Razia Cukur Rambut, Biarkan Siswa Berambut Gondrong, Mengapa Tidak?
DaripadaJAKARTA,-Beberapa sekolah SMA yang membolehkan siswanya memiliki model rambut apa saja, termasuk berambut gondrong, adalah SMA Kolese Kanisius, SMA Kolese Gonsaga di Jakarta, SMA Kolese De Britto di Yogyakarta, dan SMA Kolese Seminari Mertoyudan di Magelang. Kesemua sekolah favorit swasta itu dibawah asuhan pendidik para pastor Jesuit di Indonesia.
Sekolah sekolah SMA swasta yang membiarkan para siswanya memiliki model rambut gondrong itu, faktanya hingga kini mampu melahirkan para alumni yang berkompeten, menjadi para pemimpin, menjadi pejabat di pemerintahan dan swasta di berbagai bidang.Â
Sekolah sekolah itu, menurut pengamatan penulis, juga memiliki paguyuban para alumni yang solid dan terorganisir rapih hingga kini. Mereka mendedikasikan diri untuk kepentingan bangsa dan negara, di banyak bidang profesi masing-masing. Setidaknya, itu seturut pengamatan saya dari dekat. Beberapa kawan penulis adalah para alumni dari sekolah sekolah itu.Â
Jadi apakah soal rambut siswa gondrong atau cepak, model brindil atau berambut lurus, model njegrak seperti bulu landak, dan sebagainya, berkorelasi dengan kualitas akhlak siswa dan kompetensi sekolah, misalnya? Menurut saya hal itu belum tentu ada korelasi langsung.Â
Jadi ketika siswa memiliki rambut gondrong di sekolah, mengapa akhir akhir ini diberitakan dan menjadi masalah bagi sekolah, sampai ada Razia cukur rambut? Apa masalahnya? Sekolah memiliki siswa berambut gondrong, mengapa tidak?
Alasan Sekolah Membolehkan Siswa Memiliki Model Rambut Gondrong
Penulis sendiri pernah bersekolah di SMA Kolese Seminari Mertoyudan di Magelang, dimana pihak sekolah membolehkan kami para siswa memiliki model rambut apa saja, termasuk model gondrong. Beberapa alasan mengapa sekolah kami memiliki kebijakan membolehkan hal itu, antara lain:
Kebebasan Ekspresi: para guru kami menganggap bahwa memberikan kebebasan kepada siswa untuk memiliki model rambut gondrong adalah cara untuk menghormati kebebasan ekspresi pribadi siswa. Hal ini memberi kami kesempatan untuk mengekspresikan diri, dengan cara masing-masing pribadi.
Toleransi Keanekaragaman: Sekolah SMA kami mempromosikan prinsip nilai-nilai toleransi dan keanekaragaman, sehingga cenderung membolehkan variasi dalam model rambut siswa. Para guru kami berpendapat bahwa setiap siswa memiliki hak untuk tampil dengan model rambut yang sesuai dengan identitas pribadi masing-masing. Saya sendiri memilih berambut gondrong, nun di kala itu.
Tidak Diskriminatif: Mengatur aturan yang mengharuskan semua siswa memiliki model rambut yang sama atau seragam, dapat dianggap sebagai tindakan diskriminatif, jika aturan tersebut tidak berdasarkan alasan yang jelas atau objektif. Oleh karena itu, sekolah kami dan para pendidik memilih untuk menghindari aturan semacam itu.
Tak Melanggar Norma Sosial: memiliki rambut panjang atau gondrong bagi siswa di sekolah SMA kami, termasuk tidak melanggar norma sosial masyarakat. Model rambut gondrong tidak identik dengan siswa yang urakan, bagi sekolah kami.Â
Dan faktanya memang begitu. Kami para siswa yang diasuh dalam model pendidikan asrama di Seminari Menengah atau model pendidikan pesantren Katolik itu, tak ada yang bersikap urakan, rerata kami para santri ini sopan sopan dan santun, baik hati, pintar pintar, soleh dan tidak sombong. Hihihi.. ( halahh. Rak ngandel, masak sih -red).
Tak Memengaruhi Prestasi Akademik:Â SMA Seminari Menengah Mertoyudan mengutamakan prestasi akademik siswa dan tatakrama hidup bersama di atas segala-galanya. Soal panjang rambut dipandang tidak berdampak negatif pada prestasi akademik atau lingkungan belajar. Maka sekolah SMA kami tidak melarang model rambut tertentu.Â
Boleh cepak, boleh botak, boleh njegrak model landak, boleh gondrong. "Soal rambut, semau-maumu-lah, bebas merdeka, tidak perlu merasa seperti dijajah kumpeni. Asalkan yag lebih penting prestasi akademikmu tidak jeblok", Â Begitulah pesan para guru kami, kala itu.
Begitulah berberapa alasan mengapa sekolah kami membolehkan kami berambut gondrong.
Mengapa Sekolah Perlu Mengatur Soal Model Rambut Siswa
Kita menyadari, bahwa peraturan mengenai model rambut di sekolah bukanlah kebijakan yang secara langsung berkaitan dengan kualitas pendidikan. Sebaliknya, aturan-aturan semacam ini lebih berfokus pada tampilan fisik siswa dan kedisiplinan mereka daripada aspek pendidikan intelektual.
Oleh karena itu, sebenarnya kita harus jujur atau sulit untuk mengatakan bahwa peraturan model rambut tersebut memiliki dampak langsung pada kualitas pendidikan. Iya tidak?
