Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Anak Berbuat Tindak Pidana, Harus Dihukum Bagaimana?

7 Juni 2023   20:42 Diperbarui: 16 Juni 2023   15:15 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pidana anak, sumber: freepik.com/ design Canva.com

Tindak pidana, kejahatan atau kriminal dilakukan oleh anak di bawah umur, ramai diberitakan di media massa akhir-akhir ini. Di antaranya, penganiayaan, perundungan, pemerkosaan, dan pembunuhan. 

Pertanyaannya, apakah anak pelanggar hukum dan pelaku tindak pidana itu pantas dihukum dan dipidana? Hukuman yang bagaimana yang sesuai mengingat usia mereka masih muda, dan belum dewasa atau masih disebut anak- anak? 

Tindak pidana anak, juga dikenal sebagai kejahatan anak, merujuk pada perilaku kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Sistem hukum di berbagai negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam menangani tindak pidana anak.

Tindak pidana anak dapat meliputi berbagai jenis kejahatan, seperti pencurian, perampokan, penyerangan fisik, pemerkosaan, pembunuhan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, vandalisme, dan lain sebagainya. 

Namun, tergantung pada yurisdiksi hukum yang berlaku, ada pembatasan dan perlakuan khusus yang diberlakukan terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana.

Pendekatan yang berbeda dapat digunakan dalam menangani tindak pidana anak, di antaranya: sistem peradilan remaja yang terpisah, proses pengadilan yang lebih rahasia, fokus pada rehabilitasi, dan penggunaan sanksi alternatif seperti peringatan, pengawasan komunitas, rehabilitasi sosial, atau tindakan restoratif.

Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk bertobat, belajar dari kesalahan mereka, dan menghindari kegiatan kriminal di masa depan.

Penting untuk dicatat bahwa respons terhadap tindak pidana anak dapat bervariasi di beberapa negara dalam sistem hukum yang berbeda.

Penanganan Tindak Pidana Anak di Beberapa Negara

Berikut adalah beberapa contoh pendekatan yang digunakan dalam menangani tindak pidana anak di beberapa negara, di antaranya:

Amerika Serikat: Di Amerika Serikat, sistem peradilan anak umumnya didasarkan pada pendekatan rehabilitatif. 

Anak-anak yang terlibat dalam tindak pidana dapat dihadapkan pada berbagai tindakan, seperti peringatan, penasehatan, pengawasan komunitas, program rehabilitasi, atau penempatan di fasilitas pemasyarakatan khusus untuk anak-anak. 

Hukuman berat seperti penjara biasanya dihindari kecuali untuk kasus-kasus yang sangat serius.

Inggris: Di Inggris, sistem peradilan anak memiliki fokus pada rehabilitasi dan reintegrasi. Anak-anak yang melakukan tindak pidana dapat ditempatkan di bawah perintah pemasyarakatan, di mana mereka ditempatkan di bawah pengawasan, menjalani program rehabilitasi, atau diberikan tindakan restoratif seperti memperbaiki kerusakan yang mereka sebabkan. 

Pendekatan ini bertujuan untuk membantu anak-anak mengembangkan pemahaman tentang konsekuensi dari tindakan mereka dan mencegah perilaku kriminal di masa depan.

Jepang: Di Jepang, sistem peradilan anak menerapkan pendekatan yang berorientasi pada pendidikan. Anak-anak yang terlibat dalam tindak pidana dapat ditempatkan di bawah pengawasan dan didorong untuk menghadiri program pendidikan khusus yang bertujuan untuk mengubah perilaku mereka. 

Sistem ini menekankan pentingnya membangun hubungan antara anak-anak dan keluarga mereka, serta melibatkan masyarakat dalam upaya rehabilitasi.

Swedia: Di Swedia, pendekatan peradilan anak didasarkan pada prinsip kesejahteraan anak. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi kepentingan terbaik anak, mendorong rehabilitasi, dan mencegah kriminalitas di masa depan. 

Anak-anak yang melakukan tindak pidana dapat ditempatkan di bawah pengawasan, menjalani program rehabilitasi, atau menerima dukungan konseling. Sanksi berat seperti penjara dihindari kecuali dalam kasus-kasus yang sangat serius.

Bagaimana di Indonesia 

Di Indonesia, sistem peradilan anak didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tujuan utama dari sistem peradilan anak di Indonesia adalah rehabilitasi dan reintegrasi anak yang terlibat dalam tindak pidana ke dalam masyarakat.

Berikut adalah beberapa aspek yang terkait dengan hukuman tindak pidana anak di Indonesia:

Pendekatan rehabilitatif: Sistem peradilan anak di Indonesia menekankan pada rehabilitasi sebagai pendekatan utama. 

Anak yang terlibat dalam tindak pidana diharapkan mendapatkan rehabilitasi fisik, psikologis, dan sosial untuk membantu mereka mengubah perilaku dan mencegah kriminalitas di masa depan.

Perlindungan hak anak: Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menekankan perlindungan hak-hak anak yang terlibat dalam tindak pidana. 

Anak memiliki hak untuk didengar, diwakili, dan mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan usia mereka. Mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, perawatan kesehatan, dan rehabilitasi yang memadai.

Sanksi dan tindakan rehabilitasi: Sistem peradilan anak menyediakan berbagai pilihan sanksi dan tindakan rehabilitasi. 

Contohnya meliputi pembinaan, pemulangan ke keluarga, perawatan pengganti, pembinaan dan pelayanan dalam masyarakat, pengawasan bersyarat, pembinaan dalam lembaga pembinaan, dan tindakan restoratif. Pilihan sanksi dan rehabilitasi ini didasarkan pada pertimbangan usia, tingkat keterlibatan, dan kepentingan terbaik anak.

Perlakuan khusus untuk anak di bawah umur 12 tahun: Anak di bawah umur 12 tahun dianggap belum memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan pidana dan tidak dapat dihukum. Namun, mereka dapat mendapatkan pembinaan dan perawatan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Perlindungan identitas: Sistem peradilan anak di Indonesia juga memberikan perlindungan terhadap identitas anak yang terlibat dalam tindak pidana. 

Identitas mereka dijaga kerahasiaannya untuk melindungi privasi dan meminimalkan stigmatisasi yang dapat mempengaruhi reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.

Penting untuk dicatat bahwa implementasi sistem peradilan anak di Indonesia dapat berbeda-beda dan tergantung pada praktik dan kebijakan yang berlaku di masing-masing daerah. 

Upaya terus dilakukan untuk memperbaiki dan memperkuat sistem peradilan anak di Indonesia agar lebih efektif dalam mewujudkan rehabilitasi dan reintegrasi anak yang terlibat dalam tindak pidana.

Apakah anak yang melakukan tindak Pidana tetap harus diadili?

Ya, anak yang melanggar hukum dapat diadili dalam sistem peradilan anak yang sesuai dengan undang-undang. 

Namun, dalam banyak negara, pendekatan yang diterapkan terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana adalah rehabilitasi dan reintegrasi, bukan hanya hukuman. 

Tujuannya adalah untuk membantu anak tersebut mengubah perilaku, menghindari kegiatan kriminal di masa depan, dan memfasilitasi reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.

Sistem peradilan anak sering kali memiliki proses pengadilan khusus yang dirancang untuk anak-anak, termasuk penggunaan bahasa dan pendekatan yang sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan mereka. 

Anak-anak biasanya memiliki hak-hak tertentu selama proses pengadilan, seperti hak untuk didengar, diwakili oleh penasihat hukum, dan privasi terkait identitas mereka.

Selama proses pengadilan anak, pertimbangan khusus diberikan terhadap usia anak, kepentingan terbaik mereka, dan faktor-faktor lain yang relevan, seperti latar belakang sosial, pendidikan, dan keadaan keluarga. Sanksi dan tindakan rehabilitasi yang sesuai dengan hukum negara tersebut dapat dijatuhkan sebagai respons terhadap tindak pidana anak.

Prinsip-prinsip yang Mengatur

ilustrasi pidana anak, sumber: freepik.com/ design Canva.com
ilustrasi pidana anak, sumber: freepik.com/ design Canva.com

Prinsip-prinsip dasar yang mengatur perlakuan terhadap anak yang melanggar hukum biasanya didasarkan pada perlindungan hak-hak anak, rehabilitasi, dan reintegrasi ke dalam masyarakat.

Prinsip-prinsip tersebut umumnya diatur melalui peraturan, undang-undang, dan instrumen internasional yang berkaitan dengan perlindungan anak dan sistem peradilan anak. 

Berikut ini beberapa peraturan dan undang-undang yang mungkin mencakup prinsip-prinsip tersebut:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Undang-undang ini mengatur sistem peradilan anak di Indonesia dan memberikan pedoman tentang perlakuan yang adil dan sesuai bagi anak yang melanggar hukum.

Konvensi Hak-hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention on the Rights of the Child, UNCRC). 

Konvensi ini adalah instrumen internasional yang menyediakan kerangka kerja untuk perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perlindungan anak dan sistem peradilan anak terdapat dalam konvensi ini.

Pedoman Beijing tentang Pengaturan Pelaksanaan Persidangan dan Peradilan Pidana Anak, yang disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1985. 

Pedoman ini memberikan panduan bagi negara-negara anggota dalam mengatur sistem peradilan anak yang adil dan sesuai dengan hak-hak anak.

Pedoman Minimum PBB mengenai Administrasi Peradilan Anak (United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice, "The Beijing Rules"). 

Pedoman ini memberikan prinsip-prinsip dan standar internasional dalam mengatur administrasi peradilan anak, termasuk prinsip-prinsip tentang perlakuan yang adil dan rehabilitasi anak.

Selain itu, prinsip-prinsip tersebut juga dapat dijabarkan lebih lanjut dalam kebijakan dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh lembaga dan otoritas terkait di tingkat nasional atau regional, yang mungkin memuat rincian tentang perlakuan yang adil bagi anak yang melanggar hukum.

Peranan Orangtua dan Masyarakat

Peranan orangtua dalam konteks anak yang terlibat dalam tindak pidana, antara lain:

Mendidik dan membimbing: Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka tentang nilai-nilai yang benar, etika, dan perilaku yang diterima dalam masyarakat. 

Mereka harus memberikan bimbingan yang tepat, memperkuat perilaku positif, dan membantu anak-anak mengembangkan pemahaman tentang konsekuensi dari tindakan kriminal.

Pengawasan: Orangtua harus memberikan pengawasan yang memadai terhadap anak-anak mereka, termasuk memantau kegiatan mereka, lingkungan pertemanan, dan penggunaan teknologi. 

Dengan memperhatikan dan terlibat secara aktif dalam kehidupan anak, orangtua dapat membantu mencegah perilaku yang melanggar hukum.

Pemenuhan kebutuhan: Orangtua harus memenuhi kebutuhan dasar anak seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan emosional. Dengan menyediakan lingkungan yang stabil dan mendukung, orangtua dapat membantu mencegah anak dari situasi yang berisiko atau terlibat dalam perilaku kriminal.

Pemulihan dan rehabilitasi: Jika anak terlibat dalam tindak pidana, orangtua memiliki peran penting dalam mendukung proses rehabilitasi anak. Mereka dapat berpartisipasi dalam program rehabilitasi, mendukung anak secara emosional, dan membantu dalam reintegrasi anak ke dalam masyarakat setelah masa hukuman.

Peran Masyarakat, antara lain:

Pendidikan dan Kesadaran: Masyarakat memiliki peran dalam meningkatkan kesadaran tentang masalah tindak pidana anak dan pentingnya mendukung rehabilitasi anak. 

Program pendidikan, kampanye sosial, dan kegiatan komunitas dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang faktor risiko, pencegahan, dan reintegrasi anak yang melanggar hukum.

Pemberian Kesempatan: Masyarakat dapat membantu dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk terlibat dalam kegiatan positif, seperti olahraga, seni, dan kegiatan sosial. 

Dengan memberikan alternatif yang sehat dan membangun, masyarakat dapat membantu anak mengembangkan minat dan keterampilan yang positif.

Dukungan Reintegrasi: Masyarakat harus menerima anak yang telah melewati proses rehabilitasi dan membantu mereka dalam reintegrasi ke dalam masyarakat. Dukungan sosial, peluang pendidikan, dan kesempatan kerja yang adil dapat membantu anak membangun masa depan yang positif dan menghindari keterlibatan kriminal di masa mendatang.

Kolaborasi dengan Lembaga Terkait: Masyarakat dapat bekerja sama dengan lembaga dan organisasi terkait, seperti lembaga rehabilitasi anak, lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan lembaga keamanan, untuk memastikan koordinasi yang efektif dalam memberikan perlindungan, rehabilitasi, dan reintegrasi bagi anak yang terlibat dalam tindak pidana.

Melalui peran aktif orangtua dan dukungan dari masyarakat, anak-anak yang melanggar hukum memiliki peluang yang lebih baik untuk mengubah perilaku mereka, belajar dari kesalahan, dan membangun masa depan yang positif.

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun