Sedangkan audioman membunyikan dan mematikan suara musik gamelan, menyesuaikan alur cerita dalang dan sesuai skenario pertunjukan yang telah dirancang sebelum pentas.
Pertunjukan Mengasyikkan
Pentas wayang kali ini berisi sepenggal kisah Ramayana, tentang pertempuran singkat para pasukan kera pimpinan Sugriwa melawan tentara raksasa dari Alengka. Ketika pertunjukan wayang ini dimulai, audio gamelan dibunyikan, kendang mulai ditabuh dan ki dalang mulai suluk dan bercerita, saat itu pula penulis yang gemar menonton wayang kulit, merasa takjub.
Kami para penonton sangat antusias mengikuti setiap detail alur cerita Ramayana ini, dan seperti hanyut dalam alunan musik gamelan yang mengiringi selama pertunjukan.
Sesekali kami bertepuk tangan dan tertawa ketika merespons gerakan para monyet berjumpalitan digerakkan tangan ki dalang di kelir pertunjukan.
Penulis dan penonton yang hadir di ruang galeri itu, seperti disuguhi suatu pertunjukan wayang kulit yang mewah, megah, "pentas yang hidup" dan keren. "Ini pentas yang mengasyikkan. Sungguh luar biasa", ujar seorang turis yang hadir menonton pertunjukan ini.
Hingga akhirnya seperti tak terasa, pertunjukan menjelang berakhir ketika "ada-ada" atau pertanda ki dalang menyudahi pertunjukan kisah Ramayana ini dengan ending perang kecil. Yakni perang antara bala tentara kera dari Pancawati melawan pasukan raksasa dari Alengka. Suluk ki dalang terdengar demikian:
Sigra cancut gumregut / ngembat watang ngrabasa musuh / tangkep jaja kantaran bahu sayekti / lena-lena prapteng lampus/ sirna madyaning palugon//
Bersegera singsingkan celana dan bergeraklah / membawa tombak menerjang musuh / beradu dada bertabrakan bahu sebenarnya / yang tak waspada akan menemui kematian / hilang di tengah medan perang// (Begitulah kira kira terjemahan bebas saya).
Dan kami para penonton wayang kulit itu pun bertepuk tangan, ketika perang itu pun usai. Dimana ki dalang memberi suatu pesan, bahwa kebaikan akan selalu menang terhadap suatu kejahatan. Lalu pertunjukan itu pun usai.
Kenangan menonton wayang kulit yang dikemas sederhana, unik, kreatif dan menarik di sebuah Galeri Wayang di jalan Patehan, Yogyakarta ini, sungguh berkesan dan tak mudah untuk saya lupakan.Â
SELESAI -- penulis: D Wibhyanto, pencinta wayang kulit, tinggal di Jakarta.