Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sandhyakalaning Baruklinting -Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode #11)

20 April 2023   12:01 Diperbarui: 22 April 2023   09:48 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Image Episode #11, By D.Wibhyanto / Dokumen pribadi

Mengusik Macan Tidur (#11)

Kotapraja Mangir

Bunyi tetabuhan aneka musik kesenian terdengar di pelosok Kotapraja Mangir. Penduduk Mangir memasang berbagai umbul-umbul dari janur kuning di sepanjang jalan-jalan besar di kota. Gapura masuk ke desa-desa dihias dan seluruh warga ikut merayakan pesta. Parade kesenian dipertunjukkan di alun-alun Kotapraja sudah berlangsung beberapa hari, antara lain: kesenian Tayuban, Ketoprak, Wayang Kulit, Kuda Lumping atau Jathilan, Reyogan, termasuk tarian Ledhek Kethek. Kelompok kesenian dari seluruh kademangan wilayah perdikan itu silih berganti tampil ke pusat panggung hiburan di alun-alun kota itu. Penduduk berbondong-bondong datang ke pusat kota untuk menikmati aneka pertunjukan kesenian itu. 

Sebuah pertunjukan wayang kulit tengah ditampilkan di lapangan alun-alun. Bunyi kepyak dan gedhok menimpali suara gamelan kempul, kenong, gong, siter, gambang, rebab suling dan kendang, mengiringi suluk dalang dan nyanyian sinden selama pertunjukan. Penonton yang melimpah mengelilingi panggung wayang kulit itu sesekali bertepuk tangan meriah, ketika Prabu Baladewa yang suka berteriak "Sodronn, soro dondon!" itu, mengamuk kepada para putra Kurawa. Sebab Baladewa membela adiknya Prabu Kresna yang sedang menjalankan misi sebagai Duta Pandawa.

Layar wayang kulit kelihatan bergetar terkena sabetan gerakan Raja Mandura itu. Lampu blencong wayang kulit itu -- yang posisinya tepat di belakang kepala dalang, pun tampak bergoyang-goyang terserempet gerakan Prabu Baladewa. Ki Dalang wayang itu tampak benar-benar menghayati perannya sebagai seorang dalang, sehingga pertunjukan wayang yang diukir dari kulit kerbau itu seperti benar-benar hidup. Apalagi pengendang atau penabuh gendang wayang itu begitu lincah dan ahli sebagai pengendang. Sehingga ketika peperangan terjadi di layar wayang itu bunyi kendang yang terbuat dari kulit sapi itu terdengar rampak menggelora. 

Gerakan tangan si pengendang itu pun seperti seolah sedang mencabik-cabik kulit kendangnya sendiri. 

Para penonton semakian antusias, bertepuk tangan meriah dan berteriak gemas, ketika pertunjukan berjudul "Kresna Duta" itu menampilkan sosok raksasa berukuran paling besar di antara deretan wayang kulit yang berjejer di sepanjang kiri dan kanan layar panggung. 

Sosok raksasa itu menggeram-geram. Dia adalah perwujudan lain dari sosok Prabu Kresna yang telah bertiwikrama. Lalu raksasa itu mengamuk hendak meratakan kerajaan Astinapura sendirian. Tak ada yang mampu meredakan kemarahan raksasa yang bentuk fisiknya nggegirisi itu. 

"Suro mroto, joyo mroto. Majuo wong ngastino kabeh, dak remah-remah, untal malang! Sirno ilang kwandamu!", kata raksasa itu. Nada suaranya rendah menggelegar menggetarkan bumi. Dan para penonton pun berteriak-teriak histeris kegirangan. Mereka sangat menunggu aksi seru raksasa Kresna Tiwikrama itu mengamuk di layar pertunjukan wayang kulit itu. Namun ki Dalang tampak kerepotan mencabut penggapit wayang raksasa itu yang tertancap terlalu dalam di gedebog pisang melintang di depan layar panggung pertunjukan itu. 

Di sela alunan gamelan yang meriah dan suara kendang yang menghentak-hentak, tampak dua orang pengrawit gamelan mencoba maju dan menolong ki Dalang yang sedang kerepotan itu. Mereka bersama mencoba mencabut penggapit wayang itu. 

Tetapi tiba-tiba seorang di antara mereka mendadak menggelosor kejang kejang seperti orang kesurupan. Tentu saja para pesinden yang berada di samping orang kejang itu berteriak hampir bersamaan. Orang itu telah kerasukan dhanyang wayang raksasa itu. Lalu beberapa orang penonton di barisan depan menggotong orang kesurupan itu ke arah belakang panggung. Tetapi pertunjukan itu tetap dilanjutkan ketika sosok raksasa wayang berukuran besar itu bisa digerakkan lagi oleh ki Dalang. 

Pertunjukan "Kresna Duta" itu benar-benar menghibur semua penonton. Peristiwa pengrawit gamelan kesurupan Buto raksasa itu sempat menggegerkan warga Kotapraja Mangir. Sempat tersiar kabar secara cepat dari mulut ke mulut bahwa "Seseorang telah kesurupan ruh raksasa di panggung wayang kulit". Dan orang-orang di wilayah perdikan menganggap peristiwa itu sebagai bagian hiburan pertunjukan wayang purwo itu. 

Sementara itu, di salah satu sisi lapangan alun-alun Kotapraja orang-orang mengantre untuk mendapatkan makanan dan minuman yang disediakan selama pesta perayaan di Kotapraja. Selain makanan yang dibagikan kepada semua penduduk kota yang menikmati berbagai pertunjukan kesenian, puluhan tumpeng nasi kuning berukuran besar telah diedarkan dan dibagikan ke kampung-kampung dan desa di sekitar Kotapraja, untuk disantap oleh semua orang. Sedikitnya ada puluhan sapi dan kerbau telah dikurbankan sebagai menu santapan selama perayaan pesta rakyat Mangir itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun