Ingin Kubilang Anjrit", Karya Pertamaku di Kompasiana, 27 Februari 2012
"JAKARTA, -"Ingin Kubilang Anjrit" adalah karya  pertamaku menulis di Kompasiana, tepatnya pada tanggal 27Februari 2012. Karya ini berupa puisi yang merupakan refleksi penulis tentang keluh kesah, realitas sosial, derita kaum miskin yang penulis jumpai di beberapa desa di kawasan Purwakarta Jawa Barat, nun di kala itu.
Terus terang, saya terkesan, saat membaca ulang beberapa waktu lalu, pada apa yang pernah saya tulis itu. Kondisi tulisan itu sudah sebelas tahun tayang di Kompasiana, dimana sangat amat jarang atau tidak sempat saya baca lagi, namun faktanya tulisan itu masih tersimpan rapih eksis di platform Kompasiana ini. Amazing!
Apa isi tulisan pertama saya itu? Mengutip sebagian tulisan pertama saya itu, persisnya tertulis demikian:
"Demi perut anak-anak yang lapar, kuputar nasib, kugadai sawah ladang //Jadi sopir angkot narik pagi pulang petang //Tapi sungguh malang kusenggol pedagang pisang //Masuk bui aku tiga bulan yang malang //Angkot penyok, oli bocor sekalian ring sekernya //Semakin melorot kolor nasibku, di bui wajahku dipermak petugas biru-biru, aku nyengir mengumpat, Anjriiit.."
Seru tidak sih tulisan pertama saya di Kompasiana ini? Ya serulah pokokmen menewen..Hihihi. Setidaknya itu kesan saya membaca ulang artikel pertama saya yang tayang di Kompasiana ini.
Link tulisan atau lengkapnya karya pertamaku itu di sini: https://www.kompasiana.com/puisi.wibhyanto/550e2805a33311b02dba7fc0/ingin-kubilang-anjrit.Â
Bergabung di Kompasiana Sejak 27 Februari 2012Â
Dengan demikian "Ingin Kubilang Anjrit" adalah artikel pertama saya, sekaligus menandai bahwa diriku sebenarnya telah bergabung di Kompasiana sejak 27 Februari 2012. Menurut catatan penulis, mungkin artikel ini terbit lebih dulu, beberapa bulan sebelum artikel pertama Kompasianer ibu Isti Yogiswandani lahir di tahun yang sama, yaitu 24 Juli 2012.Â
(Sharing ibu Isti tentang kisah artikel pertamanya dimuat di Kompasiana, berjudul "Apakah saya sudah bergabung di Kompasiana sejak tahun 2012?" dimuat di link ini:Â SUMBER).
Ada beberapa tulisan saya lainnya menyusul tulisan pertamaku tayang di Kompasiana ini. Lumayan banyak. Tercatat, sedikitnya ada 56 tulisan saya terbit di Kompasiana, 2 AU, 15 pilihan, 45.909 viewer, berlangsung beberapa tahun, dari 2012 hingga tahun 2018. (lihat Foto)
ÂSemua artikel itu berisi tulisan gado gado seputar sastra, budaya, sosial dan humaniora. Antara lain terdiri dari puisi (Fiksiana) dan refleksi diri (Cermin), Iptek, termasuk opini kritik sosial di Humaniora. Contohnya: tulisan saya berupa kritik sosial, berjudul "Aku Mencari Sungguh Presiden, Bukan Pesinden", - Artikel Humaniora, tayang 23 April 2018.Â
Link artikel itu di sini: https://www.kompasiana.com/puisi.wibhyanto/5add590fcbe523386c0db282/aku-mencari-sungguh-presiden-bukan-pesinden .
Sekadar Sharing Lho Ya
Oiya, tanpa bermaksud umuk, tinggi hati atau bangga diri, ulasan ini berisi sekadar sharing pengalaman pertama penulis bergabung di Kompasiana dan beberapa karya tulisan saya yang mengesan bagi saya pribadi sebagai penulis di Kompasiana di tahun 2012 hingga sepanjang tahun tahun berlalu sesudah terbitnya tulisan pertama saya itu. Bertujuan: semoga ulasan ini turut memeriahkan suasana Kompasiana Awards 2023, yang tengah ramai kita perbincangkan saat ini.
Profil yang Menggelikan
Lebih detail membaca dinding profilku di tahun 2012, di kala itu saya menulis sesuatu semacam kalimat Tagline, yang bagi penulis sekarang kalimat itu menjadi sesuatu yang sedikit menggelikan, begini:
"Secara sadar aku tidak memilih menjadi bagian dari Pasien Kebudayaan. Sebab aku bukanlah Follower. Berkawanlah denganku. Akan kutitip Puisi untuk MU. Tentang kerisik angin, daun gugur Satu Satu!" -- wibhyanto D, Bergabung 27 Februari 2012. (lihat foto)Â
Kemewahan, Bangga Menulis di Kompasiana
Tagline di atas itu semacam ekspresi penulis saat itu, yang mungkin masih idealistis di masa itu. Sebab memang menulis di Kompasiana bagi saya adalah sesuatu kemewahan di masa itu. Mengapa demikian? Sebab ketersediaan internet terbatas, dan prasarana termasuk laptop masih langka bagi saya saat itu. Sedangkan energi semangat, ide dan gagasan saya masih segar menggebu gebu.
Maka hal ini menjadi tantangan tersendiri, jika hendak menulis artikel di Kompasiana. Artinya, idealisme sebagai penulis itu penting di kala itu, dan setiap karya tulis di Kompasiana menjadi terasa berharga. Sebab setiap artikel yang penulis kirim ke Kompasiana telah melewati suatu proses tantangannya sendiri. Setidaknya itu yang penulis alami di nun kala itu.
Persis ilustrasinya begini. Sebagian besar tulisan tulisan saya di Kompasiana saya tulis di waktu jeda istirahat, memakai sarana internet dan komputer milik kantor televisi siaran tempat saya bekerja di Jakarta.
Saya senang karena kantor mengijinkan saya untuk menulis tentang hal kebaikan dan mengaktualisasi diri di banyak media massa online, termasuk menulis di Kompasiana, kala itu.
Selain itu, kemewahan dan kebanggaan sebagai penulis pemula di kala itu tahun 2012, selain bisa mengekpresikan diri dalam rupa tulisan di Kompasiana, penulis juga tidak dibayar alias tidak mendapat honor atas karya yang ditulis.
Saat itu, belum ada apresiasi bagi penulis berupa K-Rewards setiap bulan seperti sekarang. Artinya, tulisan atau artikel buah idealisme saya itu dimuat di Kompasiana, dan rasanya sudah senengnya mintak ampun. Sekalipun hasil menulis tidak mendapat honorarium. Bagi saya, ini keasyikan tersendiri.
Wajah Antar Muka Kompasiana yang Berubah
Selain itu, seingat penulis, platform blog untuk semua orang bernama Kompasiana yang mulai rilis 2009 ini awalnya memiliki tampilan antar muka tidak semeriah sekarang. Saat ini banyak Katagori dan kolom variasi pilihan topik sudah tersedia, dan sangat beragam.
Adapun di tahun 2012 kala itu, misalnya, kolom topik Cermin cukup digemari Kompasianer di kala itu, namun seiring waktu berjalan kolom itu kini sudah dihapus oleh mimin Kompasiana, diganti Diary dalam kategori Lyfe. Dan tentu banyak lagi contoh lainnya. Kompasiana sekarang sudah maju dan berkembang, setidaknya tampak dari sisi tampilan antar mukanya.
Motivasi Menulis Tidak Berubah
Menurut catatan penulis, setelah 11 tahun menulis di Kompasiana (2012-2023) motivasi saya menulis di Kompasiana tidak banyak berubah. Sekadar sharing, mungkin motivasi saya menulis mirip mirip orang lain atau Kompasianer lainnya umumnya menulis di Kompasiana, antara lain:
Sarana Ekspresi Diri: Banyak individu menulis untuk mengungkapkan ide, pikiran, perasaan, dan pandangan pribadi mereka. Nah bagi saya, motif menulis di Kompasiana juga untuk sarana mengekpresikan diri.
Edukasi dan Pengetahuan: Menulis adalah cara untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan pembaca. Banyak penulis di Kompasiana mungkin ingin memberikan informasi bermanfaat atau perspektif baru tentang berbagai topik. Saya pun juga memiliki motif itu.
Kampanye dan Aktivisme: Beberapa orang mungkin menggunakan Kompasiana sebagai platform untuk mempromosikan isu-isu sosial, politik, atau lingkungan yang mereka anggap penting. Kompasianer berusaha untuk memengaruhi opini publik atau membangun kesadaran tentang masalah itu.Â
Saya terkadang juga demikian, misalnya saya mengkampanyekan tentang desa desa yang patut dibangun secara kreatif mandiri, agar bisa lebih maju secara ekonomi dan sosialnya.
Motif Hiburan:Â Beberapa penulis mungkin menulis sebagai bentuk hiburan atau sebagai hobi. Kompasianer mengekspresikan kreativitas mereka dan menikmati proses menulis itu sendiri.
Halah, saya toh juga punya motif begitu. Beberapa tulisan saya mungkin unfaedah, lebih banyak bercanda, bersifat hiburan, daripada membincang sesuatu hal secara lebih serius.
Motif Profesionalisme: Bagi beberapa penulis menulis di Kompasiana adalah langkah awal dalam membangun portofolio penulisan mereka. Mereka mungkin berharap untuk mendapatkan perhatian dari penerbit atau majalah, atau bahkan mengejar karir dalam penulisan.
Saya pun juga demikian, misalnya, dua novel saya yang dimuat bersambung di Kompasiana berjudul "Putri Seorang Mafia" kini telah terbit sebagai buku. Novel saya lainnya, pernah tayang puluhan episode di Kompasiana sepanjang April 2023 berjudul "Sandhyakalaning Baruklinting: Tragedi Kisah tersembunyi", kini novel itu juga siap naik cetak di penerbit.
Dan masih banyak lagi. Berbagai motivasi saya dalam menulis di Kompasiana adalah percampuran beberapa motif tersebut di atas, yang pada praktiknya saling mengelindang, ketika saya mencoba membuat suatu artikel.
Contohnya ya artikel saya berjudul nyeleneh saat ini, yaitu: "Ingin Kublilang Anjrit" ini, didalamnya memuat beragam motif penulis seperti yang saya paparkan di atas.
Selain itu, penting dicatat bahwa Kompasiana faktanya juga telah menjadi sarana saya untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sarana saya untuk uji nyali dalam hal tulis menulis dan arena mengasah ketajaman pikiran, agar tidak pikun. Hihihi.
Mengakhiri Catatan
"Ingin kubilang Anjrit"Â sekali lagi menandai awal mula saya bergabung di Kompasiana, yaitu sejak 28 Februari 2012. Ada 50 lebih karya tulis saya menyusul selama waktu dan tahun berlalu.
Lembar baru, pada April 2023 saya lakukan dengan membuka akun baru saya di Kompasiana, menyambung akun lama tahun 2012 yang lama tak bisa saya aktifkan kembali itu. Namun pada akun yang aktif baru  beberapa  bulan lalu itu, penulis bersyukur bisa meraih centang biru: dengan 208 Artikel, 31 AU, 179 artikel Pilihan, dan 96.096 viewer.Â
Hal ini patut penulis "syukuri, nikmati, rayakan sebagai setiap jeda peristiwa dalam kehidupan", seperti nasihat para sepuh, embah saya yang tinggal di gunung Merapi itu.
Akhir kata, menyambut Kompasiana Awards 2023, sayangnya tidak ada kategori "tulisan pertama dan tertua terbit di Kompasiana". Seandainya kategori itu ada, mungkin saja saya akan diam diam mengikut sertakan "Ingin Kubilang Anjrit" yang terbit 27 Februari tahun 2012 itu untuk didaftar masuk nominasi.
Mau menang atau kalah ya tidak apa apa, toh tujuannya adalah memeriahkan suasana Kompasiana Awards 2023, seperti penulis utarakan di awal tulisan ini.
Oiya, Tetapi mengapa kok musti melakukan hal itu dengan diam diam? Iya soalnya saya kan masih pemalu, mosok memplokamirkan diri sebagai orang hebat. Emang siapa saya ini, sosok ndeso dari lereng Merapi. hihihi.Â
Sudah ya, bye bye, salam satu aspal Kompasiana! Selamat memeriahkan Kompasiana Awards 2023. Namaste. Semoga setiap mahkluk berbahagia. Semoga Anda semua sekses!
SELESAI , - penulis adalah blogger platform semua orang bernama Kompasiana yang eksis bergabung di Kompasiana pada 27 Februari 2012 hingga Oktober 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H