Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Sandhyakalaning Baruklinting (Episode #9)

16 April 2023   13:13 Diperbarui: 21 April 2023   18:02 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Image episode #9 by D.Wibhyanto/ Dok.pri

"Aku inginkan bala pasukanmu untuk menanam semua tosan aji yang telah kuisi dengan semua pamor sakti. Mungkin jumlahnya puluhan atau mungkin ratusan tosan aji. Tanamlah di semua lembah, tebing, sungai, hutan, bebatuan, hingga mengelilingi Merapi", kata Baruklinting.

"Kapan kami harus memulai pekerjaan ini?".

"Waktumu hanya singkat. Semalam suntuk hingga dini hari pagi. Sebelum fajar menyingsing pekerjaan mu harus telah selesai. Dimulai nanti tepat saat senja mulai tenggelam di sisi sebelah Barat. Apakah kamu dan pasukanmu sanggup dan siap?", tanya Baruklinting.

"Jangan pernah ragukan gerombolan Nogo Kemuning. Kami siap", jawab Pulanggeni.

"Maka jangan berlama-lama lagi di sini. Biarkan kupersiapkan segalanya lebih dulu di tempat ini. Dan kalian persiapkanlah pasukan kalian. Ambillah semua tosan aji yang telah kupersiapkan di beberapa titik lokasi nanti. Dan tanamlah semua seperti telah kujelaskan tempatnya", kata Baruklinting kemudian.

"Budal!", jawab Pulanggeni singkat. Dia dan beberapa orang kepercayaannya lalu meninggalkan Baruklinting di tempat itu, untuk pergi mempersiapkan diri. Sedikitnya sekitar limapuluh pasukan Bayangan Hitam harus dipersiapkan malam itu, untuk suatu tugas yang diberikan oleh Baruklintinng.

Puncak Gunung Merapi tampak tertutup oleh kabut sebagian. Senja belum sempurna betul menjemput malam. Langit berwarna semburat kuning oleh candikolo di kawasan itu. Bunyi Tongeret terdengar di kejauhan. Burung-burung tampak terbang berseliweran di rerimbun pohon besar hendak pulang ke sarang. Angin gunung berhembus ke arah lembah, menerpa sebagian wajah Baruklinting yang sedang bersila di sebuah pelataran batu besar di Ketep.

Tak berapa lama kemudian, Baruklinting menggerakkan kedua tangannya ke udara, seperti gerakan mengambil sesuatu dari alam lain yang tak kasat mata. Gerakannya mirip seperti tarian kuno atau mirip gerakan orang yang memainkan jurus-jurus tangan kosong menarik sesuatu, dibantu olah pernapasan dan tenaga dalam tingkat tinggi berupa daya linuwih dari keris Bethok Budho yang menyatu dalam tubuhnya.

Mulut anak muda itu berkomat kamit merapal suatu mantera. "Selo watu, Watu selo. Wujud lan maujud, teko lan tumeko, siro nompo kanti lapanging samudro, saking kersaning Pangeran Gusti siro", ujarnya lirih berulang kali dalam tarikan napas dalam.

Tiba-tiba di sekitar tempatnya duduk bersila, bermunculan entah darimana percikan benda-benda mirip bentuk kembang api yang berpendar. Perwujudan yang semula mirip sebatas suatu kumpulan sinar seperti kunang-kunang yang berseliweran itu, lama-lama berubah wujud sebagai bentuk aneka ragam tosan aji yang berseliweran bergerak di sekitar tubuh Baruklinting.

Aneka ragam tosan aji itu antara lain berupa aneka benda keris, mata tombak, pedang, pisau, mata panah, yang jumlahnya semakin banyak dan terus bergerak dalam suatu pusaran angin yang semakin membesar tepat beberapa depa di depan Baruklinting. Sesekali terdengar bunyi berdenting di pusaran angin itu, sebab terjadi gesekan antara benda-benda itu di udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun