Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sandhyakalaning Baruklinting-Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode #16)

24 April 2023   21:45 Diperbarui: 24 April 2023   22:05 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulanggeni Tagih Janji (#16)

Padepokan Nogo Kemuning, Selo Merbabu 

Sudah semusim panen waktu berlalu. Pulanggeni belum menerima kabar tentang Baruklinting. Sosok yang telah memakai jasa pasukan Bayangan Hitam Nogo Kemuning yang dipimpinnya itu seolah lenyap. Seperti tertelan oleh bumi. Rasa kesabaran orang nomor satu di gerombolan Nogo Kemuning itu benar-benar sedang diuji. Dia mudah terpancing emosinya manakala teringat pada ucapan dan janji Baruklinting, dan janji itu hingga kini belum dipenuhi. Pulanggeni teringat pada janji Baruklinting, di kala itu. 

"Peganglah janjiku, kelak ketika aku telah hidup makmur di Mangir, kamu dan kelompokmu kuberi suatu tempat yang luas di Mangir, sehingga kamu tidak perlu hidup sengsara di kawasan Selo Merbabu itu. Aku mau berbagi hidup kemakmuran bersama gerombolanmu di Mangir", ujar Baruklinting. Lalu Pulanggeni tertarik dengan kata-kata manis Baruklinting itu.

Pulanggeni benar-benar geram bila teringat pada janji itu. Dia menjadi semakin murka jika berpikir bahwa kemungkinan Baruklinting hanya memanfaatkan dirinya dan kelompoknya saja demi memuluskan kepentingannya sendiri. Baruklinting harus segera melunasi janjinya! Geram Pulanggeni. 

"Kurangajar!", teriak Pulanggeni. "Anak muda itu kebanyakan Gludug kurang Udan. Terlalu banyak bicara tak pernah memberi bukti. Jika Baruklinting berani ingkar janji, dia harus menanggung akibatnya. Dia harus tahu siapa Pulanggeni, siapa kita Nogo Kemuning! Kita gulung rata tanah anak kemaren sore itu!", lanjut Pulanggeni dalam nada kemarahan yang besar. 

Brakk!! Pulanggeni menggebrak meja kayu jati di samping tempatnya duduk di tengah pendopo. Dia melepas rasa kesal dan marahnya. Para punggawa dan pengikut Pulanggeni yang hadir di pendopo ageng padepokan Nogo Kemuning di Selo Merbabu itu tak ada yang bergeming. Suara pemimpin mereka itu begitu menggelegar memenuhi ruang pendopo ageng itu. Beberapa gelas dan cangkir di atas meja beterbangan ketika tangan Pulanggeni menggebrak meja kayu jati itu. 

"Sudah semusim panen lebih, mestinya dia si kutu kupret itu segera melunasi janjinya. Dia sudah tinggal di Mangir. Apalagi yang perlu ditunggu? Apa perlu kita mengeluruk ke perdikan yang berbatasan dengan wilayah keraton Mataram itu?". Ujarnya kemudian. "Kalau perlu kita ratakan sekalian Mangir, jika si Baruklinting benar-benar ingkar pada janjinya", pungkas Pulanggeni menggeram penuh kemarahan.

Belum usai Pulanggeni menyudahi rasa kesalnya di pertemuan ageng yang diikuti semua para punggawa dan bala pasukan Bayangan Hitam Nogo Kemuning itu, mendadak dari halaman gerbang depan tampak tergopoh-gopoh datang dua prajurit membawa seseorang yang tertutup kain hitam pada kepalanya. Kedua orang prajurit itu adalah para penjaga yang bertugas di perbatasan terluar wilayah Nogo Kemuning di gardu Selo Merapi Merbabu. Semua mata orang yang hadir di pertemuan agung itu tertuju pada kehadiran dua prajurit dan seseorang yang ditutup kain hitam pada kepalanya itu. Semua orang menanti dalam perasaan tegang. 

"Majulah prajurit. Siapa orang yang kau bawa itu", tegas Pulanggeni. Matanya memerah.

"Maaf sinuwun. Ijin saya melaporkan. Kami rangket orang ini, setelah gerak-geriknya terlihat mencurigakan di gerbang perbatasan luar, sinuwun. Kami khawatir dia telik sandi musuh yang mencoba menyusup ke kawasan kita", ujar seorang prajurit menerangkan. 

"Sedianya kami selesaikan tawanan ini di perbatasan. Tetapi kami pikir lebih baik kami bawa ke sini untuk ditindaklanjuti. Demikian sinuwun", kata seorang kawan prajurit itu kemudian. 

Pulanggeni menarik napas dalam. Dia meminta kedua prajurit itu untuk membuka tutup kain hitam pada kepala tawanan yang terikat tangannya itu. 

"Buka tutup kepalanya. Buka ikatan tali tangannya. Aku ingin melihat wajah orang itu", pungkas Pulanggeni. Lalu kedua prajurit gerbang perbatasan itu buru-buru melepaskan tali yang mengikat tangan itu dan membuka kain penutup kepala tawanan mereka itu. 

Sedetik kemudian di balik kain hitam penutup kepala itu segera menyembulkan sosok seraut wajah. Seraut wajah itu sangat mengejutkan Pulanggeni. Dia dua langkah surut ke belakang. 

"Sambar geledek!", teriak Pulanggeni mengumpat. Sontak ruangan itu semakin mencekam. "Jika kalian berani menyelesaikan orang ini, kurampungkan hidup kalian lebih dulu!". Orang nomor satu di Nogo Kemuning itu kemarahannya membuncah kembali seperti tersulut api. 

Dalam satu lompatan kecil ke depan, tiba-tiba kaki kanannya telah melayang dengan cepat mengenai dada kedua orang prajurit itu secara hampir bersamaan. Tendangan kaki itu begitu cepat gerakannya. Dua orang prajurit itu tak sempat menghindar. Tubuhnya tumbang ke belakang. Mereka pingsan saat itu juga. Tak ada orang yang berada di ruang pertemuan itu yang berusaha menolong kedua prajurit yang tubuhnya kini menggelosor di dekat tiang pendopo agung itu. 

"Kalian terlalu bodoh sebagai prajurit. Tidak tahukan kalian, siapa orang yang kalian perlakukan hina seperti hewan ini? Bawa kedua prajurit itu keluar, aku tak ingin melihat mereka lagi", ujar Pulanggeni.

Beberapa orang kemudian bergerak membawa kedua prajurit yang pingsan itu keluar pendopo itu. Pulanggeni menghampiri orang yang tadi tertutup kain hitam itu. 

"Maafkan kelakuan anak buahku, dimas sinuwun", kata Pulanggeni. 

"Kamu terlalu keras menghukum mereka anak buahmu, mereka prajuritmu", ujar orang itu sambil tersenyum. Kemudian mereka saling bersalaman dan berpelukan sebentar seperti perjumpaan dua orang kawan lama tak bertemu. Semua orang yang melihat kedua orang itu keheranan. 

"Lama tak bertemu. Kukira panjenengan, dimas sinuwun sudah keburu mati dikerubut laskas Pajang", kata Pulanggeni sekenanya. Nadanya sambil tertawa memudarkan amarahnya seketika itu juga. 

"Masih saja kamu sebagai pimpinan garong, watakmu tak berubah sedari dulu, kakang Pulanggeni", pungkas orang itu. Keduanya lalu tertawa lepas bersama-sama. 

Semua orang yang hadir di ruangan pendopo ageng itu semakin keheranan dan takjub ketika Pulanggeni memperkenalkan bahwa orang itu adalah seorang petinggi dari Mataram. Dia kepala divisi telik sandi, bernama Ki Pamungkas! 

Pulanggeni bercerita bahwa Ki Pamungkas adalah kawan lamanya. Orang penting dari pasukan Mataram itu sering meminta jasanya, sedari dulu, membantu menumpas gerombolan begal dan kelompok pengacau lain yang merongrong wilayah Mataram, yang tersebar di sepanjang jalur Merapi -- Merbabu, termasuk wilayah Boyolali, Wonolelo, Ketep, Sawangan, Candimulyo, hingga Tegalrejo, Ngablak dan Getasan. Semua wilayah yang luas itu, semula dikuasai oleh kelompok-kelompok begal lokal yang meresahkan ketenteraman penduduk. Akan tetapi sekarang  semua kelompok di semua wilayah itu justru menyatukan diri dalam wadah gerombolan yang lebih besar, dibawah panji-panji kebesaran kelompok Nogo Kemuning yang berpusat di Selo Merbabu. Kelompok para begal itu telah dengan sukarela tunduk pada Pulanggeni. Hal ini berkat daya ajijaya kawijayan dan keampuhan ilmu andalan tingkat tinggi yang dimiliki kelompok Nogo Kemuning, yaitu Teluh Wiso dan Gendam Jiwo. 

"Pasukan Mataram terlalu sibuk berperang memperebutkan wilayah dengan pihak Pajang. Sehingga hal-hal tentang kelompok perusuh kecil-kecil yang harus ditumpas, selalu diserahkan urusannya kepada kita. Nogo Kemuning adalah pasukan bayaran Mataram, secara diam-diam", kata Pulanggeni menjelaskan kepada anak buahnya di ruangan pendopo ageng itu. 

"Mataram selalu puas atas jerih payah pasukan khususmu Nogo Kemuning, kakang Pulanggeni", ujar kepala divisi telik sandi Mataram itu sambil tersenyum. 

Pada malam itu, akhirnya semua orang larut dalam perasaan senang atas kedatangan tamu agung dari Keraton Mataram yang datang tak terduga itu. Pulanggeni dan para punggawanya menjamu Ki Pamungkas berupa makanan dan minuman yang melimpah di ruangan pendopo ageng itu. 

"Lalu pekerjaan apalagi yang perlu tenaga kami sekarang, dimas", tanya Pulanggeni disela mereka meminum secangkir tuwak. "Tentu dimas datang kemari, dalam misi khusus". Imbuhnya. 

"Benar kakang Pulanggeni. Maksud kedatanganku kemari dalam misi khusus Mataram", jawab Ki Pamungkas. Lalu kedua orang itu menepi bergeser ke suatu sudut ruang pendopo ageng itu. Mereka membicarakan suatu rencana rahasia secara empat mata. 

"Sarujuk. Ini bayaran di muka. Limaratus kepeng uang emas. Separonya lagi kuberikan setelah misi ini kelak telah selesai, kakang Pulanggeni", ujar Ki Pamungkas sesaat kemudian, sambil mengeluarkan sekantung uang dari barang perbekalan yang sempat disita oleh kedua prajurit gerbang perbatasan tadi. Pulanggeni menerima kantung uang itu dengan antusias.

"Kami selalu suka bekerjasama denganmu, dimas Ki Pamungkas. Sekarang beristirahatlah malam ini di tempat yang kusediakan di tempat ini. Besok pagi kita bergerak bersama ke Mangir", kata Pulanggeni. 

Malam semakin larut dan pertemuan besar telah selesai di pendopo ageng padepokan Nogo Kemuning. Sebuah rencana lain telah disusun, keesokan hari Pulanggeni dan kelompok kecil, bersama kepala divisi telik sandi Mataram itu berencana bergerak ke Mangir. 

Untuk maksud dan tujuan apa mereka pergi ke Mangir? Banyak para punggawa dan pasukan khusus Bayangan Hitam Nogo Kemuning masih bertanya-tanya mengenai hal itu. 

***  

(BERSAMBUNG Ke Episode #17 )

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun