JAKARTA, -Pemilu serempak Pilpres dan Pileg 2024 akan berlangsung pada 14 Februari 2024. Dan sesuai jadwal dari KPU, khusus pendaftaran para calon presiden dalam Pilpres 2024, berlangsung pada tanggal 19 Oktober -- 25 November 2023.Â
Artinya kelak di tanggal tersebut kita, masyarakat Indonesia resmi menerima siapa calon pasangan Capres dan Cawapres definitif yang berkompetisi di Pilpres 2024. Di saat itu pula siapa pun Bacapres yang diusung oleh partai koalisi masing-masing memiliki status resmi sebagai Capres.
Dinamika politik yang dinamis meriah akhir-akhir ini menampilkan fenomena dimana para Bacapres yang belum definitif sebagai Capres itu, lebih banyak cenderung diposisikan atau memposisikan diri sedemikian rupa, sehingga seolah-olah mereka itu telah jadi Capres beneran. Â Â
Padahal waktu pendaftaran Capres masih sekitar 2 bulan lagi. Dan tentu saja, masih terbuka peluang bahwa para Bacapres tersebut belum tentu kelak jadi Capres beneran, tergantung pada gerakan politik koalisi parpol masing-masing Bacapres mencalonkan mereka atau tidak jadi Capres. iya tidak?Â
Artinya, kondisi ini masih cair, dan realitas politik bisa saja berubah tak terduga pada waktu tanggal pendaftaran Capres di KPU nanti.Â
Ulasan pendek ini membincang tentang membaca fenomena Bacapres rasa Capres di Pilpres 2024. Pertanyaan mendasarnya adalah: apa yang mendorong fenomena Bacapres rasa Capres?Â
Apakah sikap Bacapres ini wajar dalam konteks politik praktis? Apa untungnya memposisikan diri sebagai Bacapres rasa Capres? Apa risiko dari sikap politik ini?
Oiya hampir lupa, disklaimer dulu:Â tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis, bukan mewakili kepentingan partai politik mana pun. Dan penulis bukan politisi, bukan anggota partai tertentu, tetapi sekadar rakyat jelata yang membaca fenomena pesta demokrasi Pilpres di tahun politik sekarang ini.Â
Jadi clear ya para bapak-ibu, Budiman-budiwati yang terhormat Kompasiana? Mari kita kemon, menuju ulasan ini, setahap demi setahap. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Peran Penting Capres
Dalam dunia politik praktis, peran seorang Calon presiden (Capres) sangat penting karena ia adalah figur riil yang akan memimpin dan mengemban tanggung jawab besar terhadap jalannya pemerintahan negara kita.
Sebelum mencapai tahap pencalonan resmi sebagai Capres, kita mengenal apa yang disebut Bakal Calon Presiden (Bacapres), yaitu mereka yang secara potensial berambisi untuk menjadi calon presiden pada pemilu 2024.
Nah, tiga bakal calon presiden yang saat ini sering kita lihat di layar kaca, antara lain: Bacapres Prabowo Subianto, Bacapres Ganjar Pranowo, dan Bacapres Anies Baswedan. Ketiganya diusung resmi oleh partai koalisi pendukung masing-masing.
Di banyak pemberitaan media akhir-akhir ini, termasuk berbagai survey yang dikeluarkan oleh Lembaga Survey memposisikan ketiga Bacapres tersebut di urutan yang patut diperhitungkan dalam Pilpres 2024 kelak.
Kenyataan pemberitaan di media dan hasil survey inilah, menurut penulis, salah satu faktor yang mendorong para Bacapres giat "mempromosikan diri" ke publik, untuk tidak menyebut diri mereka sedang "giat berkampanye", sebab waktu masa kampanye Pilpres memang saatnya belum tiba.
Kegiatan "mempromosikan diri" ini, bisa kita baca fenomenanya antara lain: kegiatan meraih dukungan publik, melalui pembentukan tim relawan Bacapres, pemasangan Baliho Bacapres di berbagai wilayah di Indonesia, "promosi politik" di kampus dan berbagai forum komunitas kepala daerah misalnya, dan sebagainya.
Tentu mereka Bacapres itu menyebut diri "itu bukan kampanye politik pilpres", melainkan sekadar "promosi politik" sebagai Bacapres.
Sebagai publik yang nantinya kita masyarakat diminta mendukung salah satu Bacapres itu jika kelak definitif sah sebagai Capres, wajarlah kita lalu menaruh harapan pada figur Bacapres itu. Kita berharap, ada yang pantas kelak kita pilih menjadi presiden Indonesia. iya kan?Â
Harapan Ideal pada Bacapres
Menurut penulis, saat ini harapan masyarakat pada Bacapres cenderung tinggi. Harapan publik itu, antara lain: kelak mereka akan membawa perubahan positif, mengatasi masalah-masalah kompleks di Indonesia, dan memimpin negara dengan etika dan integritas yang tinggi, menjunjung toleransi, persatuan dan kesatuan NKRI, dan sebagainya.
Pendeknya, saya atau mungkin juga Anda menginginkan Bacapres itu memiliki visi jelas, kebijakan yang terukur, serta kemampuan dan keberanian untuk mempersatukan berbagai kelompok dalam masyarakat.
Istilahnya, kita merindukan sosok pemimpin kelak yang "mampu merangkul semua lapisan masyarakat, bukan memukul atau merusak kita sebagai Bangsa yang besar".
Realitas Politik dan Dilema Perilaku
Namun, kita musti realistis bahwa dalam dunia politik yang penuh dengan kompromi, strategi, dan persaingan, perilaku Bacapres sering kali menghadapi dilema antara "mempertahankan idealisme" dan "menjalani kenyataan politik" yang kompleks.
Menurut catatan saya, sedikitnya para Bacapres sering dihadapkan pada tiga masalah internal, antara lain: tekanan kepentingan dari para partai politik pengusung, perlu dukungan finansial, dan tuntutan dari kelompok-kelompok kepentingan masyarakat yang beragam.
Kondisi ini menurut penulis bisa mengakibatkan perilaku sikap para Bacapres harus selalu siap menyesuaikan diri dengan berbagai pertimbangan, taktik, dan strategi politik para partai pengusung masing-masing calon.
Contohnya, sekarang publik tidak tahu program terperinci apa saja yang menjadi tema kampanye Bacapres masing-masing, karena hal itu belum diputuskan oleh partai koalisi pengusung. Maka kepada publik Bacapres harus pandai berkata bahwa "saatnya belum tiba untuk berbicara visi-misi dan program Indonesia ke depan. Tunggu dan sabar saja".
Strategi Kampanye dan Imej Publik
Perilaku Bacapres tidak hanya dipengaruhi oleh tuntutan partai koalisi pengusung, tetapi juga oleh strategi kampanye dan pencitraan publik. Artinya, Bacapres harus mampu membangun imej atau "citra diri positif" yang menarik dan meyakinkan publik untuk mendapatkan dukungan masyarakat luas.
Bacapres harus mampu penciptaan narasi yang menekankan prestasi dan kualitas kepemimpinan mereka. Kadang-kadang kita tahu bahwa Bacapres dalam hal ini harus  mengabaikan "sisi gelap" atau harus meminimalkan sisi-sisi kontroversial atau "sisi buruk pribadi dalam jejak digital masa lalu". Dan keniscayaannya, memang begitu.Â
Etika dan Integritas
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Bacapres adalah menjaga etika dan integritas diri dalam menghadapi tekanan politik yang kuat. Menjaga konsistensi antara apa yang dijanjikan dan tindakan yang diambil di tengah lingkungan politik yang penuh dengan kompromi, bisa menjadi ujian berat.
Menurut penulis, etika yang rendah atau perilaku yang tidak konsisten Bacapres misalnya, hal ini dapat merusak citra diri dan kepercayaan publik.
