Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sandhyakalaning Baruklinting - Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode #5)

14 April 2023   17:38 Diperbarui: 15 April 2023   08:11 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Image episode #5, by D.Wibhyanto/Dok.pri

Prahara di Puserwening (#5) 

Desa Pathok, Kademangan Puserwening

Kerumunan penonton menjadi buyar seketika. Para perempuan dan ibu-ibu menjerit ketakutan. Anak-anak pergi menyelamatkan diri. Mereka takut diterkam oleh para penari yang telah kesurupan itu. Tiga orang yang berbaju merah tak sempat meninggalkan arena. Mereka ditubruk orang yang kesurupan celeng. Seketika itu juga tiga orang itu bergelimpangan ke tanah.

Anehnya permainan ini, tiga orang berbaju merah itu pun mendadak ikut kesurupan, ikut ndadi. Anehnya lagi, barisan penonton pun yang tersenggol atau sempat tersentuh tubuh para pemain Kuda Lumping, tiba-tiba tak sadarkan diri, kejang-kejang, ikut kesurupan.

Para pawang atau dukun kesenian itu jumlahnya terbatas, sehingga mereka benar-benar kewalahan untuk mengatasi kekacauan ini. Kesurupan, ndadi, lupa diri nyatanya bisa menular ke siapa saja, seperti rabies anjing gila.

Tetabuhan gamelan, terutama kendang dan gong, harus terus dibunyikan. Sebab jika tidak maka suasana pertunjukan itu akan sungguh-sungguh menjadi liar tanpa kendali. Barisan para penonton yang telah ikut kesurupan menjadi tak terhitung lagi. Sebab mereka saling bersenggolan dalam kerumunan, dan ikut kesurupan. 

Sebagian besar penonton bercampur para penari bergelimpangan ke tanah. Sebagian bergerak liar sambil menari. Sebagian orang lainnya mencebur ke sawah dan bergulung-gulung di lumpur. Orang ndadi bisa bertindak aeng-aeng, aneh-aneh.

Tampak ada yang memanjat pohon kelapa dan turun dengan posisi tubuh terbalik seperti seekor cicak merayap. Ada pula yang memakan pelepah duri salak yang tajam, seolah seperti memakan kerupuk. Anehnya, tak ada darah yang mengucur dari mulut pemakan duri salak yang tajam itu.

Dalam tatap mata kosong, sebagian orang tampak sibuk menggerogoti dan mengupas sabut kelapa dengan mulutnya. Lalu memecah kelapa itu dengan kening kepalanya. Kelapa yang dibenturkan ke kening kepala itu kemudian pecah berantakan, mengeluarkan air kelapa yang membuncah ke mana-mana. Anehnya kening kepala orang itu tak terluka sama sekali.

Kekacauan kesenian rakyat itu bisa berlangsung lama, bahkan bisa menjelang senja atau malam hari. Sebab para dhanyang atau dhemit yang menyusup ke tubuh orang-orang, baik pemain dan para penonton itu, bisa sesuka hati mereka untuk menentukan waktu kapan harus pergi meninggalkan tubuh yang dirasuki.

Pesta kesenian itu akhirnya sungguh-sungguh berhenti, ketika semua tubuh telah sadar tak ada yang kesurupan lagi. Begitulah riuh dan meriahnya pesta kesenian Jathilan di desa Pathok, Kademangan Puserwening itu.

Namun belum lagi kerumunan penonton kesenian itu bubar, tiba-tiba di tengah-tengah arena pertunjukan itu Baruklinting tampil ke depan. Dia membawa semacam kayu lidi di tangannya. Dia berkata kepada orang banyak di tempat itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun