Mentalitas Menerabas dan Kepemimpinan Nasional Jelang Pilpres 2024
JAKARTA, -Kepemimpinan nasional kita tengah dikompetisikan dalam pilpres 2024. Diskursus siapa yang kelak pasangan presiden yang memegang tampuk kepemimpinan nasional, tengah ramai diperbincangkan di publik. Partai politik, politisi, pengamat, termasuk media ramai membahasnya hampir setiap hari di berbagai forum dan platform media massa
Seperti kita tahu, bahwa situasi politik ini akan terus dinamis, hingga jelang pemilu 2024. Maka dinamika politik pilpres yang lebih populer disebut "dansa dansi politik" ini penting kita cermati dan kawal bersama. Mengapa?
Agar kelak sebagai pemilih cerdas bangsa Indonesia memperoleh pasangan pemimpin nasional yakni pasangan presiden dan wakil yang mampu memimpin bangsa dan negara Indonesia sesuai kehendak rakyat, yakni pemimpin yang bijaksana, berintegritas, bersih, bermoral dan unggul.
Kritik Sosial Koentjaraningrat
Seperti judul artikel di atas, ulasan ini menyoal tentang sikap mentalitas menerabas dan kepemimpinan nasional kita jelang pilpres 2024.
Istilah "mentalitas menerabas" dalam perspektif ilmu sosial, bukan istilah baru. Setidaknya istilah ini sudah dipakai oleh profesor Koentjaraningrat, antropolog terkemuka Indonesia, pada belasan tahun silam.
Istilah "mentalitas menerabas" adalah salah satu konsep yang dikemukakan oleh profesor Koentjaraningrat, dalam bukunya "Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan", penerbit Gramedia Pustaka Utama (2004). Â
Konsep ini merujuk pada pola pikir atau perilaku di mana orang cenderung mencari cara-cara untuk "menerobos", "menerabas", "mencari jalan pintas" atau "melewati" berbagai aturan, norma, dan hambatan yang ada dalam masyarakat. Mentalitas menerabas adalah sikap mengabaikan proses "budaya mengantre".
Contohnya, sering kita lihat satu dua orang menerobos atau menerabas antrean BBM di pom bensin, antrean belanja di super market, antrean pelayanan publik di rumah sakit, antrean di kelurahan, antrean di layanan bank, dan sebagainya.
Termasuk misalnya, sikap mental menerabas juga dipakai orang untuk mendapatkan pekerjaan, kedudukan, jabatan di birokrasi, menang tender lelang proyek, atau mendapatkan pelayanan fasilitas istimewa publik tertentu lainnya, dan tidak mau mengantre atau tidak taat aturan dan norma yang berlaku umum.
Berbagai bentuk sikap mentalitas menerabas ini mencerminkan kritik sosial seperti disuarakan oleh Prof.Dr.H.C. KPH. Koentjaraningrat terhadap berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.