Banyaknya kepiting yang ditolak oleh eksportir, dikarenakan berbagai macam alasan salah satunya disebabkan jumlah capitnya atau kaki yang kurang. Sehingga hal ini dapat membingungkan para perternak kepiting mau dijual kemana? Kalau dijual kepasar akan menimbulkan spekulasi laku apa tidak.
Ditangan Filsa Budi Ambia kepiting ini diolah menjadi sebuah camilan yang enak dilidah warga Balikpapan. Pastinya semua sudah tau dengan camilan yang satu ini bukan? Yup, benar sekali camilan ini diberi nama dengan Peyek Kampoeng Timoer.
Ide ini muncul disaat bahan baku berlimpah. Dan akhirnya tercetuslah untuk membuat peyek. Tidak hanya itu ternyata Filsa mempunyai sebuah impian untuk memiliki usaha
Menyatukan peyek yang merupakan makanan tradisional dengan bahan baku kepiting sehingga terlahirlah produk yang sudah terkenal diseluruh Indonesia ini. Awalnya dipasarkan diantara teman-teman dekatnya saja dan mwmberikan hasil yang sangat positif.
Hal ini memberikan semangat bagi Filsa untuk terus melakukan inovasi-inovasi terbaru terhadap produknya.
Kini pemasarannya sudah menembus peritel-peritel besar di Kalimantan. Dan bahkan telah tersebar diseluruh Indonesia melalui distributor independen.
Dengan omset sekitar RP.60.000.000 per bulan telah memperkerjakan  beberapa puluh pegawai untu memproduksikan peyek tersebut. Hal ini tidak hanya menguntungkan baginya tapi dapat membuka lowongan kerja bagi warga sekitar.
Namun, dibalik itu semua ada kendala yang dihadapi oleh Peyek Kampeong Timoer untuk pengiriman barang. Dulu mereka mencari jasa ekspedisi yang cocok untuk mengirimkan produk mereka. Selama ini setiap ekspedisi hanya menghitungkan setiap berat barang.
Karena camilan ini sangat ringan dan beratnya hanya sekitar 40 gram per box dapat dibayangkan perlu berapa kotak hanya untuk mencapai 1kg. Â
Masalah pengiriman keluar kota bahkan keluar daerah  kini peyek Kampoeng Timoer telah bekerja sama dengan JNE yang nota bene kini memiliki berbagai macam pelayanan yang prima. salah satu pelayanan tersebut adalah JNE Trucking.