[caption caption="2"]
Saya hanya bisa menarik nafas dan bertanya-tanya: “apakah tidak bisa membeli tulisan yang bagus, sehingga orang merasa berkuasa dan mengancam ketika ditegur karena perilaku plagiatnya?” Yang membuat kening berkerut, konon sebagian keuntungan dari usahanya disumbangkan untuk anak yatim. Baik benar atau tidaknya itu, bagi saya aksi heroik Robin Hood sudah tidak relevan di era kekinian, para mafioso yang berbisnis kotor pun sebagian terkenal sebagai orang demawan. Bukan sebuah hal yang patut seseorang dengan tangan kanan memberi sedekah dari usaha yang “halal”, sementara tangan kirinya sibuk mencuri dari orang lain. Apakah seorang pelaku usaha yang menggunakan cara-cara mencuri untuk melancarkan usahanya bisa dipercaya untuk berbisnis secara jujur?
Bayangkan juga ada orang bekerja keras merancang web dan membuat tulisan bagus supaya websitenya hadir di halaman 1 google, pihak lain memanfaatkan “barang curian” justru menikmati hasil maksimal. Pertanyaannya: apa jadinya jika usahanya tidak didukung oleh ratusan tulisan hasil curian serta strategi SERP (black hat SEO) yang culas dan melawan hukum?
Tidak butuh waktu lama menulis ulang dengan bahasa sendiri, juga bukan hal sulit setidaknya mencantumkan referensi. Jika mengukur tingkat pendidikan dan perkiraan omzet usaha, tidak ada faktor yang menghalangi pemilik situs tesebut untuk tidak menjiplak. Baik dilihat dari sisi kapabilitas untuk menghasilkan karya tulis, mau pun sisi finansial untuk mengupah ghostwriter, keduanya mampu.
Melihat fenomena plagiat untuk SERP tersebut semakin kuatlah keyakinan saya bahwa plagiat bukan soal ketidakmampuan tapi masalah perilaku. Jika di negara lain plagiasi beberapa paragraf saja dinilai hal yang sangat serius dan tercela, bagaimana dengan menjiplak ratusan tulisan?
Satu kasus plagiasi yang sedemikian massive itu menyadarkan saya. Menuju era komunikasi digital, di samping terbuka lebarnya peluang, penulis sebetulnya menghadapi darurat plagiat. Orang bisa sedemikian mudah menjiplak untuk kepentingan ekonomi karena konsekuensi dari perilakunya tidak pernah mendapat sanksi. Jika aturan dan sanksi mengenai hak karya cipta tulisan digital tidak dijalankan dengan tegas, dunia kreatif, khususnya kepenulisan berada dalam bahaya.
Yogya, 16 Maret 2016
Catatan:
Sebagai bukti bahwa tulisan ini bukanlah fitnah, berikut ini beberapa hard evident dari aktivitas plagiat yang saya ituliskan di atas. Untuk mengetahui pemilik asli tulisan, anda bisa meng-copy setiap judul tulisan dari akun yang diduga plagiat dan menempelkan di mesin pencari google, sehingga ditemukan sumber asli tulisan.