Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menata Desa Layak Anak Kota dalam Program Live-in Sekolah, Bagaimana Caranya?

25 Juli 2023   12:25 Diperbarui: 26 Juli 2023   14:58 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu kegiatan Live-in menjelajah sawah (sumber:dokumen pribadi) 

Menata Desa Layak Anak Kota dalam Program Live-in Sekolah. Bagaimana Caranya? 

Beberapa tahun belakangan, dalam jumlah berombongan, ribuan anak anak kota sering datang ke desa didampingi oleh guru-guru pendamping. Rerata mereka anak usia 14-17 tahun, siswa SMP atau SMA. Untuk apa datang ke desa? Mereka anak anak kota itu tengah mengikuti program Live-in, ekskul yang diadakan sekolah. 

Menurut penulis, fenomena itu akan berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Apakah di desa pembaca pernah diadakan program Live-in Sekolah? 

Sekadar sharing. Penulis pernah beberapa kali rutin mendampingi program kegiatan Live in, sebagai fasilitator, creator concept, bagi kegiatan anak anak kota dari Jakarta, dari beberapa SMA dan SMP, berkegiatan di sebuah desa, Desa Salem namanya, Kecamatan Pondoksalam, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. 

Mengelola program Live in di Desa Salem, menurut penulis, sejujurnya tidak mudah. Setidaknya ada dua sisi kepentingan yang harus dilayani, yaitu kepentingan pihak Sekolah mewakili anak anak kota yang mau berkegiatan di desa. Dan pihak Desa Salem, sebagai tuan rumah yang menampung para siswa atau anak anak kota itu selama menginap di desa. 

Artinya, ada tahapan perencanaan harus matang, sebelum dan selama Live-in diadakan di desa. 

Ulasan sederhana ini menjawab pertanyaan bagaimana desa menata diri sebagai desa yang layak dikunjungi (desa yang ramah anak kota), terutama untuk anak anak kota, siswa sekolah  dalam kunjungan Live-in di desa? 

Jawaban penulis sekadar sharing, berdasar pengalaman penulis selama mendampingi kegiatan anak anak kota itu berkegiatan di Desa Salem, Kabupaten Purwakarta. Semoga ulasan ini bermanfaat. (disclaimer: siapkan camilan, teh dan kopi secukupnya, untuk menemani bacaan yang lumayan panjang ini..mari seruput dulu kopinya sahabat Kompasiana..sruputtt..lanjut pakde.) 

Apa itu Live-in 

Program "live-in siswa sekolah" atau "anak-anak kota ke desa" adalah program di mana siswa dari kota besar seperti Jakarta, tinggal sementara di desa, menginap selama waktu tertentu. 

Tujuan utama dari program ini adalah untuk memberikan siswa pengalaman hidup di lingkungan yang berbeda dari lingkungan perkotaan yang biasanya mereka alami sehari-hari. 

Menurut catatan penulis, program semacam ini dapat diadakan oleh sekolah, Lembaga sosial, atau organisasi pendidikan. Khusus di Desa Salem, beberapa tamu rombongan Live-in, di antaranya beberapa rombongan siswa SMP/SMA Swasta dan Negeri di Jakarta, Komunitas Sosial dari Jakarta, termasuk kunjungan kelompok Mahasiswa di Jakarta (non KKN). 

rombongan anak kota kegiatan live in di Desa Salem, Purwakarta (sumber:dokumen pribadi) 
rombongan anak kota kegiatan live in di Desa Salem, Purwakarta (sumber:dokumen pribadi) 

Tujuan Kegiatan

Penulis terkadang ditanya (bukan diinterogasi..hihihi) oleh pemuka desa, pak Lurah, pak Camat, pak Babinsa, Babinkamtibmas, pak intel serse dari kepolisian, dan pihak yang kepo ingin tahu: apa tujuan program "mendatangkan anak kota ke desa"itu? 

Jawaban penulis sebagai berikut (biasanya penulis paparkan di proposal singkat kegiatan Live-in yang rencananya akan diadakan di desa): 

Penting disadari bagi desa atau tuan rumah kegiatan, bahwa ada beberapa tujuan dan manfaat dari program "anak-anak kota ke desa" atau "live-in siswa sekolah" ini antara lain:

Peningkatan Kesadaran Sosial dan Kultural: Siswa dapat mengalami secara langsung budaya dan kehidupan masyarakat pedesaan, meningkatkan pemahaman tentang tantangan dan keunikan kehidupan di daerah pedesaan.

Pembelajaran Keterampilan Hidup: Program semacam ini sering kali mencakup keterlibatan dalam kegiatan pertanian, kerajinan tangan tradisional, dan kegiatan lain yang relevan dengan kehidupan pedesaan, sehingga siswa dapat belajar keterampilan praktis.

Peningkatan Kecintaan terhadap Alam dan Lingkungan: Siswa dapat belajar tentang konservasi alam dan pentingnya lingkungan hidup melalui pengalaman di pedesaan yang lebih dekat dengan alam.

Peningkatan Kemandirian dan Keterampilan Sosial: Tinggal jauh dari orang tua dan lingkungan yang dikenal memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemandirian, rasa tanggung jawab, dan keterampilan sosial dalam situasi baru dan tidak terbiasa, yakni di desa. 

Peningkatan Apresiasi terhadap Kesempatan Pendidikan: Siswa mungkin lebih menghargai kesempatan pendidikan yang mereka terima setelah melihat perbedaan dalam akses dan fasilitas pendidikan di pedesaan. Istilahnya, "siswa lebih bisa bersyukur atas segala kondisi yang dialami". 

Pertukaran Budaya: Program semacam ini juga dapat menciptakan kesempatan bagi siswa perkotaan dan warga pedesaan untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang budaya dan kehidupan mereka masing-masing.

Program "live-in siswa sekolah" atau "anak-anak kota ke desa" ini intinya bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang berharga dan memberikan wawasan baru bagi siswa. 

Program semacam ini dapat membantu memperkuat hubungan antara lingkungan perkotaan dan pedesaan serta menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang keragaman sosial dan budaya dalam masyarakat. 

(umumnya, menurut pengalaman penulis, penjelasan jujur di atas, mampu membuat semua pihak paham: baik pihak sekolah, maupun pihak yang berkepentingan di desa dan kecamatan. Mereka lalu mengangguk angguk. Tanda Sutuju dan mengijinkan kegiatan dilaksanakan di desa).

libatkan tim fasilitator Live-in yang handal dan kompetens (sumber:dokumen pribadi) 
libatkan tim fasilitator Live-in yang handal dan kompetens (sumber:dokumen pribadi) 

Beberapa Contoh Kegiatan Live-in 

Program "live-in" di desa dapat mencakup berbagai kegiatan yang dirancang untuk memberikan pengalaman mendalam kepada peserta tentang kehidupan dan budaya di desa. Seperti,misalnya: 

Pertanian dan Berkebun: anak anak kota dapat terlibat dalam kegiatan pertanian seperti menanam padi, sayuran, atau buah-buahan, serta belajar tentang teknik pertanian tradisional dan modern. Termasuk ikut membajak sawah, memanen padi, mencari rumput untuk ternak, dan sebagainya. 

Keterampilan Kerajinan Tangan: Program "live-in" dapat menyertakan kelas atau workshop tentang keterampilan kerajinan tangan khas desa, seperti membuat anyaman bambu, tenun, ukiran, atau pembuatan keramik.

Belajar Memasak: Peserta dapat belajar memasak makanan khas daerah, serta terlibat dalam kegiatan memasak bersama "orangtua sosiologis" di rumah warga tempat peserta menginap. 

Wisata Budaya dan Alam: Program ini dapat mencakup kegiatan seperti: Jelajah desa, selusur dan mandi di sungai, bermain lumpur, atau atraksi budaya lokal, termasuk pertunjukan tari, musik, dan upacara tradisional seperti kenduri atau makan bersama-sama secara tradisional bersama warga. 

peserta live-in memanen ikan bersama (sumber:dokumen pribadi) 
peserta live-in memanen ikan bersama (sumber:dokumen pribadi) 

Pendidikan Lingkungan: Kegiatan ini dapat melibatkan pemahaman tentang pentingnya lingkungan dan konservasi alam, seperti kunjungan ke hutan, sungai, atau lokasi konservasi. Di Desa Salem misalnya, selain kegiatan di atas, penulis juga membuat kegiatan "One Man One Tree", menanam bibit pohon produktif oleh setiap peserta di kebun milik warga. 

Pendidikan Bahasa dan Kebudayaan: Peserta dapat belajar bahasa lokal, ungkapan, dan kebiasaan budaya desa. Di Desa Salem, peserta Live-in biasanya dapat belajar Bahasa Sunda langsung dari "orangtua sosiologis" masing-masing. Misalnya:"entek ayak, kunaon teh, kumahak atuh, didiyek kang", dan sebagainya. Biasanya ini adalah pengalaman yang unik dan baru bagi anak anak kota  peserta Live-in dari Jakarta yang biasa "lu guwe, lu guwe, guwe no comment aje..". hihihi. 

Partisipasi dalam Kegiatan Masyarakat: Peserta dapat ikut serta dalam kegiatan masyarakat desa, seperti gotong-royong, acara adat, atau kegiatan sosial lain. Misalnya bersih bersih lingkungan dari sampah plastik. 

Belajar Pertanian Organik: Peserta dapat belajar tentang pertanian organik dan praktik, untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan hasil pertanian. Misalnya, di Desa Salem, penulis memberi praktik "Teknik membuat kompos" kepada peserta. 

Perlu diingat bahwa kegiatan yang diadakan dalam program "live-in" di desa dapat disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan peserta, serta karakteristik unik dari desa tersebut. Khusus di Desa Salem misalnya, hampir sebagian besar kegiatan yang penulis paparkan di atas, dapat dipraktikkan di lapangan. 

Kegiatan semacam ini bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar dan kehidupan yang berarti bagi peserta anak anak kota, serta memberikan manfaat bagi warga desa, terutama yang terlibat langsung dalam program tersebut. 

Oiya, manfaat apa saja yang dirasakan oleh warga desa dari kegiatan "kunjungan anak anak kota  ke desa"ini? Mari penulis ajak menilik lebih dekat lagi. (namun kita seruput dulu teh dan kopinya..sruputt!. mantabb surantab..hihihi).

salah satu kegiatan Live-in menjelajah sawah (sumber:dokumen pribadi) 
salah satu kegiatan Live-in menjelajah sawah (sumber:dokumen pribadi) 

Manfaat Ekonomi Bagi Desa

Program "live-in" bagi masyarakat desa, seperti program "live-in siswa sekolah" atau "anak-anak kota ke desa," dapat memberikan berbagai manfaat ekonomi bagi masyarakat desa. Antara lain: 

Pendapatan Tambahan: Dengan adanya "live-in," masyarakat desa dapat menawarkan akomodasi, makanan, dan berbagai layanan kepada peserta program. Pendapatan dari penyediaan fasilitas ini dapat memberikan tambahan penghasilan bagi penduduk desa. Setidaknya warung-warung warga jadi laris oleh pembeli. Maksudnya, warung warga dijamin laris manis tanjung kimpul..hihihi. 

Peningkatan Permintaan Barang dan Jasa: Dengan adanya peserta program yang datang dari kota, permintaan terhadap barang dan jasa di desa dapat meningkat. Hal ini dapat memberikan peluang usaha bagi warga desa setempat, seperti penyediaan jajanan tradisional, transportasi ojek, kerajinan tangan, jual beli buah dan sayuran oleh oleh, dan sebagainya.

Pengenalan Budaya Lokal: Program "live-in" dapat memungkinkan peserta untuk mengenal lebih dekat budaya lokal dan tradisi desa. Dalam konteks ini, masyarakat desa dapat mempromosikan produk-produk lokal atau kerajinan tangan tradisional, yang dapat menarik minat dan dukungan finansial dari peserta program. Misalnya, pada pentas seni calung warga, peserta langsung "nyawer"para pemain kesenian calung oleh warga setempat. Itu yang terjadi di Desa Salem. 

Pembangunan Fasilitas: untuk menyambut program "live-in," masyarakat desa biasanya penulis sarankan untuk perlu meningkatkan fasilitas tempat penginapan, seperti: kamar mandi jangan kotor kumuh atau bolong bolong, jangan ada sarang  laba-laba hitam yang  membuat anak anak kota menjerit. "Kita boleh miskin, tetapi jangan kere kumuh atau kemproh. Itu sungguh nggilani", begitu saran penulis, disambut ngakak beberapa warga Desa Salem.hihihi.lucu lucu pokoknya. 

Upaya-upaya ini dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak anak kota yang  menginap di rumah warga. Biaya menginap dan makan selama Live-in itu umumnya diterima warga secara tunai dengan gembira. (kalau soal duit, kita selalu sat set sat set..hihi)

Beberapa warga kepada penulis sering nanya: "pak wibi, kapan ada lagi rombongan anak kota dari Jakarta? Tempat saya sudah siap ditempati lho, pak", begitu tawaran warga kepada  penulis. 

Penting untuk mencatat bahwa dampak ekonomi langsung dari program "live-in" dapat bervariasi tergantung pada cakupan dan tujuan program, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat desa, serta tingkat partisipasi dan dukungan dari semua pihak yang terlibat. 

makan siang tradisional dan sederhana (sumber:dokumen pribadi) 
makan siang tradisional dan sederhana (sumber:dokumen pribadi) 

Apa yang harus disiapkan atau ditata di pihak desa? 

Untuk menyambut program "Live-in siswa sekolah" atau "anak-anak kota ke desa", pihak desa terutama warga desa yang rumahnya dipakai untuk kegiatan, selain soal kebersihan yang harus di jaga. Secara umum, beberapa hal harus disiapkan atau ditata, antara lain: 

Akomodasi dan Penginapan: Pihak desa harus menyediakan fasilitas akomodasi yang memadai untuk menginapkan siswa-siswa dari kota. Setiap rumah yang "layak" dipakai kegiatan harus didata. Hal ini bisa berupa rumah tinggal sementara yang bersih, aman dan nyaman. Tidak harus mewah. Tetapi tidak juga harus jorok atau kumuh. 

Makanan dan Air Minum: Pastikan ada cukup persediaan makanan dan air minum yang mencukupi selama tinggal di desa. Bila ada makanan khas atau tradisional dari daerah tersebut, sebaiknya diikutsertakan sebagai bagian dari pengalaman kuliner siswa. Seperti: wedang  jahe, combro, gemblong, tiwul, tape goreng, grontol jagung, dan sebagainya. 

Kegiatan Pendidikan dan Kebudayaan: Siapkan jadwal rundown kegiatan yang mencakup pembelajaran tentang kehidupan di desa, budaya lokal, keterampilan tradisional, dan apapun yang unik tentang desa tersebut. 

Kegiatan ini dapat melibatkan sesi diskusi dengan tokoh masyarakat, kunjungan ke tempat-tempat penting di desa, dan demonstrasi keterampilan tradisional. 

Di Desa Salem, penulis sering melibatkan Pak Lurah (istilah lokalnya, Pak Kuwu), untuk sharing tentang sopan santun dan adat istiadat masyarakat setempat Desa Salem. Keren kan, iya nggak ya iyalah..hihihi. 

Kesehatan dan Keselamatan: Pastikan ada tim kesehatan yang siap digunakan jika diperlukan. Selain itu, pastikan keamanan lingkungan tempat tinggal sementara siswa dan pastikan bahwa semua langkah pencegahan untuk keamanan telah diambil. 

Penulis biasanya melibatkan tim karang taruna, pemuda setempat untuk soal keamanan peserta. Misalnya, mendampingi kegiatan anak anak kota, saat mandi bersama atau "Ciblon" di Sungai Ciherang yang mengalir di Desa Salem. 

Transportasi: Jika ada kebutuhan transportasi selama program, pastikan adanya sarana transportasi yang memadai untuk mengakomodasi perjalanan ke tempat-tempat di sekitar desa atau kegiatan lainnya yang direncanakan. Misalnya: ojek atau angkot milik warga. 

Kerjasama dengan pihak Sekolah: Jalin komunikasi yang baik dengan pihak sekolah sebelum kedatangan mereka ke desa. Koordinasikan jadwal rundown kegiatan, data penginapan rumah warga dan data siswa peserta, kebutuhan, dan harapan dari pihak sekolah, untuk memastikan program berjalan lancar.

Perizinan dan Izin: Pastikan bahwa semua izin dan perizinan yang diperlukan untuk menyelenggarakan program tersebut telah diperoleh dari otoritas yang berwenang. Misalnya perijinan kegiatan dari Polsek, dari Babinsa, dari RT/RW Kepala Desa, bahkan Camat jika  perlu. 

Persiapan Warga Desa: Libatkan warga desa dengan menginformasikan mereka tentang kedatangan siswa-siswa dari kota, tujuan program, dan bagaimana mereka dapat berkontribusi atau berpartisipasi dalam program ini.

Pengelolaan Sampah: Jika program ini melibatkan kegiatan di alam atau lingkungan, pastikan bahwa ada sistem pengelolaan sampah yang baik untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Desa yang sederhana, akan tampak asri dan mempesona jika lingkungan bersih terjaga, bebas dari sampah yang berserakan. Menurut penulis begitu. 

Pengawasan dan Pendampingan: Siapkan tim pendamping atau pengawas yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan siswa selama program berlangsung. Misalnya, petugas yang memantau jangan sampai ada anak yang lapar telat makan.

Persiapan yang baik dari pihak desa akan membantu memastikan bahwa program "live-in siswa sekolah" atau "anak-anak kota ke desa" berjalan dengan lancar dan memberikan pengalaman yang positif bagi semua peserta dan warga desa yang terlibat. 

Ciblon di sungai Ciherang (foto: dokumen pribadi)
Ciblon di sungai Ciherang (foto: dokumen pribadi)

Beberapa Tantangan Pelaksanaan Live-in

Pelaksanaan program "live-in" di desa dapat menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Menurut catatan penulis, beberapa tantangan utama yang mungkin dihadapi adalah:

Infrastruktur Terbatas: Beberapa desa mungkin memiliki infrastruktur yang terbatas, termasuk fasilitas akomodasi, akses transportasi yang sulit, dan sumber daya lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan desa untuk menyelenggarakan program "live-in" dengan lancar.

Sumber Daya Finansial: Biaya penyelenggaraan program "live-in" bisa menjadi tantangan bagi desa yang memiliki anggaran terbatas. Menyediakan akomodasi, makanan, dan kegiatan lainnya untuk peserta memerlukan sumber daya finansial yang memadai.

Keterbatasan Fasilitator atau Pendamping: Untuk mengawasi dan mengelola program "live-in" dengan baik, desa mungkin memerlukan tim pendamping atau fasilitator yang handal. Namun, keterbatasan sumber daya manusia yang berpengalaman bisa menjadi hambatan.

Komunikasi dan Bahasa: Jika peserta berasal dari luar daerah atau negara dengan bahasa yang berbeda, komunikasi dan bahasa dapat menjadi tantangan dalam menjalankan program dengan efektif.

Persiapan Logistik: Persiapan logistik yang efisien menjadi kunci kesuksesan program "live-in." Tantangan dapat timbul dalam hal kesiapan menyediakan makanan, akomodasi, transportasi, dan kebutuhan lainnya bagi peserta.

Pengenalan dan Penerimaan Masyarakat: Dalam beberapa kasus, masyarakat desa mungkin merasa enggan atau kurang familiar dengan konsep "live-in" dan pengalaman yang melibatkan peserta dari luar daerah (pendatang). Bisa jadi ini karena kurangnya sosialisasi program pada warga setempat. 

Pengelolaan Dampak Lingkungan: Jika program "live-in" melibatkan kegiatan di alam atau lingkungan desa, tantangan dapat timbul dalam pengelolaan dampak lingkungan, termasuk pengelolaan sampah dan pelestarian alam.

Keselamatan dan Keamanan: Program semacam ini juga perlu mempertimbangkan aspek keselamatan dan keamanan peserta, terutama jika program melibatkan kegiatan fisik atau petualangan di alam terbuka.

Perbedaan Budaya dan Adat: Perbedaan budaya dan adat antara peserta dan masyarakat desa dapat mempengaruhi interaksi dan pemahaman saling antara keduanya.

Beberapa Solusi di Lapangan

Nah, pertinyikinyi atau pertanyaannya selanjutnya: bagaimana mengatasi tantangan dalam pelaksanaan program "live-in" di atas? Berikut adalah beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:

Perencanaan Matang: Lakukan perencanaan yang matang sebelum pelaksanaan program. Identifikasi semua aspek yang perlu dipersiapkan, seperti akomodasi, makanan, transportasi, fasilitator, dan kebutuhan logistik. Buat jadwal rundown yang rinci dan pastikan semua persiapan telah diselesaikan sebelum kedatangan peserta ke desa.

Kolaborasi dengan Pihak Terkait: Libatkan pihak-pihak terkait, termasuk masyarakat desa, kelompok masyarakat, petugas keamanan, dan organisasi setempat dalam perencanaan dan pelaksanaan program. Kolaborasi ini akan membantu mendapatkan dukungan, pengetahuan lokal, dan partisipasi aktif dari masyarakat desa.

Diversifikasi Sumber Pendanaan: Cari cara untuk mendiversifikasi sumber pendanaan program. Selain mengandalkan anggaran desa, pertimbangkan juga untuk mencari dana dari sponsor, donatur, atau bantuan pemerintah dan organisasi lainnya yang tertarik pada program yang diadakan di desa. 

Penulis biasanya melibatkan pihak sekolah untuk membayar beaya kegiatan 50% sebagai DP kegiatan siswa di desa. Sisanya 50% dibayarkan pada saat kegiatan di desa. 

Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia: Pastikan ada tim pendamping atau fasilitator yang handal, untuk mengelola program. Jika perlu, berikan pelatihan tambahan kepada anggota masyarakat desa yang akan terlibat dalam program. Misalnya, melibatkan tim karang taruna. 

Pendekatan Komunikasi yang Efektif: Gunakan pendekatan komunikasi yang efektif untuk membangun pengenalan dan penerimaan masyarakat desa terhadap program. Sosialisasikan program dengan cara yang mudah dipahami dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan.

Pengelolaan Lingkungan yang Berkelanjutan: Jika program melibatkan kegiatan di alam atau lingkungan desa, pastikan ada rencana pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak negatif dan menjaga kelestarian alam.

Pemberdayaan Masyarakat: Libatkan warga desa dalam perencanaan dan pelaksanaan program secara aktif. Dorong partisipasi mereka dalam kegiatan, pembuatan keputusan, dan manajemen program agar mereka "merasa memiliki" dan turut bertanggung jawab terhadap kesuksesan program.

Evaluasi dan Pembelajaran: Setelah program selesai, lakukan evaluasi menyeluruh untuk mengidentifikasi apa yang berhasil dan apa yang perlu ditingkatkan di masa mendatang. Pelajari pelaksanaan program dan pelibatan masyarakat desa dan pihak sekolah, dan gunakan pengalaman ini untuk meningkatkan program di masa depan.

Melalui perencanaan yang matang, kolaborasi yang erat dengan masyarakat desa, dan pendekatan yang inklusif, program "live-in" di desa dapat berhasil memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dan menciptakan pengalaman yang bermakna dan positif.

kegiatan games melatih kerjasama tim siswa (sumber:dokumen pribadi)
kegiatan games melatih kerjasama tim siswa (sumber:dokumen pribadi)

Seruput lagi Kopinya 

Menyudahi ulasan ini, penulis berpesan lakukan yang terbaik di pihak desa untuk menyambut tamu desa, yaitu potensi ribuan anak anak kota dalam program Live-in sekolah. 

Semoga kegiatan yang positif dan berdampak langsung secara ekonomi bagi warga ini berjalan lancar, desa semakin maju dan berkembang di segala bidang. Semoga ulasan ini menginspirasi bagi desa desa untuk menata diri. 

Sudah ya.mari kita seruput lagi teh dan kopinya. Eit kopi saya telah tandas di dasar gelas, kopimu bagaimana? Ya sudahlah. bye bye.. 

Selesai.

Penulis adalah mantan fasilitator dari beberapa program Live-in anak anak kota, siswa SMP/SMA dan Mahasiswa, di Desa Salem, Purwakarta, Jawa Barat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun