyikapi suatu permasalahan. Gerakan gerakan visioner mahasiswa ini ditunjukan pada awal awal persiapan kemerdekaan. Bagaimana seorang Soekarno dan Hatta membangun visi perjuangan dan tidak reaksioner terhadap pemerintahan kolonial. Gerak dan tindak tanduk yang ditunjukkan mewakili visi masa depan Indonesia sehingga respon terhadap kejadian kejadian penting masa itu direspon secara kreatif misalnya kompromi-kompromi dengan tentara Jepang untuk hal-hal yang jauh lebih besar, yaitu kemerdekaan dan mempersiapkan bala tentara untuk mempertahankan kemerdekaan. Kedepan model pergerakan visioner mahasiswa Indonesia diharapkan mencerminkan mimpi kedepan sebagai bangsa, sebagai bagian dari kebudayaan dunia yang mampu menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

 

Tantangan Zaman

Alexander Wendt (1999) menyebutkan bila ciri dari masa depan adalah adanya tuntutan untuk memiliki identitas dan peran khusus. Untuk bisa memiliki identitas dan peran khusus pergerakan mahasiswa perlu meredevinisi siapa dan mau menggapai apa berorganisasi.

Politik Identitas pergerakan mahasiswa di dalam negeri cukup beragam dari mereka yang memiliki kultur islam traditional akan cenderung bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), mahasiswa yang nasionalis akan bergabung di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) atau Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Kristen Indonesia(PMKRI) dan lain sebagianya adalah contoh contoh politik identitas yang dimiliki mahasiswa Indonesia. Namun demikian untuk melihat bagaimana peran khusus mereka dalam menjawab tantangan jaman belum terlihat. Hal ini dikarenakan gerakan gerakan tersebut seolah olah dijadikan satu batu loncatan untuk meniti karier politik dimasa yang akan datang. Misalkan terlihat bagaimana KAMMI menjadi pelopor gerakan kemahasiswaan di 1998 namun begitu terakomodir dalam partai politik dan duduk di parlement atau menjadi staf pemerintahan, suara suara lantang mereka tidak terdengar lagi.

Bagaimana kedepan agar gerakan kemahasiswaan memiliki peran dang fungsi perubah? Sejauh ini organisasi kemahasiswaan bisa melihat bagaimana organisasi-organisasi non-pemerintah (LSM) yang lebih banyak bermain segmentasi isu agar memiliki peran spesial. Misalnya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang concern pada isu korupsi, atau WALHI dan Greenpeace yang bicara mengenai isu-isu lingkungan hidup.

Padahal apabila gerakan kemahasiswaan diarahkan untuk menjadi agen perubahan, misi sebagai lembaga social entrepreneur bisa menjadi pilihan issue yang menjadikan gerakan kemahasiswaan memiliki peranan.  Misalkan PPIA kepengurusan 2015 yang memiliki program Indonesia mengajar, dimana dilakukan seminar dan edukasi  kepada khalayak untuk plus minus study di Australian ataukah Beasiswa CIMSA (Curtin Indonesia Muslim Student Association) yang menghimpun dana baik dari menyisihkan uang beasiswa yang didapat ataupun dengan melakukan fund raising guna memberikan beasiswa kepada siswa siswa berprestasi yang kurang beruntung di Indonesia. Ataupun MUISA (Murdoch University Indonesian Student Association yang mengalang dana untuk program penyaluran aliran listrik daerah terpencil di Lombok 2013 adalah contoh contoh kecil yang bisa meredefinisi kemana arah pergerakan kemahasiswaan Indonesia Kedepan.

Jangan sampai pergerakan mahasiswa kedepan hanya sebagai batu loncatan untuk memoles image agar memperoleh kedudukan politik dipemerintahan, namun lebih didalami sebagai usaha untuk memperbaiki kondisi bangsa ini. Karena kita semua juga tahu dan sepakat bila kedepan Indonesia ini adalah Indonesia raya yang menyejahterakan bukan Indonesia yang hanya menuruti kemauan segelintir elit dan orang orang kaya yang serakah yang mengeruk keuntungan diatas penderiataan rakyat Indonesia.

 

Salam Pergerakan Indonesia, Perth 3 Juli 2015

tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut congress PPIA 2015 di RMIT University Merlbourne

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun