Akal Sehat Kalah oleh Akal Bulus?
Di antara akal sehat dan akal bulus, belakangan terjalin perdebatan seru dan kusut. Akal sehat berpikir tajam dan cerdas. Namun akal bulus punya daya telikung, pesona tersendiri.
Kadangkala akal sehat cenderung ragu dan takut, walau memakai argumentasi yang waras, menghitung risiko, merenung dalam tanya.
Sementara akal bulus, enteng dan tak terkendali, melompat seperti anak-anak di padang bermain. Terkekeh kekeh, mengejek, memutar balik logika , lewat diksi kata semaunya.
Akal sehat mengikuti aturan dan nalar kewarasan, mengutamakan fakta, data, dan bukti.
Namun akal bulus, dengan imajinasi yang luas, bermain dengan diksi, mimpi, khayalan, cerita, dan janji janji.
"Dalam hidup ini, terkadang kita butuh keduanya", kata sebuah suara di lingkar istana. Akal sehat memberi kita dasar dan landasan. Sementara akal bulus, memori masa kecil yang indah, Memberikan warna dan kehangatan pada permainan dadu, penuh liku dan perjuangan kata-kata.
"Jadi, biarkanlah akal sehat dan akal bulus berpadu, sebagai dua sisi mata uang tak terpisahkan", ujar suara itu lagi, seolah itu suatu kebenaran tulus, bukan kelicikan akal bulus.
Akan tetapi, dalam pada itu, akal sehat bersekutu dengan rasa tulus, akal bulus berkongsi dengan culas dan iri hati. Akal tulus membawa kejujuran murni, namun akal bulus punya cara licik yang khas, membius siapa saja yang terlena akal, dan isi kepalanya
Akal tulus tak pandang dusta dan tipu daya, berbicara lurus, terang seperti mentari di siang yang bolong. Sementara akal bulus dengan pesona yang memikat, mengalihkan perhatian, bermain tipu muslihat dalam gelap, abaikan norma, etik atau apasaja.
"Ah, etika itu cuma drama, muara kehancuran kata kata", ujar akal bulus sambil tertawa di ruang istana.
Kadang, akal sehat dan akal tulus terjebak dalam kesulitan, Ketidakpedean, tersudut oleh ambigu di ranah politik yang meruncing. Apakah akal sehat bakal kalah oleh akal bulus?