Mohon tunggu...
Aqil Nedhio Wibowo
Aqil Nedhio Wibowo Mohon Tunggu... Freelancer - -

Orang yang terbaik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

P2P Lending untuk Modernisasi Pertanian Nasional?

20 Mei 2019   17:12 Diperbarui: 20 Mei 2019   17:37 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Februari 2018

Pertanian itu banyak masalahnya. Iya, mulai dari produksi sampai pasarnya ada saja permasalahannya. Dari sekian masalah yang ada, terdapat satu permasalahan yang menurut saya menarik. Permasalahan tersebut adalah terkait dengan modal. Menarik? Tentu, karena permodalan merupakan masalah yang paling mungkin diselesaikan oleh siapapun, toh cuma butuh tabungan kan. Tetapi, bagaimana caranya? Di sinilah peran teknologi dibutuhkan, salah satunya dalam bentuk peer-to-peer (P2P) lending

P2P Lending merupakan salah satu metode pembiayaan secara online dengan skema gotong-royong. Adapun, P2P lending bisa dibilang lagi booming akhir-akhir ini. Bagaimana tidak? Berdasarkan data statistik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akumulasi jumlah pinjaman dari P2P Lending pada Maret 2019 naik sebesar 46,48% dibandingkan pada Desember 2018 dan bahkan naik sebesar 742,26% dibandingkan pada Maret 2019. Saat ini sudah ada beberapa startup P2P lending pertanian, salah satunya Crowde. 

Crowde melalui situsnya (crowde.co) menyatakan telah menyalurkan dana sebanyak 51 Miliar untuk mendanai 10.000 petani dengan terdapat 22.375 pemodal terdaftar per 20 Mei 2019. Banyak juga yah, tetapi bagaimana dengan keuntungannya? Di situsnya, Crowde mengklaim bahwa rata-rata tingkat pengembalian mencapai 15,67%. Saya sebenarnya tidak tahu mengapa keuntungannya bisa setinggi itu, karena melihat kebanyakan proyek yang ditawarkan hanya memiliki ekspektasi keuntungan di bawah 10%. Tetapi, karena saya memang tidak memiliki data keuntungan dari proyek yang telah selesai, jadi saya anggap itu benar. FYI, saya sendiri pernah melakukan investasi di Crowde, walaupun keuntungan yang didapat tidak sampai 10% hehe.

Walaupun pertumbuhan P2P lending pertanian ini sangat pesat, tetapi masih ada beberapa hal yang perlu dikembangkan lagi. Salah satu hal yang paling mendasar untuk dikembangkan adalah cakupan wilayah operasi. Dari beberapa startup yang saya cek, mayoritas masih bermitra dengan petani-petani di Pulau Jawa. Padahal, jumlah petani di luar Pulau Jawa juga tidak kalah banyaknya. Berdasarkan dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian di Pulau Jawa adalah sebesar 41,22% dari keseluruhannya di Indonesia. Terlebih lagi, dengan munculnya wacana pemindahan ibukota Indonesia akan mengakibatkan adanya potensi peningkatan pekerja di luar Pulau Jawa, tidak terkecuali di sektor pertanian.

Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Februari 2018
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Februari 2018
Selain memperluas wilayah operasinya, startup P2P lending pertanian juga berpotensi menjadi garda terdepan dalam modernisasi pertanian di Indonesia. Saya mengatakan demikian karena melihat apa yang dilakukan beberapa perusahaan digital besar, seperti Google dan Amazon. Google dan Amazon selama ini dikenal sebagai raksasa penyedia layanan digital melalui internet. 

Tetapi, apakah mereka hanya berbisnis di bidang digital saja? Jawabannya tidak. Kedua perusahaan tersebut juga mengembangkan bisnisnya sampai dengan memproduksi hardware elektronik, seperti Google Pixle dan Amazon Alexa. Saya di sini tidak bermaksud untuk menuntut startup P2P lending pertanian untuk ikut mengeluarkan gadget, tetapi maksud saya lebih ke fasilitas pendukung untuk pertanian. Bagaimana? Yaitu dengan pengaplikasian Internet of Things (IoT) dalam pertanian dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.

dokpri
dokpri
Untuk dapat mengembangkan produknya, startup P2P lending pertanian tentu perlu bantuan dari pemerintah. Bantuan dari pemerintah ini dapat berupa pembuatan regulasi, penyediaan data yang memadai dan bisa juga dengan menjadi jembatan antara startup P2P lending pertanian dengan petani. Regulasi yang mengatur P2P lending pertanian saat ini dilakukan oleh OJK dan untuk data saat ini ada Kementrian Pertainian (Kementan) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyediakannya. 

Nah, untuk masalah menjadi jembatan antara startup P2P lending pertanian dengan petani saya kurang tahu bagaimananya. Tetapi, setiap saya mencari di Internet, situs dari startup P2P lending pertanian hanya memiliki embel-embel OJK bukan Kementan. Sehingga, saya berkesimpulan saat ini Kementan belum terlibat dalam pengembangan P2P lending untuk pertanian. Padahal, Kementan sudah seharusnya ikut berkontribusi dalam hal tersebut untuk memudahkan terbentuknya relasi antara startup P2P lending pertanian dengan petani.

P2P lending pertanian hadir sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi kesulitan permodalan yang dialami petani. P2P lending pertanian ini sedang tumbuh pesat akhir-akhir ini, selain itu imbal balik yang dijanjikan pun cukup menggiurkan. Namun, keberadaan P2P lending pertanian masih jauh di bawah potensi yang dimilikinya dalam memodernisasi pertanian nasional. 

Startup P2P lending pertanian perlu melakukan perluasan wilayah operasi serta mengembangkan bisnisnya ke arah hardware sehingga bisa lebih bermanfaat bagi pertanian di Indonesia. Kementan pun sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengurusi pertanian di Indonesia perlu untuk berkontribusi dalam pengembangan P2P lending dalam modernisasi pertanian nasional, yaitu sebagai jembatan antara startup P2P lending pertanian dengan petani.


Referensi: 

  1. ojk.go.id, diakses pada 20 Mei 2019 10.02.
  2. crowde.co, diakses pada 20 Mei 2019 12.31.
  3. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2018. Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Februari 2018. Jakarta: Kementan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun