Pasukan Bayangan Hitam (#7)Â
Oro-Oro Ombo, Selo Merbabu
    Selagi dia terbang melayang di udara, Baruklinting tiba-tiba merasakan suatu getaran daya yang menariknya untuk segera mendarat ke tanah. Itu adalah suatu daya kekuatan yang dikirimkan oleh Pulanggeni untuk menjangkau anak muda itu. Baruklinting tidak mencoba melawan daya tarikan ke bumi itu. Maka Baruklinting mendaratkan diri dan pelepah kelapa itu di suatu tempat bernama Oro-Oro Ombo di Selo Merbabu.
    Tempat itu adalah sebuah bulak yang ditumbuhi rumput kering dan gerumbul semak-semak di sekitarnya. Bunyi pelepah itu kemerosak ketika menyentuh permukaan tanah dan debu tampak berhamburan di sekitar tempat itu.
    Seseorang berpakaian dengan kain berwarna kuning melilit pada tubuhnya mirip seorang biksu Budha, tampak berdiri dengan gagah tak jauh dari tempat pendaratan Baruklinting. Mata orang itu begitu tajam mengarah kepada Baruklinting. Dia adalah Pulanggeni, pemimpin gerombolan Nogo Kemuning. Sang pemberi bau kematian!
    Sejeda kemudian keduanya tidak saling berkata-kata. Mulut Pulanggeni berkomat-kamit. Dia merapal suatu mantera. Â
    "Siapakah kamu, berhentilah, sebutkan namamu sehingga kau tak mati sia-sia". Ujar Pulanggeni. Tubuhnya mengeluarkan hawa dingin yang langsung berhembus ke arah Baruklinting. Itu adalah suatu ajian untuk menyerang Baruklinting melalui getaran resonansi udara dan suara.
    Konon udara dingin itu jika terhisap oleh lawan, akan masuk ke rongga pernapasan dan membekukan organ dalam tubuh. Barangsiapa terkena ajian itu, tubuhnya akan menggigil dan organ tubuhnya membeku. Orang yang terkena ajian itu akan mati terbujur kaku tubuhnya beku bagai sebongkah es. Belum jelas apa nama ajijaya kawijayan yang telah dilontarkan oleh Pulanggeni ke arah Baruklinting itu.
      Baruklinting merasakan adanya serangan melalui getaran resonansi udara dingin dan suara yang dikeluarkan dari mulut lelaki berpakaian kuning di depannya itu. Tetapi dia tak menghiraukan serangan itu. Sebab baginya serangan yang membuat jantung dan paru-paru membeku itu, tak berpengaruh apa-apa bagi tubuhnya.
      "Siapakah kamu. Mengapa kau hentikan langkahku", ujar Baruklinting kemudian.
       "Sodron. Sombong sekali kamu. Ditanya malah balik bertanya", pungkas Pulanggeni.
      "Wajarlah orang bertemu di tempat asing, saling bertanya", kata Baruklinting lagi.