Ketika waktu adalah buku
berjilid jilid halaman telah kita habiskan
membingkai hamparan dalam kertas kosong
Sejak pergi tanpa catatan kaki, hitam atau putih
mengelindan sama saja, katamu bergumam
Aku tubuh tanpa ruh, masih mencari jawaban bait
puisi terakhirmu terselip dahulu entah dimana
Kemana, selama ini pergi? sergahmu
Tetapi mengapa aku kelu di satu paragraf yang tersecer
tak sanggup menyudahi: "Cerita Pendek dalamÂ
Cinta yang Panjang" ini?Â
Jika terlanjur begini, kuberi judul apa? katamu tertawa
Sejoli tua dalam lingkaran purnama, jawabku mengikuti angin
Kamu ngarang, sanggahmu renyah kacang goreng
Ketika waktu adalah buku
Kepingan kenangan tanpa jeda titik koma, musti
kutulis ulang, sebagian halaman lainnya tak mungkin
kutulis lagi, sebagian tinta telah mengabur buram
Tanpa catatan kaki
(Jakarta, 2018) // oleh D.Wibhyanto// Baca Juga, Puisi: Menyulam Waktu , Mudah Memungut Sulit Berbagi
"Kepingan kenangan tanpa jeda titik koma, musti kutulis ulang, tanpa catatan kaki", Cover image by D.Wibhyanto/ dokumen pribadi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H