Mohon tunggu...
Aqilla Barki Firdaus
Aqilla Barki Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah mahasiswi Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Generasi Muda Boikot Make Up dan Skincare: Ini Tanggapan Mereka

5 Januari 2024   22:27 Diperbarui: 5 Januari 2024   22:27 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi pribadi

Tangerang Selatan, 1 Januari 2024 - Pada tanggal 7 Oktober 2023 merupakan titik kritis antara Israel dan Palestina yang kembali memanas. Serangan ini membuat banyaknya negara dan kelompok masyarakat mengambil sikap dengan memboikot produk dan layanan terkait dengan pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Pemboikotan ini menjadi bentuk tekanan global untuk mencari solusi damai dan menegaskan keinginan masyarakat dunia untuk mengakhiri konflik yang telah merugikan banyak pihak.

Boikot ini tampaknya bermula dari ketidaksetujuan dan keprihatinan generasi muda terhadap dukungan finansial yang diberikan oleh beberapa merek kecantikan kepada entitas atau organisasi yang dianggap mendukung atau terlibat dalam konflik pro-Israel.

Pada dasarnya, generasi muda menilai bahwa produk kecantikan yang mereka beli tidak hanya berfungsi sebagai alat kecantikan semata, melainkan juga sebagai wujud dukungan finansial terhadap perusahaan yang mungkin terkait dengan isu politik yang kontroversial. Beberapa kali, ditemukan bahwa merek produk kecantikan memberikan sumbangan atau menjadi sponsor bagi organisasi yang terlibat dalam kebijakan politik yang dapat menimbulkan ketegangan dan konflik.

Walaupun aksi boikot ini masih kecil, tetapi telah menciptakan getaran signifikan di kalangan anak muda yang semakin peduli dengan dampak sosial dan politik dari keputusan konsumsi mereka. Mereka gunakan media sosial untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka dan berbagi informasi terkait merek-merek yang ingin mereka hindari.

Seorang Beauty Influencer Adelia Noviani mengatakan, pemboikotan ini sedikit besarnya akan berpengaruh terhadap keputusan gencatan senjata yang akan membantu warga Palestina dari gerakan zionis yang merugikan. Namun, sebelum memutuskan untuk mendukung boikot ini, penting untuk melakukan riset menyeluruh tentang konflik Israel-Palestina.

Sebuah kampanye dalam jaringan menggunakan tagar #boikotfisabilillah telah menyebar dengan cepat, memberikan punggung untuk ribuan suara generasi muda yang mengekspresikan keputusan mereka untuk tidak lagi mendukung produk kecantikan tertentu.

Merek produk kecantikan yang mendukung Israel seringkali mendapat komentar dari netizen karena ketidakpuasan mereka terhadap dukungan yang dianggap kontroversial. Serangan melalui kolom komentar ini mencerminkan bagaimana platform online menjadi tempat di mana warganet mengekspresikan pandangan politik dan moral mereka dengan cara yang cepat dan terkadang penuh emosi.

Disamping itu, terdapat pula kaum muda yang pro-Palestina namun masih menggunakan produk kecantikan yang telah diboikot. Alasan mereka masih menggunakan produk yang telah diboikot karena takut tidak cocok dengan produk yang akan mereka ganti. Selain itu, mereka juga masih memikirkan para pekerja dari produk tersebut.

"Aku masih pake karena aku takut kalau misalnya aku ganti produk lain kayak skincare gitu jadi gak cocok terus malah bikin muka aku jerawatan dan sebagainya. Selain itu, aku juga kasihan sama orang-orang yang kehilangan lapangan pekerjaan. Tapi, bukan berarti aku gak peduli. Aku pro-Palestina dengan cara aku sendiri, yaitu berdonasi," ungkap Keysha Azahra salah seorang yang masih menggunakan produk kecantikan pro-Israel, Jum'at (22/12/2023).

Pemboikotan ini pastinya berpengaruh terhadap nama baik merek tersebut yang membuat menurunya pendapatan. Sehingga beberapa merek tersebut berusaha meluruskan melalui klarifikasi di sosial media. Mereka mengatakan, bahwa mereka berempati dengan apa yang terjadi di Palestina dan Israel.

Adanya boikot suatu produk tidak hanya terjadi disatu atau dua negara saja, melainkan hampir seluruh dunia melakukannya karena mendesak untuk solusi damai dan mengutuk pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun hal ini kontroversial, pemboikotan memberikan suara bagi mereka yang berharap untuk menciptakan perubahan positif dalam kesejahteraan di wilayah tersebut.

Pemboikotan ini dianggap sangat penting oleh masyarakat pendukung Palestina hingga adanya aplikasi untuk mendeteksi produk pro-Israel. Aplikasi ini ditujukan untuk memberikan informasi lebih lanjut terkait asal produk tersebut dengan hanya memindai kode batang merek tersebut. Namun, dengan adanya aplikasi ini dapat menciptakan ketegangan dan penolakan tambahan dalam konflik Palestina-Israel.

Pada hal ini, generasi muda memiliki potensi besar dalam memengaruhi perubahan sosial melalui pemboikotan produk kecantikan pro-Israel. Dengan meningkatkan kesadaran konsumen melalui kampanye sosial dan mendukung mereka yang komitmen terhadap keadilan sosial, mereka juga dapat menggunakan media sosial untuk mempromosikan alternatif lokal sesuai dengan nilai-nilai perdamaian.

"Aku merasa berpengaruh untuk memberikan informasi terhadap audience aku dan tidak mempersuasi agar tidak membeli produk yang diboikot. Jadi dengan meningkatnya kesadaran isu global kayak gini, audience aku mungkin akan lebih teliti dalam pemilihan produk yang mengedepankan nilai-nilai perdamaian dan keadilan," jelas Adelia.

Adanya konflik antara Palestina dan Israel menjadi topik yang sangat kontroversial dan sensitif, mencerminkan sejarah panjang perselisihan politik dan teritorial. Kepekaan terhadap topik ini menciptakan tantangan dalam mencari solusi damai serta menyoroti pentingnya dialog terbuka, pemahaman mendalam, dan respek terhadap perspektif yang berbeda untuk mengatasi ketegangan dan mencapai stabilitas di wilayah tersebut.

Boikot ini mengingatkan pada kekuatan dari konsumen yang semakin kritis dan informasi yang mudah diakses. Generasi muda tidak hanya berbelanja untuk kebutuhan pribadi, tetapi juga sebagai bentuk ekspresi nilai-nilai mereka dan keputusan politis. Merek produk kecantikan harus lebih memperhatikan dampak sosial dan politik dari praktik bisnis mereka untuk tetap bersangkutan di pasar yang terus berubah.

Penulis: Aqilla Barki Firdaus, Mahasiswi semester 3 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun