Mohon tunggu...
Agus Pudjijono
Agus Pudjijono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Penerapan Green Public Procurement dalam Upaya Menjaga Kelestarian Ekosistem Laut

13 Mei 2018   17:44 Diperbarui: 21 Mei 2018   14:10 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Latar Belakang
Pada tahun 2015, dunia telah sepakat untuk melaksanakan Sustainable Development Goals (SDG) dengan 17 goal dan 169 target yang harus dicapai dalam 30 tahun. Salah satu indikator yang ada di dalam target SDGs adalah goal 12.7 dengan target “mempromosikan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang berkelanjutan/Sustainable Public Procurement (SPP), sesuai dengan kebijakan dan prioritas nasional”.  Target lain yang ada di dalam SDG adalah goal 14: Kehidupan Di Bawah Air. Salah satu target pada  goal ini di tahun 2020 adalah pengelolaan dan perlindungan ekosistem laut dan pesisir secara berkelanjutan untuk menghindari dampak negatif yang signifikan, termasuk dengan memperkuat ketahanan mereka, dan mengambil tindakan untuk restorasi mereka untuk mencapai lautan yang sehat dan produktif dan pada tahun 2025 adalah mencegah dan secara signifikan mengurangi pencemaran laut dari semua jenis, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk sampah laut dan polusi nutrisi dan pada tahun. Beberapa proses pengadaan barang./jasa yang bersentuhan dengan ekosistem air khususnya laut adalah pembangunan infrastruktur laut dan jasa catering/tataboga. Paper ini akan membahas bagaimana pengadaan barang/jasa dapat membantu dalam menjaga kelestarian laut.

Pembahasan 


United Nations Environment Programme (UNEP) pada websitenya (UNEP, 2017) menyebutkan Sustainable Public Procurement (SPP) atau Pengadaan Publik/Pemerintah Berkelanjutan (PPB) adalah proses ketika sebuah organisasi pemerintah memenuhi kebutuhan mereka untuk barang, jasa, pekerjaan konstruksi, dan jasa lainnya dengan suatu metode untuk mencapai nilai kemanfaatan uang dalam sebuah siklus hidup yang menyeluruh dalam hal mencari keuntungan yang tidak hanya untuk organisasi tapi juga sosial dan ekonomi tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan secara signifikan. PPB di Indonesia diatur di dalam Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 (Perpres 16/2018) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 68. Pasal 68 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Pengadaan Barang/Jasa memperhatikan aspek keberlanjutan yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Aturan penerapan PPB menggunakan frasa “memperhatikan”, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan PPB di Indonesia masih berada pada level pengenalan, tidak bersifat wajib. Hal ini akan memperbesar kemungkinan penerapan PPB akan masih bersifat insidentil dan belum merupakan suatu gerakan masif yang terstruktur.

Secara umum pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) merepresentasikan 15%-30% dari Gross Domestic Product (GDP) nasional. Di Uni Eropa, rata-rata belanja pemerintah adalah sebesar 13,7 % dari GDP (Ahsan, 2017). Pada tahun 2014, rencana belanja barang dan jasa pemerintah yang ter- catat pada sistem monitoring dan evaluasi Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) se- besar 399,414 Triliun rupiah dan meningkat menjadi 586,747 Triliun rupiah pada tahun 2016 (LKPP, 2018). Alasan utama untuk menggunakan GPP sebagai sebuah instrumen kebijakan lingkungan adalah karena besarnya belanja pemerintah di bidang barang/jasa. Pengadaan barang dan jasa yang nilainya besar akan membutuhkan sumber daya alam yang besar pula, yang dapat berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kelestarian alam, pencemaran lingkungan, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim. Efek terhadap alam ini tidak hanya dilihat dari penggunaan bahan baku/material dalam jumlah yang signifikan, tetapi juga emisi yang dihasilkan dari proses pengadaan barang/jasa dari proses produksi, pengangkutan, sampai dengan pada tahap penggunaan. Dengan besarnya belanja ini GPP dipertimbangkan sebagai sebuah instrumen yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah perubahan iklim, penggunaan sumber daya, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Diharapkan GPP akan berkontribusi di skala nasional dan internasional dalam membantu mengatasi masalah lingkungan dan menjadi haluan dalam inovasi dan pendorong pertumbuhan ekonomi.

Beberapa fakta-fakta terkait lautan disampaikan oleh Sinaga (2016) sebagai berikut: Lautan meliputi tiga perempat dari permukaan Bumi, mengandung 97 persen air Bumi, dan mewakili 99 persen ruang hidup di planet ini berdasarkan volume. Lebih dari tiga miliar orang bergantung pada keanekaragaman hayati laut dan pesisir untuk mata pencaharian mereka. Secara global, nilai pasar sumber daya dan industri kelautan dan pesisir diperkirakan mencapai $3 triliun per tahun atau sekitar 5 persen dari PDB global. Lautan mengandung hampir 200.000 spesies yang teridentifikasi, tetapi jumlah sebenarnya mungkin berada dalam jutaan. Lautan menyerap sekitar 30 persen karbon dioksida yang dihasilkan manusia, menyangga dampak pemanasan global. Lautan berfungsi sebagai sumber protein terbesar di dunia, dengan lebih dari 3 miliar orang bergantung pada lautan sebagai sumber utama protein mereka. Perikanan laut secara langsung atau tidak langsung mempekerjakan lebih dari 200 juta orang. Subsidi untuk penangkapan ikan berkontribusi pada penurunan cepat banyak spesies ikan dan mencegah upaya untuk menyelamatkan dan memulihkan perikanan global dan pekerjaan terkait, menyebabkan perikanan laut menghasilkan US $50 miliar lebih sedikit per tahun daripada yang mereka bisa. Sebanyak 40 persen lautan di dunia sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, termasuk polusi, perikanan yang berkurang, dan hilangnya habitat pesisir. Dari fakta-fakta yang disampaikan di atas dapat kita peran lautan dan perlunya upaya untuk menjaga kelestarian lautan.

Małgorzata (2017) menyampaikan bahwa PPB terdiri dari dua jenis yaitu: Green Public Procurement (GPP) dan Socially Responsible Public Procurement (SRPP). GPP adalah sebuah proses yang di dalamnya otoritas publik melakukan pengadaan barang/jasa yang dampaknya lebih kecil kepada lingkungan alam selama keseluruhan siklus hidup jika dibandingkan dengan barang/jasa dengan kemampuan utama yang sama yang dapat diperoleh untuk memenuhi kebutuhan yang sama.

Pemerintah menerapkan GPP dengan mempertimbangkan masalah-masalah lingkungan ketika melakukan kontrak dengan penyedia barang/jasa. Mekanisme pengalokasian kontrak dilakukan dengan kompetisi tender dengan memasukkan syarat berupa kriteria-kriteria terkait lingkungan yang harus dipenuhi oleh penyedia barang/jasa. Kriteria syarat lingkungan dapat diminta dipenuhi pada proses produksi, atau rantai pasok barang/jasa. Dengan demikian, kinerja terkait lingkungan dari penyedia barang/jasa merupakan bagian dari kualitas penawaran. Kriteria terkait lingkungan tersebut dimasukkan ke dalam beberapa tahapan pengadaan seperti pada saat tender desain, tender untuk pelaksanaan konstruksi, dan tender untuk pengoperasian sebuah bangunan (ICLEI, 2007). Di dalam tender kriteria-kriteria tersebut dimasukkan ke dalam beberapa tahapan tender seperti pada kriteria seleksi, spesifikasi teknis, kriteria evaluasi dan juga klausul kinerja kontrak (Testa et.al, 2015).  Testa et.al (2015) dan Lundberg (2017) menyebutkan beberapa kriteria lingkungan yang dijadikan persyaratan proses tender adalah sebagai berikut : Pertama, energi seperti penggunaan energi yang rendah, emisi karbon dari peralatan/kendaraan/alat berat, penggunaan renewable energy, pelatihan efisiensi energy. Kedua, material, seperti  penggunaan produk yang tidak beracun, produk ramah lingkungan (green label), penggunaan kayu yang minim, produk hasil daur ulang. Ketiga, air seperti penggunaan toilet minim air (biodegradable liquid), peralatan hemat air (dual-flush toilet, tap water). Keempat, suara seperti pengontrolan suara akibat pelaksanaan konstruksi atau juga pengoperasian bangunan. Kelima, manajemen limbah, seperti adanya manajemen limbah yang baik. Keenam, daur ulang, berupa penggunaan air limbah untuk di daur ulang, daur ulang sampah.    

Dengan memasukkan kriteria-kriteria lingkungan di dalam GPP, misal dalam pembangunan Green Road, pemerintah berusaha untuk menerapkan low waste economy dengan mengurangi penggunaan energi, pencegahan limbah dan polusi di awal proses pengadaan barang dan jasa dengan persyaratan di awal proses tender berupa penggunaan produk hijau dan perilaku hijau perusahaan yang ikut berkompetisi dalam tender. Kemudian memastikan adanya kontrol terhadap polusi, pelaksanaan daur ulang dan penggunaan produk daur ulang pada saat pelaksanaan pengadaan barang/jasa  (misal proses konstruksi) dan pengoperasian produk hasil pengadaan barang/jasa (misal pengoperasian jalan).

Beberapa proses pengadaan barang./jasa yang bersentuhan dengan ekosistem air khususnya laut adalah pembangunan infrastruktur laut dan jasa catering/tataboga. Paper ini akan membahas bagaimana pengadaan barang/jasa dapat membantu dalam menjaga kelestarian laut khususnya dalam pembangunan jasa konstruksi infrastruktur laut dan jasa catering/tataboga. Dalam melaksanakan infrastruktur di laut pada proses perencanaan sudah merencanakan teknologi hijau, pada proses pemilihan sudah mencantumkan kriteria ramah lingkungan dalam proses evaluasi penawaran sebagai contoh kriteria teknik dan teknologi yang digunakan ramah lingkungan: tidak menghancurkan seluruh terumbu karang, kriteria bahan/material yang digunakan (dalam pembangunan, dalam pemeliharaan) ramah lingkungan : tidak beracun. Kemudian, waktu pembangunan suatu infrastruktur juga diharapkan tidak mengganggu aktifitas reproduksi dari makhluk hidup yang ada pada suatu ekosistem laut (Daffon, 2018). Sedangkan pada pengadaan barang/jasa makanan, ketika membutuhkan barang/jasa mempersyaratkan produk berlabel hijau (Green Label) misalnya ikan bukan dari produk illegal fishing, ukuran ikan yang besar tidak yang kecil.


Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol di atas Permukaan Laut (Tol Bali Mandara)

Jalan Tol Bali Mandara adalah jalan sepanjang 12,7 km di atas laut yang menghubungkan antara Benoa, Ngurah Rai Tuban, dan Nusa Dua. Jalan tol ini mulai dikonstruksi sekitar bulan Maret 2012 dan selesai sekitar bulan Mei 2013. Jalan tol ini didesain tahan terhadap gempa 1.000 tahun. Jalan Tol Bali Mandara dibangun di atas Teluk Benoa. Ada tiga jalur utama yaitu Benoa (Denpasar)–Bandara Ngurah Rai (Tuban), Bandara Ngurah Rai–Nusa Dua, dan Benoa–Nusa Dua. Ketiga jalur ini membentang di atas Teluk Benoa sekitar 1.373 hektar (NN 2, 2014).

Awalnya pembangunan proyek ini akan dibangun melayang di darat, namun karena budaya di Bali tidak mengizinkan ada sebuah bangunan memiliki ketinggian melebihi pura di sekitarnya (15 meter), maka jadilah proyek ini di bangun membentang di atas laut (NN 5, 2018).  Desain kontruksi awal jalan tol ini menggunakan teknologi ramah lingkungan yaitu pracetak seperti tiang pancang dan lantai yang dibuat di pabrik dan dipasang di laut, apabila pembuatan tiang pancang dan lantai dibuat  dilaut maka akan mengotori kawasan perairan sebagai dampak pengecoran. Kemudian, timbunan tanah yang tak merusak mangrove. Jalan tol ini sudah menggunakan lahan sekitar mangrove maka akan dilakukan penanaman sekitar 15 ribu bibit pohon bakau di sekitar perairan Teluk Benoa (NN 1, 2013). Dalam hal ini dapat dilihat pelaksanaan pembangunan jalan ini telah menerapkan konsep green public procurement pada tahap perencanaan dengan memperhatikan kearifan lokal (tinggi maksimum bangunan tidak boleh melebihi 15 meter), desain dengan teknologi ramah lingkungan. Kemudian green public procurement dilaksanakan pada saat konstruksi yaitu dengan penanaman mangrove pengganti.


Di dalam Amdal, pelaksana proyek menyatakan, pemasangan tiang-tiang penyangga jalan dilakukan menggunakan ponton dan tidak dilakukan pengurukan. Namun, terpaksa dilakukan pengurukan sementara dengan batu kapur karena lokasi pekerjaan tidak bisa dijangkau ponton pancang yang juga membawa logistik. Kedalaman air, lebih dangkal daripada draf ponton yaitu garis batas ketinggian maksimal dari dasar ponton yang terbenam saat berisi muatan maksimal. Penggunaan tanah kapur, digunakan karena merupakan material terbaik dan paling cocok dengan dasar laut untuk pengurukan sementara. Ekosistem dan pantai dengan jenis batu karang sama dengan karakteristik batu kapur yang diuruk sementara. Pihak pelaksana mengatakan bahwa pengurukan itu bagian metode kerja dan bersifat sementara (NN 2, 2014). Dari hal ini dapat dikatakan bahwa pada tahapan konstruksi dilakukan perubahan metodologi pekerjaan namun untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan dalam rangka green procurement maka dipilih material yang diyakini memiliki dampak paling kecil terhadap lingkungan. 

Di dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur kontrol terkait dampak lingkungan yang telah disusun di dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) amat penting dilaksanakan. Kontrol ini dapat dilakukan dengan menunjuk pihak lain untuk mengawasi atau juga dengan mendengarkan masukan dari para Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan seperti Walhi, Green Peace dan sebagainya. Jika terdapat perubahan pada proses, bahan baku dan penolong dalam pembangunan infrastruktur tersebut maka Pemerintah dapat menggunakan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan pasal 26 ayat 1 yang mengatur pembatalan kelayakan lingkungan hidup jika terjadi perubahan pada proses, bahan baku dan penolong. JIka AMDAL dibatalkan maka pelaksana pekerjaan harus membuat AMDAL baru untuk dapat melanjutkan pekerjaan tersebut.

Studi Kasus Barang/Jasa Produk Perikanan

Penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur menghabiskan stok ikan, menghancurkan habitat laut, merusak persaingan, menempatkan nelayan yang jujur pada ketidakadilan yang tidak adil, dan melemahkan masyarakat yang berhemat, terutama di negara-negara berkembang. Diperlukan suatu kebijakan untuk memastikan bahwa produk-produk perikanan yang ada di pasaran merupakan produk yang ramah lingkungan. Salah satu produk regulasi yang ada adalah kebijakan di Uni Eropa terkait illegal, unreported and unregulated fishing (IUU). Ini merupakan suatu kebijakan pengadaan barang di level lintas negara yang akan membantu memperbaiki ekosistem laut. Peraturan Uni Eropa untuk mencegah, menghalangi dan menghilangkan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010 (EU , 2010).  Dengan diterapkannya peraturan ini maka pengadaan barang/jasa produk perikanan di Eropa menerapkan konsep green public procurement di awal proses dengan pendefinisian spesifikasi awal produk barang/jasa yang dapat masuk ke dalam sebuah kawasan. Pemasok produk perikanan mau tidak mau dipaksa untuk menerapkan kebijakan ini agar produknya dapat diterima di Eropa. Dengan pemasok menerapkan kebijakan ini maka diharapkan kondisi ekosistem laut di negara pemasok akan lebih terjaga.

Dukungan kebijakan dan insentif

Infrastruktur Hijau (Green Infrastructure)/ Produk Berlabel hijau umumnya membutuhkan material dan teknologi khusus. Sering kali, kedua faktor produksi ini memerlukan biaya yang tinggi sehingga perlu dukungan kebijakan dan insentif untuk penerapannya. Saat ini sudah terdapat banyak negara termasuk negara tetangga yang telah menerapkan prinsip infrastruktur hijau. Oleh karena itu, internalisasi konsep hijau pada pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah merupakan suatu hal yang wajib. Seperti sudah disampaikan sebelumnya bahwa, PPB di Indonesia diatur di dalam Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 (Perpres 16/2018) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 68. Pasal 68 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Pengadaan Barang/Jasa memperhatikan aspek keberlanjutan yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Aturan penerapan PPB menggunakan frasa “memperhatikan”, tidak bersifat wajib. Hal ini akan memperbesar kemungkinan penerapan PPB akan masih bersifat insidentil dan belum merupakan suatu gerakan masif yang terstruktur. Belum adanya standar, kriteria dan indikator dalam penerapan PPB juga dapat menyebabkan implementasi PPB yang tidak maksimal. Untuk menjamin penerapannya Pemerintah perlu mengeluarkan regulasi turunan yang berisikan standar penerapan, kriteria dan indikator penerapan PPB.


Selain dukungan kebijakan untuk pengguna barang (pemerintah) dalam menerapkan PPB, diperlukan juga dukungan untuk penyedia jasa (sektor swasta) agar mereka tertarik untuk berinvestasi di teknologi hijau. Dukungan dapat berupa kebijakan kemudahan inventasi dan juga insentif misal berupa pengurangan pajak dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan agar terdapat supply dan demand yang cukup dalam mengimplementasikan Green Public Procurement di Indonesia.

Daftar Pustaka

Dafforn, K, A. 2016. Eco-engineering and management strategies for marine infrastructure to reduce establishment and dispersal of non-indigenous species. Management of Biological Invasions (2017) Volume 8, Issue 2: 153–161

UNEP, 2017. http://drustage.unep.org/resourceefficiency/what-we-do/sustainable-lifestyles/sustainable-procurement/what-sustainable-public-procurement diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

Malgorzata, B. 2017. Sustainable Public Procurement As An Instrument Of Implementation Of Sustainable Development. Theoritical And Practical Approach.

UNDP. 2015. Goal 14 targets. URL : http://www.undp.org/content/undp/en/home/sustainable-development-goals/goal-14-life-below-water/targets/ diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

NN 1. 2013. Jalan tol Bali gunakan metode ramah lingkungan. URL : https://www.antaranews.com/berita/384496/jalan-tol-bali-gunakan-metode-ramah-lingkungan diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

NN 2. 2012. Walhi dan Frontier Bali Soroti Proyek JDP. URL : https://walhibali.org/walhi-dan-frontier-bali-soroti-proyek-jdp/ diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

Muhajir, A. 2014. Nasib Miris Hutan Mangrove Teluk Benoa. URL : http://www.mongabay.co.id/2014/09/23/nasib-miris-hutan-mangrove-teluk-benoa/ diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

NN 3. 2018. Cantiknya Jalan Tol Bali Mandara yang Tahan Gempa 1.000 Tahun. URL : https://finance.detik.com/foto-bisnis/d-3839258/cantiknya-jalan-tol-bali-mandara-yang-tahan-gempa-1000-tahun diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

NN 4. 2018. Jalan Tol Bali Mandara – Tol Pertama dan 5 Fakta Uniknya. URL : https://balipedia.id/jalan-tol-bali-mandara/ diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

EU. 2018. Illegal fishing (IUU). URL : https://ec.europa.eu/fisheries/cfp/illegal_fishing_en. diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

NN 5. 2018. Ini Kisah Awal Proyek Tol Bali Dibuat di Atas Laut. URL : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1976381/ini-kisah-awal-proyek-tol-bali-dibuat-di-atas-laut diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

Sinaga, D. 2016.Fakta-Fakta Tentang Lautan di Bumi. URL : https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20160609102031-317-136852/fakta-fakta-tentang-lautan-di-bumi/ diakses 5 Mei 2018 9.00 WIB.

ICLEI European Secretariat. 2007. The Procuraþ manual. A guide to cost-effective sustainable public procurement. 2nd ed. Freiburg, Germany: ICLEI Euopean Scretariat;

Testa, F., Grapio, P., 2015. Examining GPP using content analysis: existing difficulties for procurers and useful recommendation. Environ Dev Sustain. Springer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun