Tubuhku menggeliat, dengan sigap aku melirik jam tangan digitalku yang selalu mengingatkan akan fananya masa yang ada. Pukul 3 pagi, aku terbangun dan langsung menyambar handuk yang terletak didepan kamar 2 gedung hijau Ma'had Darul Muta'allimin, kali ini hati nuraniku sangat semangat menyambut hari.
Semua telah siap ditempat, baju, buku, charger, nametag, mental, dan raga. Selepas sholat subuh berjama'ah di lantai 3, seluruh kelas 9 boarding bersama-sama meninggalkan ma'had dengan barang bawaan dan sembakonya masing-masing untuk menyambut 11 truk TNI yang terparkir tepat di lapangan MTsN. Sesampainya di lapangan, pagi-pagi buta telah terdengar kekisruhan disetiap sudutnya. 'Gubrak....' Beberapa barangku ada yang tak sengaja jatuh ke aspal, aku dengan beberpa kalungan nametag yang tergantung dileher mencoba untuk mengambil barang yang jatuh tadi.Â
"Qilla...Truknya disini!" teriak Alesha, salah satu anggota kelompokku yang sama-sama dari boarding. Aku segera mengangkut dan memasukkan barangku kedalam truk 3, truk dimana aku dan kelompokku berada. Safina, Aura, dan Nares telah duduk rapih disana, aku dan Alesha pun ikut serta.Â
Aqilla Aswan Saqina, seorang siswi MTsN 1 Kota Tangsel sekaligus ketua kelompok 49 dari kelas 9.5, siap mengikuti kegatan homestay yang dilaksanakan dari tanggal 17 hingga 19 Januari 2023. Dan tepat pada tanggal 17 Januari 2023, pukul 06.30 WIB, truk 3 menancapkan gasnya disusul dengan 10 truk lainnya. Estimasi keberangkatan adalah pukul 6 pagi, tetapi karena penundaan, kami terpaksa mundur 30 menit.
 Jalan berundak nan terjal, tanjakan licin, aspal yang tak rata, kemacetan yang merajalela, itulah sensasi dari perjalanan menuju desa. Jalanan tol telah kami lewati bersma-sama. Sekitar 1 jam lamanya rombongan MTsN sempat merehatkan tubuh di Rest Area Ciawi, untuk menghilangkan sensasi sumpeknya truk, kami jajan dan jalan-jalan sebentar, tak lupa saling sapa dengan anggota truk lain. 5 jam telah terlewati seiring suhu yang berubah cukup signifikan.Â
Kelompokku, sebagian siswi kelas 9.4 dan 9.10, tak lupa Bu Mawal dan Pak Ashar sebagai pendamping di truk 3 turun secara bergiliran. Sebelum pak supir memakirkan truk di tempat yang tersedia, terdapat plang yang menggantung di gapura bertuliskan "Wileujang Sumping. Desa Sindang Jaya, Kec. Cipanas, Kab. Cianjur, Kota Bogor". Disinilah tempat kami menetap, kampung asri nan damai yang bernama Kampung Ciheurang Tengah.
"Kelompok 49. Bapak Daday" teriakku dengan napas tersengal ditengah kerumunan sembari membawa barang bawaan dan mendokumentasikan. Tugas pertama setelah sampai disana ialah mencari orang tua asuh kami. Setelah 10 menit lamanya mencari keluarga Pak Daday, akhirnya kami menemukannya.Â
"Disini Pak Daday" terdengar seutas kalimat dari seorang wanita yang berusia kurang lebih 35 tahun, dengan senyum tersungging di bibir dan keramahan mimiK wajahnya. Ibu asuh kami menjemput kami, beliau adalah istri dari Pak Daday, Bu Eti Namanya. Dengan membawa barang yang cukup banyak, kami mengikuti langkah kaki Bu Eti dengan saksama. 20 meter jauhnya telah kita telusuri dari tempat parkir truk semula, gang-gang sempit dan licin, rumput-rumput menjulai, tanah yang sedikit becek akibat hujan menghiasi perjalanan. Dari kejauhan terlihat rumah tingkat 2 lantai dengan cat abu-abunya dan toko kelontong di teras rumahnya. Bu Eti mempersilahkan kami masuk.Â
Sesampainya di dalam rumah kami disambut oleh Bapak Daday dan kedua putrinya dengan ramah , Nafisah dan Zafira. Kami menaruh barang di lantai dua, di sebuah kamar yang kualitasnya setara dengan kamar di kota. Sebuah rumah yang dilapisi rotan, lantai hanya beralas aspal, dan atap yang bocor, itulah bayangan yang kami pikirkan tentang tempat yang akan kami tinggali nantinya, semua bayangan itu pupus ketika mendapati rumah ini. "Bagus banget ya, Alhamdulillah" ucap Safina. Mulai dari sini, aku dan kelompokku tersadar akan kenikmatan dan kelayakan yang kami dapatkan, yang belum tentu kelompok lain dapat rasakan.
 "Bu, ini dari kami ya." ucapku seraya memberikan ke 5 bungkusan sembako yang telah kami siapkan sedari awal. Kami kembali bebenah dan membereskan barang bawaan. Sebelum memulai aktivitas pertama, kami makan siang dan sholat dzuhur terlebih dahulu, tepat pukul 13.00 kami harus pergi ke masjid kampung, masjid Baiturrahman, untuk menghadiri pembukaan kegiatan homestay.Â
Sesampainya disana, Pak imam selaku ketua panitia memberikan sambutan, disusul dengan kepala desa dan petinggi-petinggi lainnya. Acara pembukaan selesai, kelompok kami dan beberapa teman lainnya pergi jalan-jalan sebentar untuk mencari udara segar. Sawah berundak yang terbentang luas, rumahrumah warga, dan aliran sungai yang menyejukkan menjadi asupan mata di siang yang melelahkan. Banyak pedagang kaki lima yang sedang berkeliling menawarkan makanan yang mereka bawa, tak lupa juga anak-anak kampung Ciheurang dengan latto-latto mereka. 1 jam lamanya kami habisi dengan mendokumentasi dan berfoto ria, tubuh kami telah mencapai batas kemampuan, akhirnya kami memutuskan untuk istirahat dan pulang.
Di rumah, Nares dan Aura memutuskan untuk membasuh badannya sebentar, air disana sangat dingin dan menyejukkan. Setelah mereka mandi, kami bertigapun memutuskan untuk mandi. "ALLAHU AKBAR...ALLAHU AKBAR" Suara beduk dan adzan ashar berkumadang memenuhi seluruh penjuru desa. Selepas sholat ashar, kami memutuskan untuk memulai kegiatan wawancara orang tua asuh.Â
Kami memulainya dengan basa basi sebentar, dan menceritakan tugas yang diberikan sekolah saat di desa. Seiring berjalannya wawancara, kedekatan dan keakraban kami semakin terlihat, suasana yang damai dan ramah mendukung keasikan wawancara. Kami menanyakan tentang biodata Pak Daday dan juga keluarga, serta bagaimana usaha yang dimilikinya. Bapak daday membuat wawancara itu tidak terlalu monoton dan kaku. Selepas melakukan kegiatan, kami menghabiskan malam pertama di desa dengan istirahat.
 "KRINGGGGGG" Suara deringan jam dari alarm HP Aura bordering kencang. Kami semua bangun dan memunuhi panggilan subuh. Embun pagi dan udara yang dingin menyambut permulaan hari. 18 Januari 2023. Berawan, 16 derajat celcius. Itulah ramalan cuaca Di Desa Sindang Jaya hari ini. Basuhan air wudhu langsung dari mata air membuatku semakin semangat menjalani hari. Ibu Eti sedang menggoreng gorengan untuk dijual diwarungnya, Pak Dadaypun ikut membantu. Setelah sholat subuh, kami beranjak membantu Bu Eti berjualan dan memasak sarapan sendiri.Â
Nasi goreng, itulah menu sarapan pertama kami yang kami masak sendiri. Kami makan bersama di lantai 2 dengan pemandangan langsung menghadap ke sawah. "Neng, Nafisah mau berangkat sekolah, kalian mau nganterin atuh?" ucap Bu Eti. Rencana pertama hari ini memang mengantarkan Nafisah ke sekolah, sekolah nafisah terletak tak jauh dari tempat parkir truk pertama kali. SDN Gunung Batu 1, itulah nama sekolahnya.Â
Sebuah sekolah desa yang tak terlalu besar, tetapi dapat menampung kurang lebih 100 anak desa, dengan pemandangan sawah disekitarnya dan tak jauh dari Gunung Gede Pangrangoo berada. Kami mengantarkan Nafisah hanya sebatas di depan gerbang sekolahnya, dan kembali pulang ke rumah untuk membantu pekerjaan Pak Daday di ladang selepas pulang dari pasar. Di dalam perjalanan, kami bertemu warga desa yang sedang sibuk mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing, ada yang sedang menaburkan pupuk, mencabuti rumbut, menanam bunga hortensia, menyemprot penghilang hama, atau bahkan memanen.
"Assalamualaikum" ucap kami sesampainya di rumah. Bapak daday telah bersiap untuk pergi ke ladang, kamipun pergi ke ladang keluarga pak daday. Sebelum itu, kami pergi ke tempat penyimpanan pupuk, dan kandang kambing keluarga Bapak. Urea, KCI, dan NPK, atau campuran ketiganya. Itulah jenis pupuk buatan yang dipakai oleh mayoritas petani ladang di Desa Sindang Jaya, sesampainya di ladang, kami membantu pak daday menaburkan pupuk, memanen, dan menanyakan lebih lanjut tentang hasil pertanian Desa Sindang Jaya. Sistem penanaman disini adalah sistem tumpang sari (pertanaman campuran) dengan mayoritas hasilnya ialah wortel, duan bawang, kembang kol, pokcoy, lobak, dan lain-lain. Setelah menghabiskan 2 jam lamanya di ladang, kami bebenah dan mengistirahatkan badan di rumah.
"Makanan disini enak banget ya." celetuk Nares dengan makanan yang masih dikunyahnya, kami semua mengangguk mengiyakan. Agenda kami siang ini adalah jalan-jalan ke sungai bersama Bapak Daday dan salah satu kelompok 97, yang dimana bapak asuh mereka mempunyai hubungan darah dengan bapak Daday. Jalur yang licin dan becek, serta bebatuan dimana-mana kita lewati layaknya hiking sesungguhnya. Eksplorasi siang itu sangat seru dan menegangkan, banyak hal-hal yang tak terduga terjadi dengan begitu saja, tetapi semua itu terbayarkan dengan pemandangan yang ada.
Jam digitalku menunjukkan pukul 4 sore tepat, kali ini kami telah sampai dirumah untuk beberes dan berbenah. Ketiga teman kelompokku melakukan kegiatan yang mereka inginkan masing-masing, ada yang pergi kerumah lain, jajan, dan sekedar main HP dirumah. Aku dan Alesha beranjak pergi ke sebuah fasilitas pendidikan agama di Kampung
Ciheurang, kami ditugaskan untuk sekadar sharing dan berbagi ilmu yang sudah kita timba di MTsN dan Ma'had. Sampailah kami di sebuah Majlis Ta'lim bernama Al-Huda. Aku, Alesha, dan Yola, teman boardingku dari 9.7, berusaha untuk membagikan ilmu yang kami punya disana, mulai dari memberikan quiz dengan imbalan uang dan jajanan, serta mengajar ngaji. Anak-anak disana sangat ramah dan mempunyai semangat tinggi dalam belajar dalam menggapai mimpi. Sore ini, kami kembali disadari dengan previlege yang kami dapatkan di kota, yang tak dapat didapati oleh anakanak desa.
Malam pun tiba, selepas sholat subuh dan makan malam, kami kembali mewawancarai bapak dan ibu, kali ini topiknya tentang hasil dan potensi yang ada di desa. Ternyata, sebagian besar sayuran yang ada di jaboderabek di salurkan dari Desa Sindang Jaya. Selain wawancar, kami juga minta diajari beberapa kosakata bahasa sunda untuk dilombakan di acara terakhir homestay esok hari. Kami menutup hari kedua disana dengan istirahat memulihkan energi.
19 Januari 2023, 'Kebun Raya Cibodas', tujuan terakhir kami adalah hiking disana. Setiap siswa berkumpul menurut kelasnya masing-masing, mulai dari 9.1 sampai 9.11 bergiliran masuk ke kebun raya dengan tertib dan sesuai barisan. Kami menempuh jalur menuju danau kurang lebih 3 km jauhnya. Di area hijau pinggiran danau, kami melakukan kegiatan yang biasa orang-orang lakukan ketika gathering, lomba yel-yel dan kosakata bahasa sunda. Kelas 9.5 tampil diurutan ketiga. Kami sangat menikmati quality time disana. Dalam perjalanan pulang ke kampung, banyak penjual strawberry, raspberry, dan mochi yang menawarkan barang daganngannya. Aku membeli raspberry dan mocha dengan harga 45.000.
Pukul 13.00 WIB, tibalah waktunya perpisahan, isak tangisan dan ketidakrelaan terdengar dimana-mana, lambaian kebahagian mengisi seluruh jalur perpulangan. Truk kami telah berbaris seperti semula. Dengan perlengkapan pribadi dan oleh-oleh sayuran yang diberikan, kami menerima semua itu dengan senyuman. Perjalanan pulang terasa
sangat melelahkan dan menyedihkan. Pukul 6 sore kami kembali berada ke lapangan MTsN. Sebuah pengalaman dan kenangan dari desa yang kami bawa untuk dikenang dan diceritakan, akan selalu terabadikan layaknya makna bunga hortensia ungu di pinggiran desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H