Bank Syariah Indonesia mengalami kendala selama beberapa hari dengan alasan maintenance atau gangguan dan kebocoran data yang tentu berdampak bagi seluruh Masyarakat Indonesia yang menggunakan bank tersebut.terutama bagi warga Aceh yang menjadikan Bank Syariah Indonesia sebagai bank mayoritas warga Aceh. Hal ini menimbulkan keresahan bagi Masyarakat Aceh. Layanan yang buruk dan kesulitan bertransaksi bermunculan dimasyarakat.Â
Pada tahun 2022Kasus system error ATM dan Mobile Banking BSI mendorong DPR Aceh untuk mewacanakan revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Sistem error ini mengakibatkan roda perekonomian Masyarakat Aceh nyaris lumpuh. Dikonfirmasi bahwa BSI menjadi korban Ransomware, total data yang dicuri sebesar 1,5 TB, Diantaranya adalah 15 Juta data pengguna dan password untuk login ke akses internal dan layanan eksternal yang digunakan oleh Bank Syariah Indonesia. Namun,akankan Bank Konvensional Kembali lagi ke Aceh?
Pada dasarnya ada banyak perbedaan mencolok antara system keuangan konvensional dan system keuangan syariah,salah satunya dari prinsip keduanya, yakni :
1.) Perbedaan Prinsip dan Filosofi
2.) Perbedaan Mekanisme Pasar
3.) Berdasarkan Asset dan Kekayaan
4.) Berdasarkan Hak Milik
5.) Berdasarkan Pembagian Keuntungan
6.) Berdasarkan Pembagian Investasi
7.) Berdasarkan Pengawasan
Point-point diatas merupakan dasar perbedaan antara keduanya,dan mengapa Aceh menganut system Keuangan Syariah sebagai kegiatan Ekonominya?
Sebagaimana kita ketahui Aceh merupakan salah satu dari 38 provinsi di Indonesia yang diberikan otonomi khusus untuk mengatur rumah tangganya sesuai dengan syariat Islam,hal ini tentunya menjadi peluang besar bagi Aceh untuk membuktikan bahwa Islam dengan semua sistemnya dapat menyelesaikan seluruh masalah umat. Dari hal ini,Aceh akhirnya menerapkan ketentuan sendiri tentang system perbankan yang berbeda dengan daerah lain yang ada di Indonesia. System yang di atur ini juga berpedoman terhadap Qanun Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah.Pasal 65 dan 66 dalam Qanun tersebut ,menyatakan bahwa seluruh Lembaga keuangan yang ebroperasi di Aceh,wajib menjalankan prinsip syariah paling lama 3 tahun sejak Qanun ini diundangkan.Â
Dengan demikian sejak tahun 2021 Aceh tidak lagi menerapkan system keuangan konvensional dalam regulasi perekonomiaannya,sehingga Sejak itu pula Bank-Bank konvensional yang ada di Aceh tidak diperbolehkan lagi beroperasi di Aceh dan menggantinya menjadi Bank Syariah Indonesia. Namun dapat kita akui bahwa peraturan ini menimbulkan banyak pro dan kontra karna perbedaan pandangan. Dan juga halnya perbankan syariah juga masih tergolong baru berkembang di Indonesia. Yang mengakibatkan kurangnya kepercayaan terhadap Masyarakat.ditambah lagi pada tahun 2022 kemarin juga Bank Syariah Indonesia banyak mengalami masalah terhadap sistemya. Namun Apakah mungkin karna beberapa kejadian belakangan dapat membuat Bank Konvensional Kembali lagi ke Aceh.
Penerapan Qanun LKS juga telah memberi dampak bagi perekonomian di Aceh,salah satunya dengan mengalihkan seluruh aktivitas,produk,dan Lembaga keuangan,termasuk perbankan.Maka dari itu segala layanan keuangan konvensional dan kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah tidak dapat diberlakukan. Sementara itu, apabila Masyarakat Aceh tetap berkeinginan untuk menggunakan layanan Bank Konvensional ,maka transaksinya harus dilakukan diluar Aceh.Â
Jika pihak Lembaga keuangan atau mitra melanggar aturan dalam Qanun,maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda uang,peringatan tertulis,pembekuan kegiatan usaha,pemberhentian direksi dan/atau pengurus LKS, dan pencabutan izin usaha. Disisi lain,Otoritas Jasa Keuangan meyakini jika pelaksanaan Qanun LKS dapat mendukung pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah nasional dan Ekonomi Syariah secara menyeluruh. Hal ini tentunya akan berpotensi menambah total asset perbankan syariah dan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian Aceh,berdasarkan tujuan yang tertera dalam pasal 5 tadi.
Badan Legislasi (BANLEG) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) juga sudah mulai melakukan rapat internal,membahas wacana revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Pertemuan anggota Banleg dan seluruh tenaga ahlinya yang telah dilakukan merupakan dampak dari bermasalahnya layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) .layana yang bermasalah dari Bank Syariah Indonesia (BSI) ini menyebabkan transaksi yang dilakukan Masyarakat Aceh menjadi lumpuh total.
Ketua Banleg DPRA,Mawardi, mengatakan rapat internal yang dilakukan membahas soal permintaan revisi Qanun LKS yang disampaikan dalam surat pengantar Gubernur Aceh Nomor 188.34/17789. Mawardi menjelaskan, dalam pertemuan yang telah dilaksanakan tersebut para anggotanya memberikan pandangannya masing-masing baik pro maupun kontra terhadap Qanun LKS tersebut.
Pandangan saya terhadap hal ini juga mengharuskan pemerintah Aceh khususnya dapat Kembali merevisi atau memikirkan ulang terkait ditetapkannya  Qanun tentang LKS tersebut.
Karna dengan diberlakukannya sistem ekonomi syariah dan mengganti segala macam perbankan konvensional menjadi syariah membuat Masyarakat pada umumnya menjadi bergantung. Apalagi setelah ditiadakannya Bank Konvensional, ditambah lagi dengan kasus terkait Peretasan data dan maintenance yang dialami oleh Bank Syariah Indonesia pada tahun 2022 lalu,yang membuat Masyarakat Aceh sangat bergantung pada Bank syariah dan tidak mempunyai pilihan lain.Â