Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kenangan Terindah, Memori Lokomotif Uap B25 di Ambarawa

15 April 2023   17:59 Diperbarui: 8 Mei 2023   05:40 1811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Memori Kereta Api, Sejuta kenangan bersama B25 di Ambarawa, Cover image by D.Wibhyanto / Dokuimen pribadi.

Komplek benteng terbesar di Jawa itu dibangun di dekat Rawapening Ambarawa pada 1835 dan selesai di tahun 1848. Adapun KNIL adalah Tentara Kerajaan Hindia Belanda (Koninklijk Nederlands(ch)-Indisch Leger, disingkat KNIL) atau angkatan perang kolonial Hindia Belanda.

Memang fungsi stasiun Willem I Ambarawa yang diresmikan Belanda pada 21 Mei 1873 itu adalah sebagai sarana transportasi militer di Jawa Tengah. Artinya, kekuatan pasukan dari tangsi militer Magelang atau Semarang bisa dengan mudah diangkut kereta ke tangsi militer Benteng Willem I Ambarawa.

Dan sesekali lokomotif uap tipe B25 dipakai Belanda untuk mengangkut pasukan dari tangsi militer mereka yang berpusat di Magelang. Artinya, pada waktu itu jalur rel kereta api telah terhubung antara Magelang-Secang-Pingit-Bedono-jambu-Ngampin-Ambarawa. Luar biasa bukan? Tetapi sayang, jalur kereta api dengan rel khusus bergerigi itu, terutama rel antara Jambu dan stasiun 

Bedono, sekarang tidak difungsikan lagi. Jalur rel Bedono ke Magelang sekarang tinggal kenangan. Hilang ditelan oleh kemajuan jaman.

Kadangkala, dalam alam imajinasiku waktu itu, para KNIL penumpang kereta api uap Tipe B25 itu kelihatan kusut karena lelah menempuh perjalanan jauh dari pusat tangsi militer Belanda di Semarang, lalu menuju ke stasiun Kedungjati, transit stasiun Tempuran, di Bringin, Gogodalem, lalu Tuntang, dan terakhir tiba di stasiun Ambarawa.

Aku bisa menceritakan ini dengan lugas, sebab setidaknya aku pernah mengikuti perjalanan kereta uap B25 ini dari Stasiun Willem I Ambarawa ke stasiun Kedungjati. Tidak bersama tentara KNIL tetapi berada dalam gerbong bersama para bakul dan pedagang daun jati, dan penumpang lainnya.

Perjalanan itu terasa jauh dan lama. Tetapi menyenangkan karena sepanjang jalur yang dilalui oleh kereta uap tipe B25 ini melalui daerah tepi Rawapening yang eksotis, juga hutan karet di Bringin yang menawan. Gunung Telomoyo dan Merbabu tampak di kejauhan. Setidaknya menurut pengamatanku waktu itu, sungguh elok pemandangan alamnya.

Hampir setiap hari aku yang masih anak SD datang, bermain di dalam areal stasiun, dan aku suka mengamati gerakan setiap kereta uap yang berlalu lalang di stasiun tua itu. Aku bisa mudah menjangkau stasiun, karena rumah tinggal orangtuaku tepat di jalan Temenggungan VI, Desa Panjang Kidul, posisinya di samping jalan dekat stasiun Willem I Ambarawa.

"Yanto, arep muleh ora leee! (Yanto, mau pulang tidak nak)", teriak lelaki yang ternyata itu masinis lokomotif uap B25. Aku kenal baik dengan masinis dan beberapa pegawai stasiun ini, di kala itu. Sebab pada umumnya kami bertetangga tinggal di satu desa Panjang, di satu dusun yang sama di dusun Temenggungan, dimana satu kompleks dan masih dalam kawasan stasiun.

"Aku ikut pulang, pakde!", jawabku. Lalu aku berlari riang ke tempat ruang masinis kereta uap B25. Dia Pak Sugiono telah menungguku di situ. Lelaki setengah baya dengan seragam biru dongker itu lalu memberi tempat duduk di sampingnya. Sebuah tuas ditarik ke bawah, peluit kereta uap itu pun berbunyi nyaring suaranya. Beberapa panel ditekan dan ditariknya. Tungku api masih menyala membara di dalam ruang masinis itu. Aku tahu bahwa suhu tungku untuk menggerakkan roda kereta itu adalah suhu tungku mencapai puncak pemanasan yaitu 235 derajat celcius. Panel jarum pendeteksi suhu ada di ruang itu, di depannya.

Lokomotif uap B25 bersama gerbongnya yang telah kosong, lalu bergerak perlahan pulang ke kandangnya di sebuah depo lokomotif, jaraknya 100an meter dari stasiun Willem I. Inilah momen yang selalu kunantikan di kala itu, yaitu pulang ke Depo naik lokomotif tua berusia seratus tahun lebih itu bersama masinis yang kukenal, pakde Sugiono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun