Mohon tunggu...
Aqilfhamdani
Aqilfhamdani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Beyond belief

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Raden Kalung Bimanagara, Sang Penjaga Sungai Citarum

12 Desember 2023   22:13 Diperbarui: 12 Desember 2023   22:35 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Citarum, sungai megah JAWA BARAT, mengalir sepanjang 300 kilometer, melintasi berbagai daerah dan kota, dan telah memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia. Dalam sejarahnya yang panjang, Citarum telah menjadi saksi peradaban, terutama selama masa Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4 hingga ke-7.

Citarum adalah sungai yang terletak di Jawa Barat, Indonesia. Sungai ini memiliki sejarah panjang sebagai salah satu sumber daya alam yang penting bagi masyarakat setempat. Berikut adalah beberapa poin penting dalam sejarah Citarum di Jawa Barat. Peran Penting Citarum memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Barat. Sungai ini digunakan untuk berbagai keperluan, seperti irigasi untuk pertanian, pasokan air untuk industri, dan kebutuhan air bersih bagi masyarakat. 

Sejarah Awal Sejarah Citarum dapat ditelusuri kembali ke masa pra-sejarah, di mana sungai ini telah menjadi sumber kehidupan bagi komunitas-komunitas lokal. Kehidupan masyarakat di sepanjang sungai ini selalu terkait erat dengan sungai tersebut. Perkembangan Ekonomi Seiring berjalannya waktu, Citarum juga memainkan peran dalam pengembangan ekonomi daerah. Pertumbuhan industri di sekitar sungai ini memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi Jawa Barat.

Masalah Pencemaran Sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir, Citarum mengalami masalah serius terkait pencemaran. Aktivitas industri, limbah domestik, dan pembuangan limbah industri secara tidak terkendali telah menyebabkan penurunan kualitas air sungai ini. Upaya Restorasi Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak telah melakukan upaya untuk mengatasi masalah pencemaran di Sungai Citarum. Proyek-proyek restorasi, kampanye kesadaran lingkungan, dan regulasi ketat telah diterapkan untuk meningkatkan kualitas air dan lingkungan sekitar sungai.

Proyek Citarum Harum Pada tahun 2018, pemerintah Indonesia meluncurkan Proyek Citarum Harum, sebuah program ambisius untuk membersihkan dan mengembalikan Sungai Citarum ke kondisi yang lebih baik. Program ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, militer, dan masyarakat setempat. Meskipun ada upaya yang dilakukan, tantangan untuk mengatasi masalah pencemaran dan menjaga keberlanjutan Sungai Citarum tetap besar. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mencapai perbaikan yang berkelanjutan.

Seiring dengan sejarahnya yang panjang, Sungai Citarum tetap menjadi fokus perhatian untuk menjaga keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.

Salah satu elemen menarik dalam sejarah sungai ini adalah kisah legenda dan mitos tentang makhluk penjaga serta penguasa Citarum. Konon, masyarakat setempat mempercayai adanya siluman berbentuk ular atau naga yang mendiami sungai ini selama berabad-abad. Namun, di balik keberadaan siluman ular ini, ada sosok legenda yang tak kalah menarik, yaitu Raden Kalung Bimanagara.

Raden Kalung Bimanagara adalah putra Raden Nata Direja atau Syekh Abdul Manaf, keturunan wangsa naga Kusuma atau yang lebih dikenal sebagai Adipati Ukur. Sejak usia dini, Raden Kalung menunjukkan bakat istimewa yang tidak dimiliki oleh saudara-saudaranya. Selain warisan ilmu kesaktian dari orang tuanya, ia juga tekun mencari ilmu dari berbagai guru di berbagai tempat, baik ilmu lahir maupun ilmu batin. Salah satu hal yang membedakan Raden Kalung adalah kebiasaannya melakukan tapa brata sejak kecil. 

Hingga suatu hari, saat berusia dewasa, ia memutuskan untuk bertapa di dekat sungai Citarum. Tapi kejadian mengejutkan terjadi saat seorang ular besar mendatanginya. Awalnya, Raden Kalung mengira itu hanya ular biasa. Namun, ular tersebut tiba-tiba berubah menjadi naga lengkap dengan mahkota, mengungkapkan identitasnya sebagai siluman ular penguasa Citarum. Ular ini mencoba menguji Raden Kalung yang berani datang dan bertapa di wilayahnya tanpa izin. N

amun, Raden Kalung tidak gentar. Meski diserang berkali-kali, ia tetap fokus pada meditasinya. Bahkan serangan bisa sang ular tidak bisa melukainya, karena tubuhnya dilindungi oleh cahaya putih yang membentang dan menghancurkan serangan ular. Setelah beberapa waktu, siluman ular itu akhirnya menyerah dan memohon ampun. Ia berubah menjadi sebuah benda pusaka yang dikenal sebagai Pusaka Sanhyang Wiratloka, yang memberikan kekuatan besar kepada Raden Kalung, bahkan bisa berubah menjadi seekor ular. 

Selain digunakan dalam pertempuran, pusaka ini menjadi senjata Raden Kalung untuk menjaga sungai Citarum. Kehebatan pusaka ini membantu menjaga keberadaan sungai yang sangat vital dalam sejarah, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya. Dengan begitu, Raden Kalung Bimanagara menjadi salah satu pahlawan dalam menjaga kelestarian sungai Citarum, menegaskan pentingnya peran legenda dalam sejarah dan budaya kita.

Menurut warga sekitar, yaitu Rifqi Fauzi saat ditanya tentang mitos radon kalung sang penguasa sungai citarum yang kebetulan Bapa dari Rifqi Fauzi sempat mempercayai mitos tersebut :
 "Baheula mah kata bapa saya, kalau mau menyeberang Sungai Citarum atau mau berenang, rakyat di pinggiran Citarum sudah hapal bagaimana caranya agar tetap selamat. Sebelum turun ke Citarum, rakyat suka komat kamit mengucap mantra terlebih dahulu, sambil menepuk-nepuk permukaan Sungai Citarum."

Pokna teh, "Kalung kuring rek meuntas. Kalung kuring rek ngojay, ulah aya naon-naon. (Kalung saya mau menyeberang. kalung saya mau berenang, jangan terjadi apa-apa).

Kalau diibaratkan sebuah kerajaan mah, kita sebut saja Citarum merupakan sebuah wilayah kerajaan yang disebut Kerajaan Citarum. Penguasanya memang sempat disebut-sebut yaitu Raden Kalung. Meskipun tidak ada bukti konkret yang mengonfirmasi keberadaan Raden Kalung, cerita ini masih diyakini oleh warga setempat sebagai bagian dari warisan nenek moyang mereka. Memang demikian adanya, sejak menggenggam pusaka Sanghyang Wiratloka, Kalung merasa punya kecintaan yang lebih besar ke Citarum. Hidupnya seakan ditugaskan untuk menjaga wilayah Citarum.

Bahkan di masa buyutnya Ranghyang Dipati Ukur masih hidup, Raden Kalung suka sengaja ikut menghadang pasukan musuh yang hendak menangkap Dipati Ukur, dengan menenggelamkan pasukan musuh ke Sungai Citarum. Begitu pula saat Raden Tumenggung Wiraangun-angun menjabat Bupati Bandung, Raden Kalung malah dijadikan pengawal yang tugasnya menjaga Citarum.

Di masa itu Kalung sangat setia merawat Citarum, menjaga agar Citarum tetap bersih bening. Tak kan ada manusia yang berani membuang sampah ke sungai, apalagi membabat pohon-pohon di tepi sungai, sebab takut oleh ular tunggangan Raden Kalung yang hadirnya tak pernah ketahuan, tahu-tahu sudah ada di depan mata.

Raden Kalung biasa menunggangi ular kalau sedang menyusuri Citarum, yang tak lain penjelmaan dari pusaka Sanghyang Wiratloka. Bagi rakyat yang tinggal di sisi-sisi Citarum, konon hingga kini pun kerap tanpa sengaja kadang melihat wujud ular tunggangan Raden Kalung yang oleh rakyat dijuluki Si Buyung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun