Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Lika-Liku Menggarap Film Semi Dokumenter di Nusa Penida Bali

8 Oktober 2023   16:45 Diperbarui: 9 Oktober 2023   18:15 2421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
shooting harus berdasar skrip di lokasi (foto: wibhyanto/dokumen pribadi) 

Di samping setiap kandang sapi, peternak membuat penampungan kotoran sapi, dan diberi saluran khusus ke arah tabung reaktor plastik, tempat penampung gas bio kotoran sapi-sapi itu.

Uniknya, sebagaian besar warga desa memasak makanan di dapur yang sederhana, memakai tungku berbahan kayu bakar. Sebagian lainnya, memakai bahan bakar biogas, dari gas yang berasal dari tabung reaktor kotoran sapi, atau dari tabung plastik yang menggelembung di samping rumah warga.  

Untuk keperluan satu rumah tangga, diperlukan satu kompor gas, yang pasokan gasnya berasal dari sedikitnya 4 ekor sapi warga setempat. Nyala api kompor gas memang biru, tetapi hasilnya tidak sekuat nyala api biru dari tabung gas 3 kg saat ini. Nyala api birunya relatif lemah, melambai lambai seperti nyala lilin tertiup angin. Hehehe.

Di desa itu, tak tersedia tabung LPG. Jadi bisa dibayangkan, betapa lamanya warga setiap hari memasak di dapur kompor biogas ini, bahkan misalnya hanya untuk menggoreng sepotong tahu atau tempe saja. Itu menurut pengamatan saya di lokasi desa ini.

Saya tidak mengeksplorasi kehidupan warga desa ini lebih dalam, misalnya bagaimana mereka mencukupi kebutuhan sehari hari, darimana pemasukan keuangan dalam kondisi umum seperti ini.

Sebab saya tahu, bahwa saya akan menjumpai kondisi yang lebih parah yang membuat hati saya terenyuh atau sedih. Sebab saya melihat itu semua langsung di depan mata, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa di tempat itu. Ironis bukan?

Crew melakukan tugas shooting suatu adegan (foto: wibhyanto/dokumen pribadi) 
Crew melakukan tugas shooting suatu adegan (foto: wibhyanto/dokumen pribadi) 
Hari kedua: full shooting seharian 

Keesokan hari di hari kedua, proses shooting kami mulai, sesuai rencana shooting hasil survey kami di hari pertama di desa ini. Ini adalah tahap pengambilan gambar sebenarnya, sesuai skrip dan rundown lapangan yang kami susun kemarin.

Selepas sarapan pagi, tim kami bergerak ke lokasi. Sesuai skrip, ada beberapa titik lokasi shooting yang telah kami tentukan sebelumnya. Seperti misalnya: shooting di seputar kandang sapi, kegiatan peternak di pagi hari, wawancara warga tentang biogas, shooting di beberapa rumah warga terutama di dapur saat para ibu sedang memasak di dapur.

Termasuk shooting proses tahapan produksi kotoran sapi menjadi biogas, dan wawancara dengan pemuka desa setempat, serta wawancara dengan warga, dan sebagainya.

Jarak titik lokasi shooting satu dengan titik berikutnya memang tak berjauhan. Namun setiap perpindahan tempat shooting, kami harus membongkar peralatan, dan mensetting ulang.

Termasuk beberapa adegan baru harus disiapkan. Kendala kecil terjadi, misalnya presenter jijik ketika harus praktik mengaduk kotoran sapi dari tempat reaktor, di samping kandang sapi. Tetapi itu harus dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun