Oiya, tanpa bermaksud umuk, tinggi hati atau bangga diri, ulasan ini berisi sekadar sharing pengalaman pertama penulis bergabung di Kompasiana dan beberapa karya tulisan saya yang mengesan bagi saya pribadi sebagai penulis di Kompasiana di tahun 2012 hingga sepanjang tahun tahun berlalu sesudah terbitnya tulisan pertama saya itu. Bertujuan: semoga ulasan ini turut memeriahkan suasana Kompasiana Awards 2023, yang tengah ramai kita perbincangkan saat ini.
Profil yang Menggelikan
Lebih detail membaca dinding profilku di tahun 2012, di kala itu saya menulis sesuatu semacam kalimat Tagline, yang bagi penulis sekarang kalimat itu menjadi sesuatu yang sedikit menggelikan, begini:
"Secara sadar aku tidak memilih menjadi bagian dari Pasien Kebudayaan. Sebab aku bukanlah Follower. Berkawanlah denganku. Akan kutitip Puisi untuk MU. Tentang kerisik angin, daun gugur Satu Satu!" -- wibhyanto D, Bergabung 27 Februari 2012. (lihat foto)Â
Kemewahan, Bangga Menulis di Kompasiana
Tagline di atas itu semacam ekspresi penulis saat itu, yang mungkin masih idealistis di masa itu. Sebab memang menulis di Kompasiana bagi saya adalah sesuatu kemewahan di masa itu. Mengapa demikian? Sebab ketersediaan internet terbatas, dan prasarana termasuk laptop masih langka bagi saya saat itu. Sedangkan energi semangat, ide dan gagasan saya masih segar menggebu gebu.
Maka hal ini menjadi tantangan tersendiri, jika hendak menulis artikel di Kompasiana. Artinya, idealisme sebagai penulis itu penting di kala itu, dan setiap karya tulis di Kompasiana menjadi terasa berharga. Sebab setiap artikel yang penulis kirim ke Kompasiana telah melewati suatu proses tantangannya sendiri. Setidaknya itu yang penulis alami di nun kala itu.
Persis ilustrasinya begini. Sebagian besar tulisan tulisan saya di Kompasiana saya tulis di waktu jeda istirahat, memakai sarana internet dan komputer milik kantor televisi siaran tempat saya bekerja di Jakarta.
Saya senang karena kantor mengijinkan saya untuk menulis tentang hal kebaikan dan mengaktualisasi diri di banyak media massa online, termasuk menulis di Kompasiana, kala itu.
Selain itu, kemewahan dan kebanggaan sebagai penulis pemula di kala itu tahun 2012, selain bisa mengekpresikan diri dalam rupa tulisan di Kompasiana, penulis juga tidak dibayar alias tidak mendapat honor atas karya yang ditulis.
Saat itu, belum ada apresiasi bagi penulis berupa K-Rewards setiap bulan seperti sekarang. Artinya, tulisan atau artikel buah idealisme saya itu dimuat di Kompasiana, dan rasanya sudah senengnya mintak ampun. Sekalipun hasil menulis tidak mendapat honorarium. Bagi saya, ini keasyikan tersendiri.
Wajah Antar Muka Kompasiana yang Berubah
Selain itu, seingat penulis, platform blog untuk semua orang bernama Kompasiana yang mulai rilis 2009 ini awalnya memiliki tampilan antar muka tidak semeriah sekarang. Saat ini banyak Katagori dan kolom variasi pilihan topik sudah tersedia, dan sangat beragam.
Adapun di tahun 2012 kala itu, misalnya, kolom topik Cermin cukup digemari Kompasianer di kala itu, namun seiring waktu berjalan kolom itu kini sudah dihapus oleh mimin Kompasiana, diganti Diary dalam kategori Lyfe. Dan tentu banyak lagi contoh lainnya. Kompasiana sekarang sudah maju dan berkembang, setidaknya tampak dari sisi tampilan antar mukanya.