Pulanggeni Gugur (#23)
Njaban Beteng, Kotapraja
Di tempat lain, di Njaban Beteng Kotapraja, betapa terkejut Pulanggeni dalam semadinya. Dia merasakan ada kekuatan gaib lain yang begitu berpengaruh kuat dan telah menebar di langit Kotapraja Mangir. Daya kekuatan gaib berwujud cahaya biru di langit Kotapraja yang menyilaukan mata itu, telah menyerap dan bahkan mematikan segala ajijaya kawijayan yang ada di Kotapraja. Termasuk segala kesaktian dan daya kekuatan gaib yang dimiliki oleh Pulanggeni sendiri. Bahkan seluruh kekuatan Gendam Jiwo dan Teluh Wiso yang mencengkeram sebagian besar penduduk Kotapraja Mangir, kini telah sirna sama sekali. Dua ajian andalan kelompok Nogo Kemuning itu benar-benar telah luntur tak memiliki daya keampuhan sama sekali. Keadaan ini menyebabkan tubuh Pulanggeni tiba-tiba lemas, pucat layu seperti kuntum bunga yang habis sari pati keindahannya.Â
"Baruklinting...", desisnya. Matanya memerah penuh kemarahan, namun tubuhnya kini telah tak berdaya. Tubuhnya benar-benar lumpuh akibat semua daya kesaktiannya telah sirna.Â
Tidak terlalu sulit bagi Pulanggeni untuk menentukan siapa yang menebar keadaan demikian. Pulanggeni tahu bahwa itu ulah Baruklinting.Â
"Baruklinting dibalik ini semua", desisnya berulang-ulang. Napasnya tersengal-sengal oleh kemarahan yang besar. Dia berusaha sekuat tenaga mengatasi tubuhnya yang kian melemah.Â
Maka segera saja, dengan segala daya yang tersisa dia memerintah segenap pasukannya untuk berkumpul, melawan Baruklinting dan para pendukungnya.Â
Bahkan Pulanggeni lalu menetapkan hati mengambil keputusan, mengambil kekuasaan Mangir sepenuhnya dari tangan Baruklinting. Namun keinginannya yang menggelora itu tak seimbang dengan keadaan raganya yang kian layu.Â
Bahkan menggeser tubuhnya sendiri pun Pulanggeni kini tak mampu. Keadaan ini benar-benar membuatnya frustasi, kecewa dan marah. Gerakannya menjadi semakin tak terkendali. Benda apa saja yang diraih seperti piring atau kendi di dekatnya, dia lemparkan sekenanya ke segala arah. Benda-benda itu pecah berantakan, berkeping-keping. Kesadaran nalar pikirannya pun turut melemah seketika. Hanya tersisa ucapan kotor segala serapah yang akhirnya keluar dari dalam mulutnya. Nalarnya telah goyah. Ucapannya meracau tak menentu. Pulanggeni sekarat.Â
Seluruh anak buahnya yang sedari tadi mengelilinginya, bahkan menjadi iba melihat kondisi Pulanggeni seperti itu. Di saat yang sama pun, kekuatan gerombolan Nogo Kemuning turut lumpuh seketika. Pasukan Bayangan Hitam tak lagi sakti. Daya kekuatan cahaya biru yang menyilaukan mata dari daya pusaka Tombak Baruklinting itu benar-benar tak pandang bulu. Semua daya kesaktian mereka terlibas habis rata dengan tanah, lebur bagai debu, berkeping-keping sak walang walang!Â
Maka dengan kekuatan yang masih tersisa, gerombolan Nogo Kemuning hendak berangkat menyerang Baruklinting di Ndalem Wanabayan. Tetapi terlambat. Tiba-tiba Baruklinting bersama pasukan dan pendukungnya, telah terlebih dahulu menyerang kediaman Pulanggeni itu.Â
Segala ajijaya kawijayan kelompok Nogo Kemuning itu pun luluh lantak, menjadi tak berguna. Sebab tuah tombak Baruklinting yang dibawa oleh Baruklinting dalam penyerangan itu, telah mematikan dan menyerap semua daya kekuatan gaib apapun itu.Â