Mohon tunggu...
Muttaqien M. Yunus
Muttaqien M. Yunus Mohon Tunggu... -

Mahasiswa PPs IAIN SU

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

kebebasan pers perspektif islam

23 April 2011   06:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:30 3380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

a.Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b.Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

a.Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b.Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c.Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.[16]

E. Kebebasan Pers dari Sudut Pandang Islam

Kebebasan pers mencakup kebebasan berpikir, kebebasasan berbicara, dan kebebasan mengungkapkan sesuatu. Pengungkapan suatu peristiwa, atau pendapat bisa diekspresikan melalui lisan, pena, atau tindakan (action). Diantara tujaun juranalistik adalah mentranfer, dalam bentuk informasi, tentang perilaku, perasaan dan pikiran manusia. Adanya kebebasan berbicara tersebut terjadi setelah kebebasan berpikir terjamin. Karena itu, takkala membicarakan kebebasan pers dalam islam, kita perlu menbicarakan tentang kebebasab berpikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat (mengekspresikan pendapat dan kritik), menurut perspektif Islam.

Islam menjamin kebebasan berpikir secara konkrit dan nyata. Karena kebebasan ini diatur oleh akhlak dan diawasi setiap saat oleh pantauan Allah SWT. Lebih dari itu, dalam Islam berpikir, melakukan riset dan penelitian di anjurkan dan merupakan suatu ibadah dan metode yang sah untuk mencapai keimanan kepada Allah. Juga mengungkap keagungan kekuasaan dan ciptaanNya.[17]

Karena Islam menolak setiap klaim yang tidak berdasar pada dalil dab bukti, maka berpikir, tadabbur,meneliti dan mengkaji merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Allah berfirman dalanm surah An-Naml ayat 64:

¨Br&(#ätyö7tt,ù=sø:$#¢OèO¼çnßÏèã`tBur/ä3è%ãötz`ÏiBÏä!$yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#ur3×m»s9Ïär&yì¨B«!$#4ö@è%(#qè?$ydöNä3uZ»ydöç/bÎ)óOçFZä.úüÏ%Ï»|¹ÇÏÍÈ

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), Kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". (Q.S An-Naml:64)

Islam juga mewajibkan kepada kaum muslimin untuk mengekpresikan pendapatnya dan melakukan kritik terhadap kesalahan yang terjadi. Ketika hak dirampas, kebenaran diabaikan, dan makin nampak saja penyimpangan di tengah masyaraka, individu muslim tanpa terkecuali, wajib mengambil langkah tegas dan aktif dalam memeranginya. Inilah konsep amar makruf nahi mungkar yang dikenal dalam Islam.[18]

Seorang wartawan juga dituntut untuk melakukan amar makruh nahi mungkar, pemberitaan tentang suatu kejadian yang dinilai sebagai bentuk kemungkaran, harus didasari oleh niat dan misi ber-amar makruh nahi mungkar (melarang kemungkaran), dengan menggunakan metode dan proses tertentu. Begitu pula sebaliknya, jika kejadian tersebut dinilai sebagai bentuk makruf (kebaikan) yang ditinggalkan atau tidak diindahkan masyarakat[19]. Semua usaha ini, bagi seluruh individu muslim, baik wartawan maupn bukan, merupakan kewajiban dan tanggung jawab, bukan sekedar anjuran atau hak belaka

Kebebasan pers menurut pandangan Islam bukan bebas tanpa batasan tetapi harus sesuai dengan azas atau norma yang berlaku jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut. Sekarang ini kita liat realitanya banyak pers yang menyimpang dari ajaran-ajaran norma yang berlaku misalnya maraknya pers majalah yang bersifat negatif porno aksi, hal tersebut menyimpang dari ajaran agama Islam.

. Adapun azas atau norma dalam kebebasan pers sebagai berikut:

1.Bebas dan bertanggung jawab

Seorang wartawan harus bebas dari tekanan orang lain dalam mencari dan mengumpulkan serta menyampaikan pendapatnya melaului media. Dalam mendapatkan dan menyampaikan kebenaran tersebutlah wartawan harus memiliki kebebasan. Tidak seorang pun bisa menghalangi selama sesuai dengan koridor dan etika dalam Islam. Kebebasan dalam Alquran terutama dalam memeluk agama.[20] Seperti Firman Allah di Madinah dalam surah Al-Baqarah ayat 256:

Iwon#tø.Î)ÎûÈûïÏe$!$#(s%tû¨üt6¨?ßô©9$#z`ÏBÄcÓxöø9$#4`yJsùöàÿõ3tÏNqäó»©Ü9$$Î/-ÆÏB÷sãur«!$$Î/Ïs)sùy7|¡ôJtGó$#Íouróãèø9$$Î/4s+øOâqø9$#wtP$|ÁÏÿR$#$olm;3ª!$#urììÏÿxîLìÎ=tæÇËÎÏÈ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (syaitan) dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah 256)

Pernyataan tersebut memberikan pengertian, manusia bebas memilih mana agama yang akan dianutnya karena ia sudah dibekali dengan akal untuk memilih dan memilah mana agama yang akan mampu menyelamatkan dia. Meskipun Allah memberikan kebebasan untuk memeluk agama, namun koridor kebebasan tersebut dibatasi oleh adanya kalimat qad tabayyana al-rusd min al-grayyi (Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat), dan aspek kebenaran yang disebut Allah dengan ungkapan al-‘urwat al-wutsqa (buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus).[21]

Kebebasan pers (berpikir dan mengungkapkan), juga kebebasan-kebebasan lain pada umumnya, tidak mutlak tanpa batas. Adanya batasan-batasan, bukan untuk mengebiri kreatifitas dan kebebasan, namun untuk menghormati hak dan kebebasan pihak lain, namun untuk menghormati dan hak dan kebebasan pihak lain. Islam melarang pelecehan atau perbuatan yang dapat menjatuhkan nama baik seseorang. Sebagaimana Islam juga melarang perbuatan-perbuatan yang tidak mengindahkan etika umum, menyebarkan kemungkaran melalui berita atau yang lain, atau tindakan permusuhan terhadap syiar-syiar agama.

Kebebasan yang diberikan kepada pers untuk menerima dan menyebarluaskan informasi tersebut harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab. Dalam arti informasi yang disampaikan harus benar serta mewujudkan maslahat bagi kehidupan manusia.[22] Karenanya kebebasan yang diberikan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Bebas satu sisi dan tanggungjawab sisi yang lain tidak mungkin dipisahkan. Pers bebas dalam menyiarkan sesuatu tetapi harus mempertanggungjawabkan apa yang disiarkannya, ia harus menjamin kebenaran yang disampaikan kepada khalayak.

Setiap jiwa memang tidak pernah diberi tugas dan tanggung jawab di luar kemampuannya. Namun apa yang ia kerjakan akan dipertanggungjawabkan tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang diusahakannya: Firman Allah surat Al-Thur ayat 21:

@ä.¤ÍöD$#$oÿÏ3|=|¡x.×ûüÏduÇËÊÈ

tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Al-Thur ayat 21)

Dapat dipahami bahwa tidak satupun amalan manusia yang bisa lepas dari tanggungjawab. Meskipun diberikan kebebasan, namun semuanya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Demikian pula lah terhadap insan pers yang harus mempertanggungjawabkan setiap kegiatan jurnalistiknya. Disamping ia bertanggungjawab pada Allah selaku makhluk, orang-orang pers juga harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada publik pembaca, pendengar. Dan para pemirsa.[23]

2.Kejujuran Komunikasi

Dalam Alquran, jujur itu identik dengan amanah, yaitu kepercayaan yang lebih berkonotasi kepada kepercayaan kepada Tuhan. Komunikator dituntut untuk menjaga amanah, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui, tidak bertentangan antara ucapan dan perbuatan, serta mempertimbangkan kewajaran dan kelayakan suatu informasi untuk disiarkan.[24] Kebohongan merupakan kejahatan yang dilarang oleh Allah. Banyak ayat Alquran yang melaknat pembohong. Dalam surat An-Nahl ayat 105 disebutkan:

$yJ¯RÎ)ÎtIøÿtz>És3ø9$#tûïÏ%©!$#wcqãZÏB÷sãÏM»t$t«Î/«!$#(y7Í´¯»s9'ré&urãNèdcqç/É»x6ø9$#

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta. (Q.S. An-Nahl: 105)

Dengan jelas dalam ayat tersebut Allah sangat melarang perbuatan dusta. Dalam konteks komunikasi massa seperti seorang wartawan, maka berbohong merupakan sifat tercela, karena sangat berbahaya. Kebohongan dalam komunikasi massa akan menyesatkan masyarakat disebabakan telah menyerap informasi yang salah. Tentu kaomunikasi seperti itu menyalai etika komunikasi dan ajaran Islam berdasarkan Alquran.

3.Adil, Tidak Memihak

Dalam praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil dan berimbang. Artinya tulisan atau suatu berita harus disajikan secara tidak memihak. Belaku adil adalah ajaran Islam, kata al-adl dalam istilah islam berarti memberikan sesuatu yang menjadi hak seseorang, atau mengambil sesuatu dari seseorang yang menjadi kewajibannya. Adil juga berarti sama dan seimbang dalam memberi balasan.[25] Dalam surat An-An’am ayat 152 Allah berfirman:

#sÎ)uróOçFù=è%(#qä9Ïôã$$sùöqs9urtb%2#s4n1öè%(ÏôgyèÎ/ur«!$#(#qèù÷rr&4öNà6Ï9ºsNä38¢¹ur¾ÏmÎ/÷/ä3ª=yès9crã©.xs?ÇÊÎËÈ

Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (Q.S. An-An’am 152)

Yang menjadi topik kita adalah soal berkata-kata dengan adil. Ini berarti umat Islam diperintahkan untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan adil, artinya harus berkomunikasi dengan benar,tidak memihak, berimbang, dan tentunya dengan sesuai dengan haknua seseorang. Khusus dalam menyebarkan informasi kepada publik seorang insan pers tidak boleh memberi pengaruh terhadap rasa sayang atau rasa benci kepada seseorang atau golongan, sehingga informasi yang disampaikan dalam media massa tidak memenuhi etika keadilan atau azas berimbang.

4.Keakuratan Informasi

Keakuratan informasi dalam komunikasi massa atau bagi seorang wartawan bisa dilihat dari sejauh mana informasi tersebut telah diteliti dengan cermat dan seksama, sehingga informasi yang disajikan telah mencapai ketepatan. Menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tudak mengakibatkan masyarakat pembaca, pendengar, pemirsa mengalami kesalahan.[26] Kesalahan yang ditimbulkan oleh kesesatan informasi pada media massa, tentu bisa diperkirakan betapa besar bahaya dan kerugian yang diderita masyarakat banyak.

Untuk mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat diperlukan penelitian yang seksama oleh kalangan pers, terutama wartawan. Ajaran Islam mengakomodasikan etika akurasi informasi tersebut melalui beberapa ayat seperti dalam surat Al-Hujarat ayat 6:

$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uäbÎ)óOä.uä!%y`7,Å$sù:*t6t^Î/(#þqãY¨t6tGsùbr&(#qç7ÅÁè?$JBöqs%7's#»ygpg¿2(#qßsÎ6óÁçGsù4n?tã$tBóOçFù=yèsùtûüÏBÏ»tRÇÏÈ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. Al-Hujarat 6)

Alquran mengisyaratkan adanya orng-orang yang ingin dan berusaha agar sesuatu informasi yang buruk itu tersebar di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, seseorang yang terlibat dalam kegiatan komunikasi, harus melakukan check and recheck terhadap kebenaran sesuatu inforamasi yang diterimanya sebelum disampaikan kepada orang lain.[27]. Selain meneliti materi informasi yang diterima, etika jurnalistik mengisyaratkan untuk meneliti integritas dan kredibilitas sumber yang memberikan informasi, keterpercayaan sumber merupakan prasyarat dalam jurnalistik.

Wartawan sebagai seorang yang mempunyai akal sebagai pisau analisisnya akan selalu selektif dalam menerima informasi sebelum menyiarkan kepada orang lain. Dalam surat Al-Dzumar ayat 18 Allah berfirman:

tûïÏ%©!$#tbqãèÏJtFó¡otAöqs)ø9$#tbqãèÎ6­Fusùÿ¼çmuZ|¡ômr&4y7Í´¯»s9'ré&tûïÏ%©!$#ãNßg1yydª!$#(y7Í´¯»s9'ré&uröNèd(#qä9'ré&É=»t7ø9F{$#ÇÊÑÈ

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Al-Dzumar18)

Ayat ini mengungkapkan ciri orang yang disebut dengan ulu al-albab. Ciri orang ini ialah bersifat menganalisis informasi, maksudnya ialah berusaha mengetahui sesuatu dengan cara nengarahkan pikirannya kepada sesuatu itu secara serius.[28] Berusaha mendengar sesuatu berarti memikirkan dan menganalisisnya secara seksama. Ia membedakan informasi mana yang baik dan mana yang buruk dan menggunakan ilmunya secara kritis.

5.Kritik Kontruktif

Salah satu etika komunikasi massa adalah melakukan kritk yang membangun terhadap hal-hal yang berjalan tidak menurut semestinya, baik di lihat dari sudut undang-undang yang berlaku maupun menurut etika dan norma yang hidup di tengah masyarakat lingkungannya.[29] Pers adalah penjaga gawang kebenaran di tengah pembacanya. Segala penyimpangan tidak boleh dibiarkan, dengan caranya pers melakukan kritik agar penyimpangan tidak berlangsung lagi.

Cara pers dalam melaksanakannya bisa macam-macam bentuknya. Kadang ia menulis dalam bentuk tajuk komentar, ulasan, kritik dan kadang juga berbentuk pembeberan penyimpangan dalam bentuk laporan atau penulisan berita. Dalam Alquran, orang. Pesan- pesan komunikasi yang bersifat membangun sangat ditekankan dalam komunikasi Islam. Kritik membangun yang disampaikan oleh komunikator atupun komunikan, dapat menjadi bahan untuk perbaikan pada masa depan, dan dapat menghindari pengulangan kesalahan.

Dalam Alquran, orang beriman diminta untuk melaksanakan suatu kewajiaban berupa pekerjaan mengajak orang lain untuk berbuat baik, menyuruh orang lain melaksanakan kebaikan, dan melarang orang untuk menjahui kemungkaran, seperti dicantumkan dalam surat Ali Imran ayat 103:

`ä3tFø9uröNä3YÏiB×p¨Bé&tbqããôtn<Î)Îösø:$#tbrããBù'turÅ$rã÷èpRùQ$$Î/tböqyg÷ZturÇ`tãÌs3YßJø9$#4y7Í´¯»s9'ré&urãNèdcqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÊÉÍÈ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran103)

Dalam ayat ini memang bukan setiap pribadi orang beriman dituntut untuk melaksanakan perintah ini, karena adanya perbedaan kemapuan.[30] Tetapi pada hakikatnya setiap individu punya kewajiban untuk berdakwah sesuai dengan kemampuannya. Kritik konstruktif dalam komunikasi massa, kritik yang dimaksudkan untuk pembangunan, bukan untuk menjatuhkan seseorang atau institusi lain.

F. Penutup

Kebebasan pers menurut pandangan Islam bukan bebas tanpa batasan tetapi harus sesuai dengan azas atau norma yang berlaku jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut. Para pengelola komunikasi massa secara mutlak harus berpedoman dan bertumpu kepada etika Islami atau akhlak sebagai yang dituntun dan dituntut oleh Alquran dan Hadis. Pokok-pokok etika Islam dalam komunikasi massa adalah:

Pertama, Setiap pers harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, artinya tidak ada satun perbuatan terbebas dari aspek pertanggung jawaban meskipun dalam prakteknya, mereka mempunyai kebebasan, namun tidak bisa lepas dari tanggungjawab. Kedua, Setiap pers harus bersifat jujur dan jernih dalam menyajikan informasi kepada masyarakat, tidak boleh mendustakan data dan fakta dalam tulisan dan laporan, baik melalui media cetak atau elektronik. Ketiga, Pengelola komunikasi massa harus bersifat hati-hati dalam menyerap informasi untuk selanjutnya disebarluaskan kepada masyarakat secara hati-hati pula. Keempat Pers melakukan kritik terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku tetapi melakukannya dengan cara yang etis, tidak menyiarkan kritik secara kasar. Kesimpulannya kebebasan pers perspektif Islam sangant sesuai dengan kode etik pers dan norma-norma komunikasi massa secara umum.

Daftar Pustaka

Al-Asykari, Abu Al-Hilal. al-faruq fi al-lughat. Beirut: Dar al-Araq al-Jadidat 1973.

Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa. Jakarta: PT logos Wacana Ilmu, 1999.

Attakusumah. Tuntunan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi. Jakarta: Spasi & VHR Book,

2009.

Harahap, Krisna. Kebebasan Pers di Indonesia. Bandung: Grafitri Budi Utami, 2000.

http://id.wikisource.org/wiki/Kode_Etik_Jurnalistik.

Khoirul Anam, Faris. Fikih Jurnalistik. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009.

Kholil, Syukur. Komunikasi Islami. Bandung: Citapustaka Media, 2007.

Laxman Putu, Pendit Sanjaya. Empat Teori Pers. Jakarta: Intermasa, 1986.

Seno Adji, Oemar. Mass Media dan Hukum. Jakarta: Erlangga, 1996.

[1] Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), h. 3.

[2] Faris, Fikih…, h. 10.

[3]Attakusumah, Tuntunan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi, (Jakarat: Spasi & VHR Book, 2009) h. 304.

[4] Ibid

[5] Putu Laxman, Sanjaya Pendit, Empat Teori Pers, (Jakarta: Intermasa, 1986), h. 51.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun