Mohon tunggu...
APRIZA NUGRAHA
APRIZA NUGRAHA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Photography

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rasisme yang Terus Berulang terhadap Orang Papua

14 Desember 2022   07:18 Diperbarui: 14 Desember 2022   07:22 3305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Papua merupakan salah satu provinsi yang terletak di Indonesia dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun, Papua memiliki predikat yang tinggi sebagai daerah yang sering terjadi konflik. Berbagai konflik ini kerap kali terjadi pada beberapa wilayah yang melibatkan dua atau lebih etnis tertentu di masyarakat. Salah satu konflik yang terjadi yaitu tindakan rasisme yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dan oknum terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Tindakan Rasisme dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat. Rasisme adalah suatu paham dari satu ras yang memiliki rasa paling tinggi terhadap ras lainnya. Fenomena ini terjadi karena adanya suatu penolakan terhadap suatu golongan tertentu berdasarkan warna kulit, suku, dan ras. Perbedaan perilaku dan moralitas menjadikan beberapa ras tertentu lebih unggul dibandingkan ras lainnya. Sikap intoleran dan sikap etnosentrisme dapat menyebabkan rasisme terjadi. Hal ini telah menjadi masalah yang serius di kehidupan masyarakat Indonesia terutama yang sering terjadi pada orang Papua.

Masyarakat Papua menjadi korban diskriminasi rasial di negaranya sendiri. Pemikiran rasisme dapat membuat seseorang memiliki prasangka buruk yang berdampak negatif terhadap ras yang terdiskriminasi. Perlakuan buruk, kesenjangan, melenggangnya impunitas hingga terjadinya konflik bisa terjadi karena adanya rasialisme. Negara yang lalai dan tidak menganggap serius perihal rasisme dapat mengakibatkan masyarakatnya sendiri tak bisa mengidentifikasi dan memperbaiki mengenai apa itu rasisme dan bagaimana cara mencegah rasisme terjadi.

Hal ini terjadi di Indonesia pada Agustus 2019, terjadinya pengepungan asrama Papua yang terletak di Surabaya. Massa sekitar meneriaki mahasiswa Papua dengan kata binatang seperti monyet, gorila, dan anjing. Insiden ini membuat orang Papua turun ke jalan untuk memprotes atas hal yang terjadi. Kasus ini bermula karena adanya isu perusakan bendera merah putih yang ditemukan di sekitar Asrama Mahasiswa Papua. Ironisnya, justru beberapa peserta aksi tersebut ditangkap atas tuduhan makar.

Dalam konteks sepak bola, ejekan bernada rasial terjadi di media sosial terhadap pemain PSM Makassar asal Papua, Patrich Wanggai. Pertandingan berakhir dengan kemenangan PSM 2-0, salah satunya gol dicetak oleh sepakan Patrich Wanggai. Perkataan rasis berupa kata "monyet", "hitam goblok", dan "anjing hitam" tumpah di instragram pribadi pemain tersebut. Tindakan tersebut tidak dapat diterima oleh akal sehat juga merendahkan martabat kita semua.

Saya melihat aksi rasis terhadap orang Papua sudah tertanam dalam diri sejak dini. Melalui tayangan televisi, terdapat beberapa tayangan yang merujuk pada sikap rasisme pada warga Papua. Pentingnya untuk menanamkan hidup dalam perbedaan agama, ras, suku, dan hal lainnya yang harus ditanamkan sejak dini. Salah satu hak konstitusional setiap orang yaitu bebas dari diskriminasi. Upaya penegakan hukum dan peningkatan kesadaran terhadap rasisme perlu dilakukan karena untuk menghormati harkat dan martabat manusia.          

PEMBAHASAN

Rasisme memandang mereka bukan manusia, tetapi sebagai objek sasaran yang dapat diperlakukan dengan semena-mena. Rasialisme dapat terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja, hingga intimidasi yang dilakukan oleh aparat keamanan yang seharusnya mempunyai tugas untuk mengayomi masyarakat. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari banyak suku, agama, budaya, serta bahasa daerah yang berbeda. Dengan adanya kemajemukan ini sudah seharusnya bersikap toleran terhadap berbagai macam perbedaan. Namun, akhir akhir ini banyak terjadi peristiwa intoleran mengenai ras di Indonesia.

Konflik antar mahasiswa Papua dengan masyarakat lokal di Surabaya terkait rasisme dalam konflik Papua Surabaya terjadi pada 19 - 30 Agustus 2019. Latar belakang terjadinya konflik didasarkan dengan adanya pengepungan dan penangkapan penghuni asrama terkait kesalahpahaman aparat dan ormas setempat terhadap penghuni asrama Asrama Mahasiswa Papua (AMP). Dugaan tersebut terjadi karena rusaknya tiang bendera merah putih milik Pemkot Surabaya yang terletak tepat di depan Asrama (AMP) tersebut. Aparat dan Masyarakat sekitar melontarkan kata "monyet", "babi", "anjing", dan "binatang" pada Mahasiswa Papua yang berarti kata tersebut merupakan majas metafora yang menganggap manusia sebagai binatang. Perlakuan rasisme yang menimpa mahasiwa Papua di Surabaya memicu kekecewaan berbagai stakeholder terhadap aparat pemerintah. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa pemerintah gagal dalam melindungi hak konstitusional warganya.

Tentu rasisme ini terjadi karena ada sebab akibatnya. Rasisme bisa terjadi dikarenakan adanya doktrin atau ajaran dalam kelompok tertentu dalam menentukan ras yang lebih dominan dibandingkan ras lainnya. Adanya kebijakan dan aturan tertentu yang menguntungkan kelompok tertentu saja serta paham masyarakat yang berstereotip buruk terhadap ras dan golongan tertentu pun bisa dikatakan mengapa rasisme bisa terjadi. Tentu hal ini bisa diatasi dengan adanya sikap toleransi dengan menghilangkan sikap etnosentrisme.

Etnosentrisme merupakan suatu persepsi atau pandangan yang dimiliki oleh masing- masing orang yang menganggap bahwa budaya yang dimilikinya lebih baik dari budaya lainnya. Sikap etnosentrisme berupa seseorang yang menilai budaya lain atas standar budaya nya sendiri. Terdapat beberapa aspek timbulnya etnosentrisme, yaitu antara lain perbedaan fisik (biologis), perbedaan lingkungan (geografis), perbedaan kekayaan (status sosial), dan perbedaan kepercayaan. Etnosentristme berpeluang menghambat keserasian interaksi dan komunikasi antar etnik.

Sikap Intoleransi yaitu ketidaksediaan dari seseorang atau kelompok orang untuk menerima perbedaan yang ada dalam diri orang lain atau kelompok lain. Intoleransi biasanya terjadi pada bidang agama dan kepercayaan. Sikap ini pun dapat terjadi dalam bidang ras seperti kejadian yang dialami Mahasiswa Papua yang sedang merantau ke Jakarta kesulitan untuk mencari kos-kosan karena tidak menerima orang Papua. Kemudian perlakuan lainnya yaitu mengatakan bahwa orang Papua memiliki aroma badan yang kurang enak. Tentu tindakan rasial ini telah melukai hati orang Papua. semua kasus perlu diatasi dan diawali dengan kita bersikap Toleransi.

Toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antar sesama manusia. Tentu hal ini dapat kita terapkan untuk menghindari rasisme, sikap etnosentrisme, dan sikap intoleran. Bersikap toleran sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Indonesia dan seluruh ras dan etnis yang ada di Indonesia. Sikap sikap toleran dapat dilakukan dengan mencoba mengubah rasa keberatan menjadi keyakinan atau sikap yang lebih positif dengan asumsi bahwa perilaku kurang baik dalam waktu ke waktu akan berkurang. Sikap lain yang bisa dilakukan yaitu mencoba mengubah rasa keberatan menjadi ketidakpedulian terhadap karakteristik rasial tertentu.

PENUTUP

Papua adalah provinsi yang kaya akan sumber daya alam bagi manusia. Akan tetapi kerap kali diperlakukan semena-mena oleh warga non Papua. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka bangsa Indonesia tidak belajar untuk mengamalkan Bhinneka Tunggal Ika yang sesungguhnya. Masyarakat diharapkan bisa menghapus tindakan diskriminasi rasial yang masih terjadi hingga saat ini agar tidak adanya perpecahan dan permusuhan. Akan lebih baik jika kita memandang seseorang dengan setara dan hidup dalam berdampingkan dalam perbedaan ras, suku, agama, dan budaya dengan keberagaman yang berbeda beda. Mengingat Indonesia adalah negara besar yang bermajemuk, sudah seharusnya sikap toleransi menjadi kewajiban bagi seluruh bangsa Indonesia.

Tidak baik jika merasa diri atau ras tertentu merasa lebih unggul dan superior dibandingkan ras lainnya. Perbedaan bukan berarti yang satu lebih baik dari yang lainnya. Agar hal ini tak terulang Kembali, dengan mengembangkan sikap toleransi serta menjadi lebih terbuka dengan mengenali budaya yang berbeda, tentu kehidupan akan lebih tentram tanpa adanya rasisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun