Akar Masalah Stunting dan Upaya Mengatasinya
JAKATA, -Stunting adalah masalah gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan anak di bawah standar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting didefinisikan sebagai kondisi tinggi badan anak di bawah -2 standar deviasi (SD) dari kurva pertumbuhan standar WHO.
Stunting terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang cukup dan merata dalam waktu yang lama, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak masa kehamilan hingga usia 2 tahun. Pada masa ini, otak dan organ tubuh lainnya berkembang sangat pesat, sehingga membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk tumbuh secara optimal.
Ulasan ini menjawab pertanyaan apa yang menjadi akar masalah stunting, dan bagaimana upaya mengatasi masalah stunting yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, seperti banyak diberitakan di media akhir akhir ini.
Sekadar sharing, penulis pernah mendampingi sedikitnya 15 keluarga petani miskin di sebuah desa di Kabupaten Purwakarta, tahun 2008-20013. Menurut pengamatan penulis selama itu, fenomena stunting juga dialami oleh keluarga petani rentan miskin di desa tersebut, dan desa desa sekitar lainnya. Maka ulasan ini merupakan proyeksi atau suatu konsepsi penulis berdasar situasi lapangan. Semoga ulasan ini bermanfaat.
Oiya, disclaimer dulu: penulis tidak menyebut nama desa dan wilayah stunting di tempat penulis terlibat pendampingan masyarakat miskin itu, untuk pertimbangan privasi warga dan pemangku wilayah setempat. Ok clear ya.
Dua Kelompok Akar Masalah
Menurut pengamatan penulis, fenomena umum akar masalah stunting terutama di desa dan berbagai daerah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor risiko langsung dan faktor risiko tidak langsung.
Faktor risiko langsung, yaitu faktor yang secara langsung menyebabkan terjadinya stunting, Di antaranya: masalah Kurang asupan energi, Kurang asupan protein, Kurang asupan vitamin dan mineral, serta Infeksi berulang.
Sedangkan Faktor risiko tidak langsung, yaitu faktor yang tidak secara langsung menyebabkan stunting, tetapi dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting. Antara lain:Â Kemiskinan, Kurang pendidikan, Kurang akses terhadap layanan Kesehatan, Kurang akses terhadap air bersih dan sanitasi, Kurang akses terhadap pangan bergizi.
Menurut penulis, dua kelompok akar masalah inilah yang penting untuk dipecahkan bersama, diatasi oleh pemerintah dan pemangku kepentingan, baik swasta maupun masyarakat yang peduli.
Perlu upaya Gotong-Royong
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4%. Artinya, angka ini masih di atas target yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu 14% pada tahun 2024.