Ya iyalah, soalnya kualitas pendidikan lebih berkaitan dengan faktor-faktor seperti metode pengajaran, kurikulum, kualifikasi guru, fasilitas sekolah, dukungan siswa, dan banyak aspek lainnya yang berfokus pada proses pembelajaran dan pengembangan intelektual siswa. Bukan mementingkan urusan soal model rambut yang memang tidak penting.
Aturan mengenai model rambut, meskipun dapat memengaruhi suasana sekolah dan kedisiplinan siswa, faktanya tidak secara langsung memengaruhi kemampuan siswa untuk belajar dan mencapai hasil akademik yang baik.
Namun demikian, kita memahami bahwa ada beberapa argumen yang bisa dipertimbangkan terkait peraturan model rambut siswa di sekolah, antara lain:
Alasan Kedisiplinan:Â Beberapa pendukung aturan model rambut berpendapat bahwa hal itu membantu menciptakan suasana yang lebih teratur dan disiplin di sekolah. Mereka berpendapat bahwa siswa yang tunduk pada aturan-aturan semacam ini, termasuk aturan soal rambut, cenderung lebih disiplin, patuh terhadap peraturan lain di sekolah.
Alasan Kesetaraan dan Keseragaman:Â Kebijakan yang konsisten tentang model rambut tertentu, model rambut cepak misalnya, bisa memastikan kesetaraan di antara siswa, mengurangi tekanan sosial yang mungkin muncul jika siswa diperlakukan secara berbeda berdasarkan penampilan fisik rambut mereka.
Alasan Menghormati Nilai dan Norma Lokal: Beberapa sekolah mungkin mendasarkan kebijakan model rambut siswa, karena mengacu pada nilai-nilai atau norma-norma lokal tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat.
Kontroversial
Kebijakan mengenai model rambut siswa di sekolah memang bisa menjadi hal kontroversial karena berbagai alasan. Menurut catatan penulis, beberapa faktor yang menyebabkannya menjadi kontroversial adalah:
Penafsiran yang Subjektif:Â Kebijakan model rambut sering kali bersifat subjektif, yang berarti penilaian terhadap apakah rambut seorang siswa "pantas" atau "tidak pantas" dapat bervariasi antara individu yang berbeda. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetujuan dan sengketa, terutama jika ada perbedaan pendapat tentang apa yang dianggap "tepat" dalam hal model rambut.
Potensi Diskriminasi:Â Aturan model rambut yang terlalu ketat atau berdasarkan norma-norma tertentu dapat menjadi sumber diskriminasi terhadap siswa dengan latar belakang budaya atau etnis tertentu. Ini bisa menciptakan ketidaksetaraan dan mengabaikan keanekaragaman budaya di dalam sekolah.
Hak Privasi dan Ekspresi Pribadi: Beberapa orang menganggap aturan model rambut yang ketat sebagai pelanggaran terhadap hak privasi dan ekspresi pribadi siswa. Mereka berpendapat bahwa siswa seharusnya memiliki hak untuk memilih model rambut yang mencerminkan identitas mereka, selama itu tidak mengganggu lingkungan belajar.
Prioritas Pendidikan yang Salah:Â Di mata beberapa orang, kebijakan model rambut mungkin terlihat tidak proporsional jika dibandingkan dengan isu-isu pendidikan yang lebih substansial, seperti kualitas pengajaran atau keselamatan di sekolah. Mereka berpendapat bahwa fokus harus diberikan pada aspek-aspek yang lebih penting dalam proses pendidikan.
Perubahan Norma Sosial:Â Norma-norma sosial terkait dengan panjang rambut telah berubah seiring waktu. Aturan yang berpegang teguh pada norma-norma yang ketinggalan zaman dapat terlihat konservatif dan tidak sesuai dengan perkembangan sosial dan budaya yang lebih luas.
Potensi Distorsi Prioritas: Beberapa orang berpendapat bahwa peraturan model rambut dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu pendidikan yang lebih prinsip mendasar dan mendesak, seperti peningkatan kualitas pengajaran, kurikulum, atau dukungan siswa.
Beberapa Catatan
Menyudahi ulasan ini, penting dicatat bahwa ketika merancang kebijakan model rambut, sekolah harus mempertimbangkan kepentingan siswa, menghindari potensi diskriminasi, dan mencari keseimbangan antara aturan yang menjaga ketertiban dan norma-norma sekolah dengan hak privasi dan ekspresi pribadi siswa.
Dalam banyak kasus, dialog yang terbuka dan inklusif dengan siswa, orang tua, dan staf sekolah dapat membantu menghindari potensi kontroversi dan mencapai kesepakatan yang lebih baik. Jadi soal rambut siswa, sampai soal Razia Cukur Rambut itu tidak perlu sampai viral diberitakan di media. Malu maluin kualitas dunia pendidikan nasional kita. Iya kan?
Makanya, perlu diperhatikan bahwa aturan mengenai model rambut yang terlalu ketat atau diskriminatif, faktanya dapat menjadi sumber kontroversi dan konflik. Menurut saya pribadi, membebaskan siswa berpenampilan model rambut masing masing yang glowing, keren menewen, rambut rapih, cepak atau gondrong, yang membuat penampilan siswa cantik dan tampan, mengapa tidak?
Oleh karena itu, sekali lagi, penting bagi sekolah untuk merancang kebijakan yang adil dan relevan dengan mempertimbangkan kepentingan dan nilai-nilai siswa serta komunitas sekolah secara keseluruhan. Iya kan?
SELESAI -- penulis adalah mantan siswa berambut gondrong semasa di SMA Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H