"Saya masih bisa bersyukur", kata Pak Rejeb kepadaku. Ingatlah, katanya. "Hal baik membuahkan kebaikan, hal buruk pasti membuahkan keburukan. Tuhan memang bersahabat dengan siapa saja. Tetapi kepada orang-orang yang tertindas dan teraniaya, Dia memberi kemurahan rejeki yang melimpah, dengan caranya yang unik, dan dari tempat yang tidak pernah kita duga. Asal kita ikhlas, tawakal dan percaya, dan terus berusaha, aneka kemurahan Tuhan pasti datang pada saatnya".
"Kedelapan anak-anak kami telah mentas, tujuh anak lulus sarjana semuanya. Sekarang saya tinggal di rumah ini, sederhana tetapi mewah alias Mepet Sawah", ujar Pak Rejeb lagi.
Ia terkekeh. Saya tertawa. Begitulah sepotong kisah kehidupan saat diapusi, ditipudaya oleh partner bisnisnya di masa lalu. Tak ada setitik rasa dendam dalam setiap jengkal ceritanya itu. Pak Rejeb telah mengikhlaskan peristiwa itu, hidupnya sumeleh.
Dan malam pun mulai larut, sedangkan pagi masih jauh dari jangkauan. Pak Rejeb, orang tua itu berkata lirih kepadaku: "Jadikanlah kisah ceritaku ini sebagai papeling, pangeling-eling Hikmah Ramadan kehidupan".Â
Aku mengangguk. Byarr.
*** Selesai ***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H