Anak kecil itu dengan mengenggam permen di tangannya. Dia pergi, sambil berlari kecil dan bernyanyi dengan riang. Apa yang ingin dimaksud anak kecil itu, aku bingung. Tapi bukannya aku sedang beristirahat didalam gubuk, kenapa aku disini ? Cerita tentang anak kecil pun tiba-tiba hadir dalam pikiranku. Baru saja sejenak aku ingin memikirkan ini, namun tiba-tiba aku terkaget karena dari belakang ada yang menepuk pundakku. Aku benar-benar kaget, saat aku menoleh ke belakang, yang hadir di depanku adalah kakek tua. Dengan dibantu tongkat nya, dia berdiri dihadapanku. Yang semula aku begitu terkejut dan takut, perlahan perasaan yang ada menjadi sebuah keprihatinan. Kakek yang kini sedang berdiri dihadapanku, keadaannya begitu renta. Siapa kakek ini?
Kakek tua mulai berbicara kepadaku, dengan keadaannya yang tidak begitu baik kukira, “Hey nak, haruskah kamu memikirkan hal yang menurutmu tidak biasa?”
“Apa maksud nya, kek?”
“Kejanggalan itu adalah alami.” Raut muka nya berseri, walau badannya sudah tampak sulit untuk berdiri.
“Aku semakin bingung.”
“Suatu hal yang asing akan sangat berarti buatmu asal kau tak terlalu memikirkannya.”
“Tapi, maksud kakek apa sebenarnya? Aku tidak mengerti sama sekali.” Pikirku semakin tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh kakek tua ini.
“Seperti lautan yang terkadang memberikan bencana untuk kita.”
Saat aku sedang berusaha mengartikan apa yang sedang dibicarakan si kakek, tiba-tiba kembali ada yang menepuk pundaku. Ku torehkan kepalaku, namun saat ku tengok tak ada siapapun di belakangku. Aku bergetar, perasaan takut dicampur penasaran akan siapa tadi yang menepuk pundaku menjadi fokusku, sampai aku lupa kalau aku sedang berbicara dengan seorang kakek tua. Kutorehkan kembali ke arah kakek tua, namun kakek tua itu sudah tidak ada. Entah pergi kemana dia, kulhat sekeliling, yang tampak hanya lah bangunan yang sudah tak terawat dengan beratapkan langit. Gelap nya malam, dan dinginnya hembusan angin membuat perasaan menjadi semakin tak karuan. “Aku dimana? Tempat apa ini?” , raut kegelisahan yang tak bisa aku tutupi.
Terdiam sejenak, menenangkan hati yang sudah tidak nyaman dengan suasana yang hadir. Sedikit mulai membuka pikiran, agar ketakutan mulai pergi dan tidak kembali mendominasi. Baru sebentar, kembali aku terkaget. Terdengar tangis anak kecil dari kejauhan. “Bayi siapa itu? Malam-malam gini, dan di tempat seperti ini?” , bulu kuduk ku berdiri dengan tegaknya. Aku tak tau siapa lagi yang akan aku hadapi sekarang. Rasa penasaran, mulai membimbingku. Semakin lama, suara tangis bayi itu semakin kencang dan jelas. Perlahan aku mulai menghampiri, rasa tegang menjadi teman setia ku. Aku rasa aku semakin dekat, saat aku berbelok dibagian depan yang terhalangi balok besar. Aku lihat seorang ibu sedang menggendong anak nya, dia tampak begitu lusuh. Ibu itu hanya menunduk, sembari menggendong anak nya yang terus menangis. Aku dekati dia. Walaupun takut, namun setidaknya ibu ini bisa memberitahuku kalau tempat apa ini, pikirku.
“Sudah cukup disana saja nak, tak usah kau menghampiri terlalu dekat.”
Aku terhenyak, ibu itu tiba2 berbicara. Dia mulai mengangkat kepalanya, betapa kagetnya aku setelah milhat wajah si ibu. Dia terlihat masih muda dan begitu cantik, namun tampilannya saja yang yang terlihat kurang terurus. Ya wajar saja, mungkin dia habiskan hidupnya dalam perjalanan sepertiku, pikirku. Dengan terbata, aku mulai bertanya kepada si ibu,
“maaf bu, apa ibu tahu tempat apa ini?” , Aku sedkit takut, namun perlahan mulai tenang.
“kenapa kau harus mempertanyakan tempat apa ini, kalau kau sendiri tau?” , Ibu itu tampak begitu tenang, padahal anak yang dipangkuannya terus saja menagis.
“maksud ibu, kalau aku tahu? Aku baru pertama kali kesini bu, dan aku tidak tahu sama sekali.” , aku begitu heran dengan apa yang di jawab oleh si ibu.
“Bukan kah, kau juga tak pernah mempertanyakan tempat tinggalmu sebelumnya?” , dia tetap terlihat begitu tenang.
“Tentu saja aku tidak mempertanyakan tempat tinggalku sebelumnya, karena aku sudah terbiasa disana. Di sana jelas, dengan orang-orang yang jelas.” , yakinku.
“Kau terlalu polos, aku harap anakku ini tidak menjadi bagian orang2 sepertimu.” , wajahnya memberikan senyuman, tampak ada hal besar yang ingin dia perlihatkan.
****
Sinar matahari membangunkanku. Ternyata aku hanya bermimpi. Rasa lelah mulai hilang. Walau aku masih bingung dengan maksud mimpiku semalam. Aku tak mengerti sama sekali, dengan maksud anak kecil, kakek tua dan ibu yang menggendong anaknya. Sudahlah, itu hanya sebatas mimpi, tak harus kupikirkan terlalu jauh. Lebih baik, aku bergegas dan kembali melanjutkan perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H