ASI merupakan sumber gizi utama bagi bayi berusia 0 hingga 6 bulan yang diproduksi oleh seorang ibu dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang bayi serta membantu tubuh bayi dalam melawan penyakit. Seorang bayi sudah disarankan untuk diberikan ASI di satu jam pertama setelah kelahiran dan setelahnya diberikan lagi setiap dua hingga tiga jam sekali. ASI adalah makanan utama bayi dan makanan yang paling sempurna karena pada ASI terdapat hampir semua jenis nutrisi dengan komposisi yang cukup untuk pemenuhan kebutuhan bayi guna tumbuh kembang yang optimal.Â
Air Susu Ibu atau yang biasa disebut denganASI berperan untuk membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik dan pemberian ASI eksklusif terbukti mampu menurunkan potensi kematian pada bayi baru lahir. ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama enam bulan lamanya tanpa adanya campuran asupan lain untuk bayi seperti air putih, air teh, susu formula, aneka buah-buahan, bubur, serta tambahan cairan atau makanan padat lainnya.Â
Menurut laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, capaian indikator pemberian ASI eksklusif untuk bayi kurang dari enam bulan adalah sebesar 69,7%. Angka ini telah mencapai target tahun 2021, yaitu sebesar 45%. Apabila dibandingkan antara angka capaian dengan target pemberian ASI eksklusif  tahun 2021, maka realisasi target adalah sebesar 154,9%. Meskipun demikian, masih terdapat tiga provinsi di Indonesia yang capaiannya masih di bawah target yaitu Sulawesi Barat (27,8%), Papua Barat (21,4%), dan Papua (11,9%).Â
Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur mengenai pemberian ASI eksklusif, salah satunya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 yang bertujuan untuk melindungi, mendukung, dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif melalui dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat dan keluarga terdekat dari ibu dan bayi.
Dalam PP Nomor 33 Tahun 2012 tersebut pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk jaminan untuk pemenuhan hak bayi atas ASI eksklusif sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan bayi, memberikan dukungan kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif, serta meningkatkan peran keluarga hingga pemerintah pusat terhadap pemberian ASI eksklusif.Â
Berdasarkan informasi dari Direktorat Gizi Masyarakat, pemberian ASI eksklusif ini dalam penerapan kebijakannya diserahkan kepada masing-masing daerah yang menyebabkan belum adanya monitoring dan evaluasi apakah kebijakan tersebut dijalankan atau tidak. Cukup disayangkan bahwa Direktorat Gizi Masyarakat mengungkapkan fakta bahwa bidan sebagai ujung tombak tenaga kesehatan di daerah tidak banyak mendukung kebijakan ASI eksklusif dikarenakan banyak dari bidan-bidan tersebut yang menerima sponsor dari susu formula. Â
Masih tergolong rendahnya cakupan pemberian ASI ekskusif di Indonesia meskipun sudah dilakukan berbagai intervensi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, hingga kelompok-kelompok masyarakat bukanlah tanpa sebab. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif baik dari segi faktor internal ibu maupun faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah pengetahuan ibu, paritas (kemampuan sorang wanita untuk melahirkan bayi yang dapat hidup atau viable), dukungan dari orang terdekat dan tenaga kesehatan, jumlah produksi ASI, keadaan puting susu ibu, kesulitan bayi dalam menghisap, kondisi ibu yang bekerja, serta pengaruh promosi pengganti ASI.Â
Di tempat-tempat umum, minimnya ketersediaan ruang laktasi turut menjadi faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Keberadaan ruang laktasi amatlah penting untuk mendorong pemberian ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Asi Eksklusif, yaitu perlu diadakan ruang laktasi atau ruang khusus ibu dan anak untuk menyusui di setiap ruang publik seperti mal, bandara, dan instansi pemerintah.Â
Pemberian ASI Eksklusif dalam Pembangunan Kesehatan Nasional
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Kementerian Kesehatan menyusun Renstra yang merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif memuat program-program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Kementerian Kesehatan dan Rencana Kerja Pemerintah.Â
Sasaran yang ingin dicapai dan menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan dalam RPJMN 2020-2024 adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.Â
Kementerian Kesehatan membuat 15 indikator sasaran strategis yang kemudian dibentuklah lima strategi untuk mencapai indikator sasaran strategis tersebut, yaitu peningkatan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi; percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan permasalahan gizi ganda; peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit; pembudayaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS); dan penguatan sistem kesehatan.Â
Target persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif masuk ke dalam bagian dari strategi peningkatan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi. Target capaian selama lima tahun adalah 2020 (40%), 2021 (45%), 2022 (50%), 2023 (55%), dan 2024 (60%). Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan seorang anak merupakan salah satu indikator program pemerintah dalam melaksanakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka seribu hari pertama kehidupan (Gerakan 1.000 HPK). Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga bagian dari pelaksanaan standar emas pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF. Â
Berbagai kegiatan telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan untuk mencapai target presentase pemberian ASI eksklusif untuk bayi kurang dari 6 bulan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:Â
Sosialisasi terkait menyusui setiap tahun yang dilakukan melalui Pekan Menyusui Dunia kepada seluruh lintas program dan lintas sektor, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, penggiat ASI dan umum.
Pelatihan ToT PMBA untuk 60 peserta dari 30 provinsi dan pusat.Â
Penyusunan modul dan kurikulum pelatihan jarak jauh konseling PMBA, sebagai alternatif pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.
Update modul dan kurikulum konseling menyusui yang disesuaikan dengan panduan dari BPPSDM Kesehatan supaya dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Penyusunan pedoman gizi seimbang untuk ibu hamil dan ibu menyusui.
Pengembangan website untuk telekonseling PMBA sebagai alternatif dalam pelaksanaan konseling di masa pandemi.Â
Dampak Positif Pemberian ASI Eksklusif bagi NegaraÂ
Masuknya pemberian ASI eksklusif untuk bayi kurang dari 6 bulan dalam strategi peningkatan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi oleh Kementerian Kesehatan tidaklah semata-mata karena adanya manfaat individu bagi ibu dan bayi; namun hal itu juga dikarenakan pemberian ASI eksklusif memiliki manfaat bagi keberlangsungan suatu negara. Manfaat pemberian ASI eksklusif untuk bayi kurang dari 6 bulan bagi negara antara lain adalah:Â
Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi
Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwasannya ASI memiliki kemampuan dalam memberikan perlindungan kepada bayi dari penyakit infeksi seperti diare, otitis media, serta infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. ASI yang diberikan pada anak menjadikan anak memiliki volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare lebih sedikit, dan lebih cepat sembuh dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan asupan ASI secara cukup.Â
ASI yang diberikan kepada bayi dapat memberikan perlindungan terhadap bayi dari diare dan kontaminasi makanan yang tercemar bakteri, memperoleh antibodi terhadap shigela dan imunitas seluler dari ASI, mendorong pertumbuhan flora usus yang berkompetisi terhadap bakteri. Antibodi Heliocobacterjejuni yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari diare. Resiko menderita diare Heliocobacterjejuni pada anak yang tidak mendapatkan ASI dapat 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI.Â
Menghemat Devisa Negara
ASI bisa dianggap sebagai suatu kekayaan nasional. Diperkirakan negara bisa menghemat devisa hingga 8,6 milyar apabila semua ibu menyusui. Anggaran 8,6 milyar tersebut adalah anggaran yang seharusnya digunakan sebagai pajak dan royalti untuk membeli susu impor. Devisa tersebut akan dapat dihemat karena dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak memerlukan lagi susu formula dalam jumlah besar untuk setiap bayi yang dilahirkan.Â
Mengurangi Subsidi Untuk Rumah Sakit
Subsidi bagi rumah sakit dapat berkurang karena rawat gabung ibu dan bayi dapat memperpendek lama rawat, mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial, serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak yang sedang sakit. Anak yang mendapatkan ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan anak yang mendapatkan susu formula.Â
Peningkatan Kualitas Generasi PenerusÂ
Anak yang mendapatkan ASI bisa mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Tumbuh kembang anak yang optimal menjadikan terjaminnya kualitas generasi penerus bangsa di masa depan. ASI sangat bermanfaat sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh dan kecerdasan, serta meningkatkan jalinan kasih sayang.Â
Manfaat lainnya dari ASI eksklusif yaitu meningkatkan intelektual dan motorik, mengurangi penyakit kronik pada bayi, mengurangi pendarahan postpartum, mengurangi risiko kanker payudara dan ovarium, menambah ikatan antara ibu dan bayinya, serta mengurangi risiko infeksi pada bayi.
Â
Referensi:
Anik, Maryunani. 2009. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas. Jakarta: TIM.Â
Kemenkes RI. 2022. Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan. [diakses pada 22 Agustus 2022]. Tersedia pada: http://ppid.kemkes.go.id/uploads/img_62a2df29f07c5.pdfÂ
Kristiyansari, W. 2009. Asi, Menyusui & Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika.Â
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 [diakses pada 22 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://farmalkes.kemkes.go.id/2021/03/rencana-strategis-kementerian-kesehatan-tahun-2020-2024/#
Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif [diakses pada 22 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/18ed0dbb83864470733669d4ef1bad6dc7b835089.pdfÂ
Wulandari dan Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H