Kebijakan yang Terukur dan Realistis
Penting bagi Bacapres untuk mengembangkan kebijakan yang tidak hanya menarik secara narasi atau retorika, tetapi juga realistis dan terukur. Contohnya, janji-janji besar tanpa rencana konkret untuk pelaksanaannya, dapat memicu kekecewaan publik, terutama ketika nantinya "kenyataan ternyata tidak sesuai dengan harapan publik".
Menurut catatan penulis, perilaku Bacapres dalam dunia politik adalah refleksi dari kompleksitas dan tuntutan yang ada di panggung politik.Â
Maka ada tiga hal: seperti harapan publik yang tinggi, strategi kampanye, dan tekanan politik praktis, dapat mendorong sikap perilaku para Bacapres serasa berlebihan, yakni "Bacapres seolah olah telah menjadi Capres".
Dalam hal ini, sebagai "Bacapres rasa Capres" penting untuk tetap mengedepankan etika, integritas, dan kebijakan yang realistis demi memenuhi harapan masyarakat dan terus membangun fondasi kepemimpinan yang kuat.
Apa yang terjadi jika Bacapres tidak lolos sebagai Capres?
Pertanyaan yang menggelitik publik adalah, kemungkinan apa yang terjadi jika Bacapres tidak lolos atau tidak terdaftar sebagai Capres di Pilpres 2024? Manurut catatan penulis, beberapa konsekuensi dan dampak yang mungkin terjadi, antara lain:
Kehilangan Dukungan dan Momentum: Kegagalan Bacapres dalam mencapai status Capres dapat mengakibatkan kehilangan dukungan dan momentum politik yang mereka kumpulkan selama tahap pencalonan awal. Ini dapat mempengaruhi citra mereka di mata publik dan melemahkan posisi politik mereka di masa mendatang.
Pertimbangan Karir Politik: Kegagalan dalam mencapai status Capres dapat mempengaruhi pertimbangan Bacapres terkait karir politik mereka. Mereka mungkin perlu mengevaluasi kembali opsi-opsi masa depan. Seperti tetap terlibat di dunia politik dengan peran yang lebih rendah atau mengalihkan fokus ke bidang lain di luar politik.
Pentingnya Respons dan Sikap: Respons dan sikap Bacapres setelah kegagalan juga dapat mempengaruhi citra mereka di mata publik.Â
Sikap yang matang, santun, dan optimis dalam menghadapi kegagalan dapat membantu "Bacapres tidak lolos Capres" itu mempertahankan harga diri dan kredibilitas politik mereka.
Pengaruh terhadap Partai dan Pemilihan: Kegagalan Bacapres juga dapat berdampak pada partai politik yang mendukung mereka. Misalnya, dukungan finansial, dukungan basis pemilih, dan strategi kampanye partai mungkin harus direvaluasi jika Bacapres tidak berhasil lolos jadi Capres.Â
Selain itu, hasil ini dapat mempengaruhi dinamika lebih lanjut dalam pemilihan, termasuk pengaruh terhadap dukungan partai koalisi dan persepsi publik terhadap partai partai itu.
Pemilihan Selanjutnya:Â Meskipun Bacapres yang gagal jadi Capres di pilpres saat ini mungkin mengalami dampak negatif, mereka masih memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilihan selanjutnya atau memainkan peran penting dalam politik di masa mendatang.
Faktanya, contohnya: kita melihat bahwa ada politisi telah mengalami kegagalan dalam pilpres yang lalu, namun kemudian dia berhasil meraih posisi penting dalam politik di pemerintahan.
Pengaruh terhadap Citra dan Reputasi:Â Gagal menjadi Capres dapat mempengaruhi citra dan reputasi Bacapres di mata publik dan politikus lainnya. Kredibilitas mereka mungkin dipertanyakan, terutama jika janji-janji dan tujuan yang mereka ajukan selama tahap pencalonan awal tidak terpenuhi.
Penting dicatat, bahwa dunia politik adalah arena yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Kegagalan dalam pencalonan bukanlah akhir dari segalanya, dan banyak faktor yang mempengaruhi hasil dalam konteks politik.
Bagi Bacapres yang tidak berhasil lolos jadi Capres, peran mereka dalam membentuk dan mempengaruhi agenda politik masih dapat terus berlanjut dalam berbagai kapasitas.
Siapa Dirugikan dalam Perilaku Bacapres Rasa Capres?
Kembali ke pokok ulasan, perilaku Bacapres yang menyerupai Capres definitif dapat memiliki dampak dan akibat yang beragam terhadap berbagai pihak. Menurut catatan penulis, beberapa pihak yang mungkin dirugikan oleh perilaku semacam ini meliputi:
Pemilih dan Publik Umum: Pemilih dan publik umum dapat dirugikan karena perilaku Bacapres yang menyerupai Capres dapat mengaburkan perbedaan antara tahap awal kampanye dan tahap pemilihan resmi.
Pemilih mungkin menjadi lebih sulit untuk membedakan antara janji-janji kampanye awal dengan rencana nyata Bacapres. Hal ini dapat membingungkan pemilih dan mengurangi transparansi dalam proses politik.
Calon-Calon Lainnya:Â Perilaku Bacapres yang terlalu dominan dan menyerupai Capres dapat mendominasi perhatian media dan publik, menggeser perhatian dari calon-calon lain yang juga berhak bersaing. Hal ini dapat merugikan calon-calon lainnya yang mungkin memiliki visi dan kebijakan yang relevan dan penting.
Proses Demokratis:Â Demokrasi mengandalkan persaingan yang adil dan informasi yang akurat agar pemilih dapat membuat keputusan yang tepat.Â
Perilaku Bacapres yang menyerupai Capres  dapat merusak integritas proses demokratis dengan mengesampingkan tahap awal persaingan dan pencalonan yang adil. Para Bacapres seperti seolah telah mencuri start dalam proses pemilu.
Partai Politik dan Dukungan Internal:Â Dalam situasi di mana partai politik memiliki beberapa calon potensial, perilaku Bacapres yang terlalu dominan dan menyerupai Capres dapat merusak persatuan partai dan mengganggu dukungan internal.Â
Hal ini dapat mengakibatkan potensi "pertikaian internal" dan kehilangan dukungan dari pihak dalam partai yang merasa tidak dihargai. Misalnya, ada politisi yang kecewa karena merasa "harusnya aku yang pantas jadi Capres, kok dia yang dominan jadi perhatian".
Pertumbuhan Debat Substansial:Â Perilaku Bacapres yang dominan dan otoriter dapat meredam pertumbuhan debat substansial dan dialog yang konstruktif tentang isu-isu penting.Â
Fokus yang terlalu kuat pada pembentukan citra diri dan retorika misalnya, dapat mengaburkan diskusi yang lebih mendalam tentang kebijakan dan solusi riil yang dibutuhkan publik.
Dalam mengamati perilaku Bacapres yang menyerupai Capres, penting untuk tetap mempertimbangkan berbagai akibat yang mungkin terjadi dan dampaknya terhadap proses demokrasi, integritas politik, serta kualitas kepemimpinan masa depan.
Bagaimana Mengelola Sikap Sewajarnya Sebagai Bacapres?
Kita menyadari, bahwa sikap Bacapres dalam memposisikan diri di hadapan publik calon pemilih dapat bervariasi tergantung pada strategi kampanye, citra diri yang ingin dibangun, dan isu-isu yang dianggap penting.
Namun menurut penulis, sebenarnya ada beberapa sikap "sewajarnya" yang bisa dikelola oleh Bacapres untuk tidak buru buru mengkalim diri seolah olah sudah jadi Capres, terutama di hadapan publik calon pemilih, antara lain:
Visionary (Visioner): Bacapres dapat mengadopsi sikap yang visioner dengan menekankan visi dan tujuan besar yang ingin dicapai jika terpilih. Misalnya, Bacapres bisa fokus pada solusi jangka panjang untuk masalah-masalah yang dihadapi negara dan menyampaikan visinya tentang masa depan yang lebih baik ke publik.
Empathetic (Empatis): Bacapres juga bisa mengambil sikap yang empatik dengan mendekatkan diri pada masyarakat. Misalnya, melibatkan diri mendengarkan permasalahan dan aspirasi warga, menunjukkan pemahaman terhadap kesulitan yang dihadapi, dan menunjukkan bahwa Bacapres  peduli dengan kesejahteraan rakyat.
Strong Leadership (Kepemimpinan Kuat): Bacapres bisa juga memilih untuk memposisikan diri sebagai pemimpin yang kuat dan tegas. Misalnya, Bacapres dapat menyoroti pengalamannya dalam menghadapi tantangan dan mengambil keputusan yang sulit untuk membawa negara ke arah yang lebih baik.
Innovative (Inovatif): Bacapres juga dapat mengedepankan sikap inovatif dengan menunjukkan bahwa dia memiliki gagasan-gagasan segar untuk mengatasi permasalahan yang ada. Misalnya, Bacares lebih fokus pada kebijakan-kebijakan baru dan pendekatan yang berbeda untuk menghasilkan perubahan positif bagi bangsa dan negara.
Transparan:Â Sikap transparan juga penting dalam membangun kepercayaan publik. Misalnya, Bacapres dapat berusaha memberikan informasi yang jelas dan jujur tentang rencana, kebijakan, dan pendekatan yang diajukan, serta membuka ruang untuk dialog terbuka dengan publik.
Problem-Solver (Pemecah Masalah): Bacapres juga dapat memilih untuk menonjolkan sikap sebagai pemecah masalah yang efektif. Misalnya, Bacapres dapat menggarisbawahi rekam jejaknya dalam menangani masalah-masalah yang kompleks dan menawarkan solusi konkrit untuk masalah yang ada.
Unity-Builder (Pembangun Persatuan):Â Dalam situasi polarisasi politik, Bacapres juga dapat memposisikan diri sebagai pembangun persatuan. Misalnya, Bacapres lebih menekankan pentingnya mengatasi perpecahan dalam masyarakat dan berusaha untuk mempersatukan berbagai kelompok.
Youthful (Bersemangat dan Muda): Bacapres dapat menunjukkan semangat dan energi yang kuat, dan mengambil sikap bersemangat. Misalnya, Bacapres mengeksplorasi isu-isu yang relevan bagi generasi muda dan menunjukkan komitmennya untuk merespons aspirasi kaum muda.
Tentu saja sekali lagi, hal di atas hanya beberapa contoh sikap yang mungkin dapat diambil oleh Bacapres. Sikap yang diambil akan sangat dipengaruhi oleh: strategi kampanye yang mereka tentukan dan karakteristik citra pribadi yang ingin mereka tampilkan kepada publik pemilih.
Pada akhirnya, penting dicatat bahwa tujuan utama sikap yang penulis utarakan di atas tersebut untuk menciptakan koneksi emosional dan persuasif Bacapres dengan publik calon pemilih, guna memenangkan dukungan mereka pada saat pemilihan nanti.
Menyudahi ulasan ini, seiring perjalanan waktu, semoga setiap Bacapres mampu menemukan keseimbangan diri yang tepat antara "idealisme politik dan realitas politik" dalam konteks perjuangan mereka untuk memimpin negara kita menuju masa depan yang lebih baik.
Artinya, bersikap wajar sebagai Bacapres sebelum penetapan diri sebagai Capres, adalah upaya tertinggi untuk dapat meraih simpati publik. Semogalah demikian.
SELESAI -penulis adalah mantan mahasiswa Fisipol UGM Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H