Mohon tunggu...
Aqilla RizkyDiktiansyah
Aqilla RizkyDiktiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - UIN K.H ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

Saya suka sekali dengan belajar hal baru dan berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Deflasi 5 bulan berturut-turut pada tahun 2024

20 Desember 2024   20:34 Diperbarui: 20 Desember 2024   20:34 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

BPS melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi dari bulan Mei 2024 dengan angka 0,03 %. Angka itu kemudian berubah menjadi 0,08% di bulan Juni, 0,18% di bulan Juli, 0,03% di bulan Agustus, dan 0,12% di bulan September. Perbandingan dengan bulan sebelum deflasi, mencatat bahwa inflasi di bulan Januari sebesar 0,04%, inflasi 0,37% pada bulan Februari, 0,52% pada bulan Maret, dan 0,24% pada bulan April. Angka dari deflasi yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan kondisi teruburuk sejak tahun 1999. Indonesia mengalami deflasi terus-menerus selama pandemik Covid-19. Pada tahun 2024, Indonesia tengah menghadapi tantangan ekonomi yang cukup besar. Salah satu isu yang mulai mencuat adalah potensi terjadinya deflasi, yang dapat mempengaruhi berbagai sektor perekonomian. Deflasi, yang merupakan penurunan harga barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu, bisa menjadi momok bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Namun, apakah deflasi ini sebenarnya merupakan ancaman ataukah justru peluang bagi perekonomian kita?

Definisi dan Penyebab Deflasi

            Deflasi adalah suatu kondisi dimana barang dan jasa memiliki penurunan harga, dan deflasi adalah kebalikan dari inflasi yang berarti kenaikan harga dari suatu barang dan jasa. Secara sederhana, deflasi terjadi ketika tingkat harga barang dan jasa mengalami penurunan secara terus-menerus. Di Indonesia, deflasi bisa dipicu oleh beberapa faktor, seperti penurunan permintaan domestik, penurunan harga komoditas global, atau kebijakan moneter yang terlalu ketat. Dalam konteks 2024, deflasi mungkin dipengaruhi oleh faktor global yang masih bergelut dengan ketidakpastian, seperti dampak dari perang Ukraina, gangguan rantai pasokan, atau melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

            Namun, selain itu, kebijakan dalam negeri, seperti pengendalian inflasi yang terlalu agresif, juga bisa menjadi salah satu penyebabnya. Pemerintah dan Bank Indonesia mungkin berupaya menurunkan inflasi dengan menaikkan suku bunga atau mengurangi likuiditas pasar, yang tanpa disadari bisa menekan daya beli masyarakat dan akhirnya memicu deflasi.

            Deflasi sering kali dianggap sebagai fenomena ekonomi yang berbahaya jika dibiarkan berlangsung terlalu lama. Ketika harga barang dan jasa terus menurun, masyarakat cenderung menunda konsumsi dengan harapan harga akan terus lebih rendah di masa depan. Ini justru memperparah situasi karena permintaan akan semakin menurun, sehingga produsen terpaksa mengurangi produksi, memotong gaji, atau bahkan melakukan PHK. Dalam siklus yang lebih panjang, hal ini bisa menyebabkan resesi ekonomi.

            Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, deflasi bisa menimbulkan kekhawatiran serius karena sebagian besar sektor ekonomi masih bergantung pada konsumsi domestik. Jika konsumsi turun, dampaknya akan terasa luas, dari sektor manufaktur, pertanian, hingga jasa. Terlebih lagi, deflasi juga bisa berdampak negatif pada sektor investasi. Investor mungkin merasa enggan untuk menanam modal karena ekspektasi keuntungan yang menurun, terutama jika keuntungan tersebut diukur berdasarkan harga-harga yang terus menurun.

            Di sisi lain, deflasi kadang dipandang sebagai "obat" untuk melawan inflasi yang terlalu tinggi. Misalnya, jika inflasi mencapai tingkat yang tidak terkendali, sedikit deflasi mungkin dipandang sebagai proses penyesuaian yang sehat. Namun, ini adalah pedang bermata dua; terlalu banyak deflasi bisa berujung pada penurunan drastis dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

            Pemerintah dan otoritas moneter, seperti Bank Indonesia, perlu mengelola situasi ini dengan hati-hati. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal dan moneter, seperti tidak menaikkan suku bunga terlalu tinggi dan tetap memberikan stimulus fiskal untuk menjaga konsumsi publik.

Dampak Deflasi bagi Ekonomi Indonesia

            Deflasi, meskipun terlihat menguntungkan bagi konsumen karena harga barang murah, dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang yang serius bagi perekonomian. Salah satu dampak terbesar yaitu:

  1. Penundaan Konsumsi dan Investasi
    Deflasi dapat membuat konsumen dan pelaku bisnis menunda pembelian atau investasi karena mereka mengharapkan harga akan terus turun di masa depan. Misalnya, konsumen mungkin menunda membeli barang-barang tahan lama seperti mobil atau elektronik dengan harapan harganya akan lebih murah nanti. Hal ini dapat memperlambat aktivitas ekonomi secara keseluruhan, karena permintaan terus menurun.
  2. Meningkatnya Pengangguran
    Ketika permintaan barang dan jasa menurun, produsen akan mengurangi output mereka untuk menyesuaikan dengan rendahnya permintaan. Akibatnya, perusahaan mungkin harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menekan biaya produksi. Tingkat pengangguran yang meningkat akan memperburuk situasi karena orang yang kehilangan pekerjaan akan mengurangi konsumsi mereka, menciptakan lingkaran deflasi yang terus berputar.
  3. Merosotnya Pendapatan dan Keuntungan
    Dalam periode deflasi, harga jual barang menurun, tetapi biaya tetap perusahaan (seperti sewa, utang, atau gaji) tidak selalu ikut turun dengan cepat. Akibatnya, margin keuntungan perusahaan menyusut. Perusahaan yang tidak mampu menurunkan biaya operasionalnya akan mengalami kerugian atau bahkan kebangkrutan, yang berpotensi mengganggu stabilitas industri dan perekonomian.
  4. Deflasi Spiral
    Salah satu risiko terbesar dari deflasi adalah terjadinya deflationary spiral. Ketika harga terus turun, perusahaan dan konsumen menahan belanja, yang menyebabkan penurunan permintaan lebih lanjut. Dalam kasus ekstrem, hal ini dapat memperdalam resesi dan memperpanjang pemulihan ekonomi.
  5. Ketidakstabilan Sistem Keuangan
    Bank dan institusi keuangan juga terkena dampak negatif deflasi. Ketika utang menjadi lebih mahal untuk dibayar (karena nilai riilnya meningkat), risiko gagal bayar utang akan meningkat. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan kredit macet di perbankan, merusak stabilitas sistem keuangan. Jika banyak perusahaan dan individu yang gagal bayar, bank akan kesulitan menjaga likuiditas mereka, yang bisa memicu krisis perbankan.
  6. Kebijakan Moneter Terbatas
    Deflasi juga menyulitkan kebijakan moneter. Dalam situasi normal, bank sentral dapat menurunkan suku bunga untuk merangsang perekonomian. Namun, jika suku bunga sudah mendekati nol, bank sentral memiliki ruang yang terbatas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, membuat pemulihan menjadi lebih sulit.

Dengan berbagai dampak negatif tersebut, deflasi adalah suatu fenomena ekonomi yang sangat serius dan harus dicegah atau diatasi dengan kebijakan yang tepat agar tidak merusak perekonomian jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun