Mohon tunggu...
Aqmarina Aqmarina
Aqmarina Aqmarina Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

saya hanya insan biasa yang ingin berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aksi Nyata Budaya Positif di SMK Negeri 4 Garut

9 Juni 2024   09:50 Diperbarui: 9 Juni 2024   12:26 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari dikumentasi pribadi Aqmarina, S.Pd sumber gambar

Halo sahabat!

saya akan menceritakan mengenai aksi nyata saya sebagai guru penggerak angkatan 10 dalam membagikan materi Budaya Positif di Sekolah khusunya di SMK Negeri 4 Garut.

Baiklah sahabat saya akan memperkanalkan sekolah saya SMK Negeri 4 Garut. SMK Negeri 4 Garut mulai didirikan pada tahun 1968 dengan nama STM Negeri Leles, yang kemudian seperti yang kita kenal sekarang ini yakni SMK Negeri 4 Garut. Program Keahlian atau Jurusan dan sekarang Kompetensi Keahlian dulu hanya bertumbu pada bidang Agribisnis dan Agro teknologi. Pada perkembangannya sekarang ini ditambah dengan Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa, juga Teknologi Informasi dan Komunikasi sehingga peminat mulai bertambah sehingga mencapai sejumlah 1.874 siswa pada awal tahun pelajaran 2017/2018. Adapun lokasinya adalah di Jalan Raya Karangpawitan Pos 44182. Sekarang SMK Negeri 4 Garut memiliki 

Program Keahlian yang ada di SMK Negeri 4 Garut diantaranya adalah :

  1. Broadcasting/Perfileman (BC)
  2. Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKR)
  3. Kimia Analis (KA)
  4. Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian (APHP)
  5. Agribisnis Tanaman Perkebunan (ATP)
  6. Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura (ATPH)
  7. Agribisnis Pembenihan dan Kultur Jaringan (KULJAR)
  8. Agribisnis Ternak Unggas (ATU)
  9. Agribisnis Ternak Ruminansia (ATR)
  10. Teknik Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (KHU)
  11. Desain Komunikasi Visual (DKV)

Drs. Pudji Santoso. adalah Kepala SMK Negeri 4 Garut dilantik pada Bulan juli 2020 oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Berkarier sebagai Kepala SMK Negeri 4 Garut.

Berbagai pemikiran dilontarkan untuk meningkatkan martabat SMK Negeri 4 Garut dalam upaya meningkatkan pelayanan khususnya kepada peserta didik dan masyarakat, melalu berbagai penataan dan pengelolaan manajemen SMK Negeri 4 Garut, mulai dari bidang: keuangan, disiplin dan kinerja KBM, Hubungan Kerja Industri, Sertifikasi Kompetensi Keahlian peserta didik, dan peningkatan kompetensi peserta didik melalui kompetisi baik LKS (Lomba Kompetensi Siswa) dan Kompetisi lain yang memacu motivasi dan meningkatkan martabat Sekolah.

Adapun saya adalah seorang guru sejarah yang mengajar sejak Juli 2015 hingga sekarang. Pada bulan Maret 2024 saya dinyatakan lulus sebagai Calon Guru penggerak Angkatan 10 Kabupaten Garut. Sekarang ini saya sedang menjalani Pendidikan Guru Penggerak, nah untuk memenuhi tugas modul 1.4 mengenai Budaya positif saya melakukan sharing dengan rekan guru di SMK Negeri 4 Garut.

Pelaksanaan kegiatan ini pada hari Senin 24 Mei 2024, kegiatan ini dihadiri oleh 22 guru dari berbagai mata pelajaran. tempat kegiatan adalah ruang kelas XII Animasi 4.

Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh MC Yuni Tri Lestari, S.Pd kemudian pemaparan materi Budaya positif oleh saya sendiri Aqmarina, S.Pd selaku guru Sejarah sekaligus Calon Guru Penggerak (CGP) 065 Angkatan 10 Kabupaten Garut. Adapun yang saya sampaikan pada kesempatan ini adalah :

DISIPLIN POSITIF

Secara umum Disiplin Positif adalah suatu pendekatan untuk menerapkan disiplin dari dalam diri anak tanpa hukuman dan hadiah. Disiplin Positif perlu diterapkan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Dengan menerapkan Disiplin Positif, diharapkan tindak kekerasan dapat dihindari.

Pendekatan Disiplin Positif bukan mengenai anak/peserta didik secara langsung, melainkan bagaimana cara orang dewasa yang memberikan dampak dan pengaruh positif kepada anak/peserta didik. Pendekatan Disiplin Positif menitikberatkan pendekatan yang positif tanpa kekerasan, memotivasi, merefleksi kesalahan, menghargai, membangun logika, dan bersifat jangka panjang.

Adapun peran kita (guru) adalah sebagai manajer.

MOTIVASI PERILAKU MANUSIA (HUKUMAN DAN PENGHARGAAN)

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nila-inilai yang mereka percaya. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

HUKUMAN, KONSEKUENSI DAN RESTITUSI 

Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.

LIMA POSISI KONTROL: 

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:

Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guruguru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: "Patuhi aturan saya, atau awas!" "Kamu selalu saja salah!" "Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai" Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: "Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu" "Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?" "Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?" Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: "Ayo bantulah, demi bapak ya?" "Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?" "Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan". Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, "Saya pikir bapak/Ibu teman saya". Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: "Peraturannya apa?" "Apa yang telah kamu lakukan?" "Sanksi atau konsekuensinya apa?" Seorang"Peraturannya apa?" "Apa yang telah kamu lakukan?" "Sanksi atau konsekuensinya apa?"  pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan muridmurid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: "Apa yang kita yakini?" (kembali ke keyakinan kelas) "Apakah kamu meyakininya?" "Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?" "Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?" "Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?" Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

SEGITIGA RESTITUSI 

Dilansir dari buku Evolusi Pendidikan Bersama Calon Guru Penggerak (2022) oleh Rusliy dan teman-teman, restitusi adalah sebuah cara menanamkan disiplin positif pada murid. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Tujuannya untuk memperbaiki hubungan. Tindakan ini adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri, mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan, dan lebih berfokus pada karakter bukan tindakan.

Langkah-langkah segitiga restitusi Adapun strategi untuk melakukan restitusi meliputi: Menstabilkan identitas/stabilize the identity Validasi tindakan yang salah/validate the Misbeh Menanyakan keyakinan /Seek the Belief Dalam hal ini, peran guru/orangtua sangat penting untuk menciptakan kondisi yang membuat murid/anak bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi dengan berkata, "semua orang pasti pernah berbuat salah", dan bukan mengatakan "kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka..."

Langkah pertama

yang dilakukan pada segitiga restitusi yakni pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti: "Tidak ada manusa yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu." Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah.

Konsep langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal tersebut sehingga anak merasa dipahami.

Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan.

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Penting menanyakan ke anak tentang kehidupan ke depan yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.

Berikut adalah kebutuhan-kebutuhan dalam Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

1. Kebutuhan Dasar atau Fisiologi

Kebutuhan dasar merupakan hal yang harus terlebih dahulu terpenuhi agar manusia dapat bertahan hidup dan melanjutkan hidupnya. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan manusia akan oksigen, air, makanan, suhu tubuh yang normal, tidur, homeostasis, kebutuhan seksual, dan sebagainya.

2. Kebutuhan Akan Rasa Aman

Untuk melangkah ke tingkat selanjutnya, seorang individu harus memenuhi kebutuhan pada tingkat ini. Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan akan rasa aman ini meliputi rasa aman secara fisik maupun emosional.

Kebutuhan pada tingkat ini tergantung pada usia dari individu tersebut. Contohnya seperti anak-anak yang lebih membutuhkan pendampingan orangtua karena tingkat kewaspadaan diri anak yang masih rendah.

3. Kebutuhan Sosial (Rasa Cinta, Kasih Sayang, serta Hak Kepemilikan)

Di tingkat ini, seorang individu membutuhkan cinta, kasih sayang, dan memiliki hak kepemilikan terhadap suatu hal.

Selain itu, seorang individu dapat mendapatkan kebutuhan di tingkat ini dengan menjalin pertemanan dengan individu lain, membentuk keluarga, bersosialisasi dengan suatu kelompok, beradaptasi dengan lingkungan sekitar, serta berada dalam lingkungan masyarakat.

4. Kebutuhan Mendapatkan Penghargaan

Maksud penghargaan bagi Maslow adalah harga diri. Setiap individu berhak mendapatkan harga diri mereka masing-masing. Harga diri dapat berasal dari diri sendiri maupun orang lain.

Menurut Maslow, harga diri dibagi menjadi dua bentuk yakni bentuk menghargai diri sendiri dan bentuk penghargaan dari orang lain.

5. Kebutuhan untuk Mengaktualisasikan Diri

Kebutuhan di tingkat ini merupakan kebutuhan yang paling tertinggi. Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai wujud sesungguhnya untuk mencerminkan harapan serta keinginan seorang individu terhadap dirinya sendiri.

Keyakinan Kelas

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu 'keyakinan', yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Nilai-nilai Kebajikan menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:

* Keyakinan kelas bersifat lebih 'abstrak' daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.

* Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.

* Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.

* Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.

* Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.

* Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.

* Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Setelah saya selesai memaparkan materi tersebut dilanjutkan oleh sesi diskusi, adapun penanya pertama adalah Bu Nur Nena Aminah, S.Pd yang merupakan guru Bimbingan Konseling beliau menanyakan bagaimana mengatasi siswa yang rambutnya gondrong dan menyadarkan siswa kalau rambut rapih itu lebih baik sementara itu guru tidak boleh menggunting rambut siswa. Pertanyaan dari Bu Nur Nena Aminah S.Pd dijawab oleh saya sendiri dengan menyarankan agar membuat suatu konten di media sosial dengan model siswa OSIS atau Siswa ektrakulikuler mengenai trend rambut di SMK Negeri 4 Garut. Kamudian penanya kedua adalah Bu Tresnawati S.Pd yang merupakan guru PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) beliau menanyakan mengenai batasan waktu berlakunya kesepakatan kelas satu semester atau satu tahun atau seterusnya, pertanyaan ini juga langsung saja di jawab oleh saya sendiri. Kesepakatan kelas berlaku sesuai dengan kondisi, kita sebagai guru harus mengingatkan kepada siswa mengenai kesepakatan kelas setiap pertemuannya dan kalaupun ada perubahan atau ada yang harus ditinjau ulang dapat dibicarakan dan disusun ulang kesepakatan kelasnya dengan siswa minggu berikutnya. Setelah selesai mendiskusikan pertanyaan yang kedua saya mendapat pertanyaan terakhir dari Pak Lutfi Satriana AL-Haq, S.Pd yang merupakan guru Bimbingan Konseling adapun pertanyaannya adalah selama ini beliau bertindak sebagai penghukum apakah harus dilanjutkan sedangkan yang dilakukannya itu bertentangan dengan materi 5 posisi kontrol guru. Kemudian saya menjawab bahwasanya pendidikan itu harus berpusat pada murid memperhatikan kodrat alam dan kodrat zamannya. Guru ibarat seorang petani yang menanam benih.

Setelah sesi diskusi selesai saya memberikan kesimpulan bahwa dengan dengan penerapan keyakinan kelas yang kompak akan menumbuhkan budaya positif di sekolah. kegiatan ditutup oleh moderator Bu Leti Fitriyanti S.Pd selaku rekan CGP dan Guru Kimia analis di SMK Negeri 4 Garut.

Demikian sahabat cerita saya berbagi aksi nyata modul 1.4 Budaya Positif. Terima kasih sudah membaca.
Salam Guru penggerak Bergerak, Tergerak, Menggerakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun