Mohon tunggu...
Aqib
Aqib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Awardee BPI 2022

Alumni Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Siap untuk belajar dari siapa saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Front Jawa Timur Sebelum Agresi Militer Belanda I

19 Juli 2017   22:34 Diperbarui: 19 Juli 2017   23:41 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Front Gempol Sebelum Agresi Militer Belanda I (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan-Dokpri)

Setelah pejuang republik mundur meninggalkan Kota Surabaya, mereka membentuk garis pertahanan di selatan. Mula-mula berada di Wonokromo, Waru, Gedangan kemudian terdesak lagi ke selatan hingga berada di Sruni-Buduran. Hingga akhirnya pada Februari 1947, pertahanan bertitik tumpu pada Gempol-Japanan-Mojosari.

Gerak Mundur Pasukan Republik (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan-Dokpri)
Gerak Mundur Pasukan Republik (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan-Dokpri)
Sementara itu di tingkat pusat, terjadi kesepakatan antara Republik Indonesia dengan Belanda. Gencatan senjata diberlakukan mulai 15 Februari 1947, namun pada 19 Maret 1947 Mojokerto jatuh ke tangan Belanda. Pada tanggal 25 Maret 1947, Perjanjian Linggarjati ditandatangani. Selama perundingan Linggarjati di Jawa Timur, republik kehilangan Sidoarjo dan Mojokerto (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan. 1989:22).

Perjanjian Linggarjati yang dirundingkan dari November 1946 baru ditandatangani secara sah pada tanggal 25 Maret 1947. Namun, setelah Perjanjian Linggajati resmi ditandatangani, hubungan Republik Indonesia dan Belanda semakin memburuk. Diawali oleh perselisihan akibat perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya lepas dari Belanda (Kharisma, D. N. Kota Malang Pada Masa Agresi Militer Belanda I Tahun 1947. Jurnal Avatara, vol. 4(3). 2016:943.).

Untuk mengakhiri perselisihan interpretasi, pada tanggal 29 Juni 1947 Belanda mengirimkan nota 5 pasal yang terkenal karena dipandang bersifat ultimatif. Pemerintah Republik Indonesia terpaksa menerima pasal satu hingga empat, pasal lima yang mengenai pembentukan polisi bersama, republik mengajukan keberatan-keberatan yang telah ditolak oleh pihak Belanda. Sementara itu, seratus ribu orang tentara Belanda telah siap mendukung garis politik keras yang ditempuh (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan. 1989:23).

Perselisihan tersebut digunakan oleh pihak Belanda untuk mengorganisir kekuatan militernya untuk menyerang wilayah Indonesia. Pemerintah Den Haag telah memberikan izin aksi militer pada tanggal 7 Juli 1947, tetapi karena ada intervensi dari sebuah negara besar barat maka aksi militer ditunda. Akhirnya pada tanggal 20 Juli 1947 jam 24.00 Dr. H. J. Van Mook mengucapkan pidato radio yang memberikan alasan-alasan dilakukannya aksi militer. Belanda sendiri menamakan sebagai polisionil aksi, republik menamakan sebagai agresi karena mereka ingkar pada gencatan senjata yang telah disetujui bersama dan Perjanjian Linggarjati (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan. 1989:26).

Front Gempol Sebelum Agresi Militer Belanda I (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan-Dokpri)
Front Gempol Sebelum Agresi Militer Belanda I (Yasin, dkk. Medan Gerilya di Timur Gunung Harjuno Welirang Penanggungan-Dokpri)
Jawa Timur merupakan sasaran Belanda untuk merebut daerah perkebunan Malang--Besuki dan Pulau Madura, untuk menyerbu daerah Malang mereka menggerakkan Brigade X KNIL. Brigade X menyerang dari Sidoarjo ke jurusan Malang sambil memperluas pendudukan kota-kota dan pusat perkebunan di daerah Malang dan Brigade Marinirnya mendarat di Pantai Pasir Putih sambil mengadakan raid di Bayuwangi untuk kemudian dalam tempo dua hari merebut jalan-jalan raya serta kota-kota di daerah Besuki dan Malang Timur (Nasution, A. H. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid V. 1978:247).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun