Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku Ingin Centang Biru Kompasiana, Seperti pada Dinding Mereka

10 Juli 2023   08:01 Diperbarui: 11 Juli 2023   08:33 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aku ingin centang biru (screenshot/wibhyanto)

Aku ingin Centang Biru Kompasiana, Seperti pada Dinding Mereka 

Hari ini, 10 Juli 2023, tepat Tiga Bulan usia dinding Kompasianaku! Tanpa tepuk tangan dan kue, gorengan atau apa. Kompasianaku berulang bulan. lalu apa? Make Your Wish: "Aku Ingin Centang Biru Kompasiana, Seperti pada Dinding Mereka"

Aku ingin Centang Biru Kompasiana, seperti terpateri pada dinding mereka, para jawara penulis tangguh Kompasiana itu. Pikirku waktu nun di kala itu, 10 April 2023, ketika kumulai satu langkah  awal bergabung di Kompasiana.

Aku melihat Centang Biru mirip seperti bendera yang berkibar di puncak bukit, dikelilingi orang-orang yang melonjak-lonjak di sekitarnya. Setidaknya itu yang sempat kubayangkan pada waktu itu, sementara posisiku masih di rerumputan landai, di kaki bukit itu. Dikelilingi semak belukar penuh iklan. 

Aku harus mulai melangkah, berjalan mendaki bukit itu, dan semoga kelak sampai di puncak, meraih bendera Centang Biru yang berkibar kibar, bagai nyiur melambai, di atas bukit jauh di atas sana itu. Begitulah pikiran dan bayanganku, nun di kala itu.

Bagiku, Centang Biru bukan sekadar tanda bendera berkibar di puncak bukit, tetapi lebih tampak sebagai titik pencapaian, atau sebuah perhentian, atau semacam tempat waktu menjeda, saat menghela napas usai sebuah pendakian, perjuangan berdarah darah, penuh onak berduri iklan dan iklan lagi, jebakan betmen juga dimana-mana. Begitu pikirku, nun di kala itu.

Aku ingin Centang Biru itu, untuk menghiasi dinding ku, bukan untuk mengikuti gerakan ikut ikutan, tidak. Aku mau menandai dindingku dengan centang biru, sebagai sebuah perhentian yang layak untuk dirayakan, secara diam diam. Begitu pikirku, nun di kala itu.

Aku suka Centang Biru, seperti tampak terpateri pada dinding para penulis handal itu. Birunya menggores tegas pada titik akhir sebuah nama, dimana ujungnya menggurat lancip ke atas bagai kilat. Itu Centang Biru yang keren, pikirku di nun kala itu.

Dari rerumputan kaki bukit itu aku melihat ke atas, tampak di puncak bukit Centang Biru, sekumpulan orang-orang seperti berjingkrak menari menari, mengitari bendera centang biru. Sebagian di antara mereka tampak duduk-duduk saja, sambil menyeruput kopi sepertinya.

Ya, Centang Biru adalah puncak bukit pencapaian yang patut dirayakan, tidak penting bagaimana musti merayakan. Walau mungkin itu hanya bersama segelas kopi, tak mengapa. Sebab di puncak bukit Centang Biru, semua orang sepertinya berpikir bukan tentang langkah artikel apalagi yang musti ditulis lagi ke depan. Bukan itu. Tetapi marilah merayakan Centang Biru kita masing-masing. Begitulah barangkali pikiran mereka, orang-orang di atas bukit sana itu. Begitulah pikiran dan bayanganku, nun di kala itu.

Aku ingin Centang Biru Kompasiana, tetapi bagaimana memperolehnya?

Selagi mematut diri, larut dalam lamunan dan harapan keinginan mendapat Centang Biru itu, sebuah keinginan absurd, keinginan yang hambuhlah, keinginan yang rempeyek remeh temeh, tidak penting dan tak seberapa itu, tiba-tiba Minggu 9 Juli 2023 kemarin, sekilas pesan dari mimin berkelebat masuk dalam rupa Chat: Jring!

"Tambah 1 konten Headline lagi, untuk raih kesempatan menjadi Kompasianer Terverifikasi (Centang Biru)! Baca info tentang Akun Terverifikasi di sini", tulis mimin.

Gandrik! Putune mbah Wiropati! apakah ini suatu halusinasi? Pikirku mbengok alias teriak dalam hati. Saya beringsut beberapa jeda ke belakang, setelah membaca  pesan itu, setengah tak percaya. Ternyata pesan itu sungguh nyata. Beneran!

Keinginan lama nun di kala itu yang pernah sempat pula meredup, bahkan dimana sempat kuputuskan "Aku tak Butuh Centang Biru" fatamorgana itu, menulis ya menulis saja, ngapain ngurusin yang bukan urasanmu. Centang Biru itu hak prerogatif mimin. Ya terserah mimin mau dikasih ke siapa saja. Ngapain diurusin. Begitu kataku kepada diriku sendiri, nun di kala itu, sambil terus menerus menulis.

Selanjutnya aku mengamuk. Sebagai penulis Ndeso, warung cangkruk dari lereng Merapi aku amateg suatu ajian kuno, semacam sebuah mantera "Lisji Lisbeh, Nulis Siji, Nulis Kabeh".

"Aku putune mbah Wiropati. Pergilah segala kemalasan pikiran dari tempat ini!". Diyes. Kewer kewer.

 Semenjak itu aku menulis apa saja, seperti orang kesurupan puluhan dhemit Merapi, aku menulis dalam berbagai jurus jurus ndeso Khas Merapi. Ada cerbung, cerpen, puisi, motivasiana, travel story, sosbud, politik, Pendidikan, otomotif, dan banyak lagi. Semua kujajal satu satu, kutulis apasaja, bukan karena oleh keinginan mendapat Centang Biru, eitt sory ya Centang Biru bukan itu tujuan menulisku di Kompasiana. Begitu pikirku di kala itu. 

Maka bebeapa lomba dan kompetisi lalu kuhajar, eh maksudku kuikuti, dan beberapa kali juwara 1. Beberapa kali keok! Sokor, batinku di kala itu. Makanya nulis ya nulis saja. 

 Aku tak peduli, mau juwara cerpen horor kek atau enggak, aku tak peduli. Kutulis segalanya sebagai horor!. Aku mengamuk, menulis ya menulis saja. Ngapain ngurusin. Walaupun pernah dapat hadiah sebagai juara 1 berupa pulsa 25 ribu itu. Keren hadiahnya.

 Sejak 10 April 2023 aku menulis pertama kali di Kompasiana, hingga Senin hari ini 10 Juli 2023, sudah 145 arrtikel. Aku sendiri kaget, mosok sebanyak itu? Tetapi lagi lagi, aku tak peduli, menulis ya menulis saja, bahkan rasa ingin mendapat Centang Biru, sepertinya lamat lamat hal itu sudah memudar.

"Dikasih Centang Biru ya bagus,tidak ya tidak apa apa. Menulis ya menulis saja"

Begitulah pikirku sekarang, sesederhana itu. Menulis ya menulis saja terus. "Ora usah mikir neko neko, ngapain nolah noleh, ngapain punya keinginan ini itu, ora usah aeng aeng..", begitu bisikan sosok Horor, mbah Wiropati, yang sempat kutulis dalam artikel apa itu lupa, kapan itu.

Begitulah pikirku kini, dalam hati. Salam literasi.

SELESAI Jakarta, Senin 10 Juli 2023

ilustrasi dapat surat cinta dari mimin kompasiana (foto:wibhyanto/dokumen pribadi) 
ilustrasi dapat surat cinta dari mimin kompasiana (foto:wibhyanto/dokumen pribadi) 

ilustrasi lulus K Reward (foto wibhyanto/dokumen pribadi) 
ilustrasi lulus K Reward (foto wibhyanto/dokumen pribadi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun