Gua Maria Sendangsono: Wisata Religi Katolik Berarsitektur UnikÂ
Angin mengalir lembut menerpa wajah dan hawa dingin ketika saya tiba di tempat ini. Suasana alam sekitar yang sakral, pepohonan Sono besar dan rindang, serta kompleks bangunan yang unik dan menawan, adalah kesan pertama saya memasuki tempat ziarah atau wisata religi bagi Umat Katolik ini.
"Nderek Dewi Mariah, temtu geng kang manah, mboten yen kuwatosa, ibu njangkung tansah, Kanjeng ratu ing swarga, amba sumarah samya, sang Dewi sang Dewi mangestonana, sang Dewi sang Dewi mangestonana", sesayup orang menyanyi.Â
"mengikut Dewi Maria, tentu membesarkan hati, tak mungkin khawatir, ibu senantiasa menolong, Kanjeng ratu di surga, hamba semua berserah, sang Dewi sang Dewi berkatilah (kami)", begitulah kira kira terjemahan bebasku.
Sesayup serombongan kecil umat Katolik itu menyanyikan lagu "Nderek Dewi Mariah" dan mendaraskan doa-doa Rosario. Sebagian umat lainnya duduk berdoa, bersila bersama mengelilingi Gua Maria. Serombongan lainnya, tengah berdoa jalan salib di kompleks area spiritual itu.Â
Di pelataran doa, terdapat dua pohon Sono yang rindang, dimana sesulur akar pohon itu telah menjuntai ke bawah seperti rambut gimbal, menandakan betapa tua usia pohon Sono ini.
Di bawah kedua pohon ini, terdapat sumber mata air yang tak pernah habis airnya walau di musim kemarau. Sebagian peziarah tampak mengambil air itu sebagai simbol berkah dari Bunda Maria, di tempat yang disucikan ini.
Tempat ini bernama Gua Maria Sendangsono, sebuah tempat wisata religi umat Katolik yang terkenal di Jawa Tengah. Berlokasi di kaki perbukitan Menoreh, desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Jalan Kecil Menuju Keberkahan
Kompleks ziarahGua Maria Sendangsono dapat diakses melalui jalan kecil yang memiliki kondisi naik-turun yang cukup terjal dan sedikit rusak di beberapa titik. Meskipun begitu, jalan tersebut masih dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
Saat memasuki jalan menuju lokasi, peziarah akan melihat kios-kios penjual cindera mata dan barang-barang rohani yang terhampar di sepanjang jalan.
Di tempat ini, mereka dapat membeli lilin, jerigen, atau botol berbentuk patung Bunda Maria sebagai wadah untuk menyimpan air suci Sendangsono.
Kompleks ziarah Gua Maria Sendangsono memiliki luas hampir 1 hektar. Setelah melewati pintu gerbang masuk, peziarah akan menemukan rute jalan salib besar.
Jalan salib ini dimulai di gereja Paroki Promasan yang terletak di bawah kompleks ziarah Gua Maria Sendangsono. Peziarah yang ingin mengunjungi gereja tersebut dapat mengakses jalan yang terletak beberapa ratus meter sebelum lokasi parkir Sendangsono dengan mengikuti petunjuk jalan yang tersedia.
Umumnya gereja Paroki Promasan menjadi titik awal dari jalan salib yang telah ada sejak lama. Jarak tempuh jalan salib ini sekitar 1 kilometer.
Di sebelah kanan, terdapat juga rute jalan salib baru yang lebih kecil. Perhentian ke perhentian dalam rute ini sangat pendek, hanya membutuhkan beberapa langkah saja.
Diorama-diorama yang menggambarkan kisah sengsara Yesus Kristus tersedia dalam bentuk yang lebih kecil dan dilindungi oleh semacam atap.
Setelah melewati seluruh rute jalan salib, peziarah akan memasuki pelataran yang terletak di bagian bawah area tengah kompleks. Di bagian bawah ini, terdapat keran-keran air yang digunakan untuk mengambil air dari mata air suci Sendangsono. Air tersebut dialirkan dari titik sumber mata air yang berada dekat pohon Sono.
Meskipun akses ke kompleks ziarah Gua Maria Sendangsono mungkin menantang dengan kondisi jalan yang terjal dan sedikit rusak, perjalanan tersebut dihayati oleh peziarah, menjadi bagian dari pengalaman spiritual iman.
Ketekunan dan semangat peziarah untuk mencapai tempat suci ini menjadi simbol keberanian dan kesungguhan dalam menemui keberkahan.
Memperoleh Penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia
Pada tahun 1991, kompleks bangunan Gua Maria Sendangsono memperoleh pengakuan yang luar biasa atas keindahan dan keunikan arsitekturnya. Penghargaan tersebut diberikan oleh Ikatan Arsitek Indonesia dalam kategori kelompok bangunan khusus, menegaskan tempat istimewa Sendangsono di dunia arsitektur.
Penghargaan ini bukanlah sembarang pengakuan, melainkan sebuah penghormatan yang menegaskan prestasi dan kualitas luar biasa dari Gua Maria Sendangsono.
Kompleks bangunan ini dibangun secara bertahap sejak tahun 1974 dengan mengandalkan sumbangan sukarela dari umat.
Dalam proses pembangunan, arsitek romo YB Mangunwijaya (almarhum)Â memberikan sentuhan yang khas dengan menggabungkan unsur-unsur arsitektur vernakular dan budaya Jawa yang kaya.
Penggunaan bahan bangunan lokal, seperti kayu dan batu, yang ramah lingkungan juga menjadi salah satu ciri khas Sendangsono. Material-material tersebut tidak hanya mencerminkan kesadaran akan keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menambah pesona alami kompleks bangunan tersebut.
Keunikan arsitektur Gua Maria Sendangsono terpancar melalui setiap bangunannya, seperti 13 titik jalan salib, altar, ruang doa, dan gazebo tempat istirahat peziarah. Konsep bangunan kompleks ini memadukan harmoni antara spiritualitas, keindahan alam sekitar, dan kearifan lokal.
Hingga kini, Gua Maria Sendangsono telah menjadi destinasi ziarah yang terkenal dan menginspirasi banyak orang.
Keindahan alam yang memukau, arsitektur yang memperlihatkan kekayaan budaya lokal, dan kehadiran Bunda Maria yang memancarkan ketenangan dan keberkahan, semuanya menjadi daya tarik utama bagi para peziarah umat Katolik.
Ramai di Bulan Mei dan Oktober
Tempat ziarah ini biasanya ramai dikunjungi oleh umat katolik dari berbagai kota besar, termasuk Jakarta, terutama pada bulan Mei sebagai bulan Maria dan bulan Oktober sebagai bulan Rosario.
Namun di hari hari biasa, Sendangsono tetap menawan, mempertahankan warisan keagamaan yang berharga, dan memberikan inspirasi kepada setiap orang yang mengunjunginya.
Sesayup sekelompok peziarah lainnya, menyanyikan "Nderek Dewi Mariah", terdengar seperti hendak mengiringi saya saat beranjak pergi, meninggalkan tempat ziarah Rohani ini.
"Nadyan manah getera, dipun godha setan, Nanging batos engetnya, wonten pitulungan, Wit sang Puteri Maria, mangsa tega anilar, Sang Dewi, Sang Dewi mangestonana, Sang Dewi, Sang Dewi mangestonana",
Walaupun hati bergetar, digoda oleh setan, namun batin diingatkan, ada pertolongan, sebab sang Putri Maria, tak mungkin tega meninggalkan, sang Dewi sang Dewi berkatilah (kami)-Â begitu terjemahan bebasku.
SELESAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H