Mohon tunggu...
Aqiila Fadia
Aqiila Fadia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Diplomasi Nuklir Kim Jong-un: antara Ambisi dan Ketidakpastian Global

12 September 2024   01:16 Diperbarui: 12 September 2024   01:21 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ancaman eksternal dari Amerika Serikat dan sekutunya, serta ketegangan berkelanjutan dengan Korea Selatan, menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh rezim Korea Utara selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Ketegangan konflik Korea Utara dengan negara-negara lain juga semakin membulatkan keputusan Korea Utara untuk mengembangkan kekuatan nuklir yang dimilikinya. Menguatnya perkembangan senjata nuklir Korea Utara semakin terlihat sejak kepemimpinan Kim Jong-un yang mengambil alih kekuasaan pada 2011. Dimana Kim Jong-un memprioritaskan program nuklir sebagai pilar utama keamanan nasional dan alat tawar diplomasi internasional dalam menghadapi tekanan global.

Di bawah kepemimpinannya, Korea Utara mempercepat pengembangan senjata nuklir, yang disertai dengan uji coba nuklir dan rudal balistik antarbenua. Langkah ini memperlihatkan ambisi Kim Jong-un untuk mempertahankan legitimasi rezimnya di dalam negeri sambil menavigasi ketegangan internasional dengan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia. Meskipun ada upaya diplomasi tingkat tinggi, termasuk pertemuan bersejarah dengan Presiden AS Donald Trump, hal tersebut tidak lantas melahirkan kesepakatan konkret mengenai denuklirisasi. Sebaliknya, Kim Jong-un dinilai memanfaatkan ketidakpastian global dan rivalitas geopolitik untuk memperkuat posisinya, sekaligus memastikan Korea Utara tetap menjadi aktor yang relevan di kancah internasional.

Politik Kim Jong-un

Korea Utara merupakan negara dengan prinsip Juche yang dapat diartikan sebagai sistem penguasaan tunggal, dibawah kepemimpinan keluarga Kim Il Sung yang kemudian dianut ke dalam ideologi Korea Utara. Namun, dengan kepemimpinan yang bersifat turun temurun tersebut tidak serta merta memiliki kesamaan dalam keputusan politik setiap pemimpinnya.  

Tercermin sejak tahun 2011, Kim Jong-un yang baru naik menggantikan ayah nya untuk menjadi pemimpin Korea Utara langsung dengan cepat memperkuat program nuklir di Korea Utara sebagai inti dari strategi pertahanan dan alat diplomasinya atau yang kerap disebut dengan Byongjin Line.  

Ambisi Senjata Nuklir Kim Jong-un

Tidak dapat dielakkan bahwa ambisi Korea Utara dalam memaksimalkan kekuatan nuklirnya semakin meningkat dibawah kepemimpinan Kim Jong-un. Selain menyadari bahwa pengembangan senjata nuklir dapat menjadi kekuatan utama dalam memberikan pengaruh Korea Utara dengan pandangan sebagai negara yang tertutup di panggung global. Pengembangan senjata nuklir juga dapat digunakan untuk  mengimbangi kekuatan di kawasan regional.

Melihat hal tersebut, memunculkan salah satu alasan utama Korea Utara mengembangkan senjata nuklir, yaitu  untuk menjaga keamanan rezim. Dalam pandangan Kim Jong-un, senjata nuklir merupakan jaminan utama keberlangsungan kekuasaannya di tengah ancaman eksternal, terutama dari Amerika Serikat dan sekutunya. Selain itu, program pengembangan senjata nuklir juga dinilai dapat meningkatkan legitimasi politiknya di dalam negeri dengan menunjukkan kekuatan militer dan teknologi yang dimilikinya kepada rakyat Korea Utara.

Namun dibalik kesan mengancam yang dimiliki oleh Kim Jong-un dalam upayanya menjaga keamanan rezim, nyatanya upaya tersebut juga dapat dilihat sebagai bentuk dari perasaan tidak aman yang dirasakan oleh rezim keluarga Kim terhadap ancaman dari negara-negara di luar sekutunya, seperti Amerika Serikat. Hal tersebut tidak lain dilatarbelakangi karena adanya gesekan antara Amerika Serikat dengan Korea Utara pada Perang Korea yang terus berlanjut hingga saat ini. gesekan tersebut kemudian semakin diperparah dengan bergabungnya Korea Selatan ke dalam aliansi Amerika Serikat yang semakin membangun perasaan tidak aman bagi Korea Utara. Meskipun beberapa waktu lalu Korea Utara dibawah kepemimpinan Kim Jong-un mulai melakukan diplomasi internasional dengan Amerika Serikat mengenai perkembangan senjata nuklir, namun tetap saja diplomasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apapun.

Upaya Diplomasi Nuklir Korea Utara

Di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, Korea Utara memang secara terang-terangan menyatakan untuk menggunakan senjata nuklir sebagai alat tawar dalam diplomasi internasionalnya. Hal tersebut terlihat dari pertemuan tingkat tinggi antar petinggi Korea Selatan di Pyongyang pada Maret 2018 lalu. Dalam pertemuan itu Kim Jong-un dengan lugas menyampaikan niatnya untuk melakukan pertemuan dengan Donald Trump, yang kala itu sedang menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Tidak disangka. Pernyataan Kim Jong-un kemudian menuai reaksi beragam dari berbagai pihak. Tidak sedikit juga dari mereka yang mengharapkan ajakan pertemuan ini akan diterima oleh Trump dan menjadi langkah baru untuk memulai denuklirisasi.

Pertemuan antara pemimpin kedua negara tersebut kemudian menghasilkan penandatanganan pernyataan bersama mengenai upaya membangun hubungan bilateral antara Korea Utara dan Amerika Serikat yang lebih stabil. Penandatanganan pernyataan tersebut kemudian langsung diimplementasikan oleh kedua pihak. Terlihat dari Amerika Serikat yang memilih untuk membekukan latihan gabungan militer Korea Selatan dan Amerika Serikat secara sementara dan Korea Utara yang mulai membongkar fasilitas pengujian nuklirnya. 

Tidak dipungkiri, pertemuan antara pemimpin kedua negara tersebut diharapkan akan membuka harapan baru mengenai denuklirisasi. namun dalam kenyataannya pertemuan yang berlangsung pada 2018 tersebut tidak menghasilkan keputusan apapun dalam hal denuklirisasi. Melihat hal tersebut, pandangan internasional kemudian teralihkan ke dalam keberhasilan Kim Jong-un dalam memanfaatkan ketidakpastian diplomasi untuk kepentingan negaranya. Pandangan tersebut tidak lain didasari oleh keberhasilan Korea Utara dalam meredam tekanan internasional meliputi sanksi ekonomi yang selama ini menimpanya.

Selain Amerika Serikat, Korea Utara juga kerap memainkan peran penting dalam hubungan diplomatik dengan negara-negara seperti China dan Rusia. Dalam hal ini, Kim Jong-un dinilai sering kali menggunakan hubungan dekatnya dengan kedua negara tersebut untuk mengimbangi tekanan internasional, khususnya dari sanksi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan PBB. 

Masa Depan Diplomasi Nuklir Korea Utara

Sejatinya masa depan dari diplomasi nuklir Korea Utara tidak dapat diprediksi secara tepat dan pasti. Pasalnya, dengan tatanan global yang terus berubah dan berkembang setiap waktunya juga memberikan pengaruh terhadap diplomasi nuklir Korea Utara. Meskipun pertemuan tingkat tinggi antara Korea Utara dengan Amerika Serikat beberapa tahun lalu sudah dilangsungkan, namun belum ada kejelasan yang pasti mengenai denuklirisasi. 

Namun sejatinya keputusan Korea Utara untuk tetap mengembangkan kekuatan nuklirnya tanpa memperdulikan tekanan internasional juga sejalan dengan prinsip Kim Jong-un yang ingin menjadikan nuklir sebagai kekuatan utamanya. Sehingga berbagai pertemuan diplomasi nuklir yang dilakukan Korea Utara dapat dinilai sebagai upaya Kim Jong-un dalam meredakan ketegangan internasional.

Dengan demikian semakin memperjelas bahwa masa depan diplomasi nuklir Korea Utara sejatinya memang dipenuhi oleh berbagai ketidakpastian. Karena dengan keputusan Kim Jong-un untuk membuatnya sebagai kekuatan utama maka denuklirisasi akan semakin sulit tercapai dan diplomasi melalui berbagai pertemuan tingkat tinggi yang mungkin saja akan dilakukan kedepannya hanya akan menyentuh lapisan teratas dari masalah ini, seperti yang terlihat dari hasil pertemuan tingkat tinggi Kim Jong-un dengan Donald Trump 2018 silam. Sehingga kekuatan internasional akan terus berupaya untuk menemukan pendekatan yang efektif untuk mendorong Korea Utara melakukan denuklirisasi penuh, sementara disatu sisi Korea Utara akan dianggap berhasil membuat ini sebagai ancaman bagi negara-negara lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun