Sebab fatwa ini tidak memberikan status dan hak keperdataan terhadap anak zina sebagaimana diatur dalam hukum Islam, namun melalui lembaga ta'zir hak-hak keperdataan anak luar kawin dapat terpenuhi dengan pembebanan biaya penghidupan anak dan juga wasiat wajibah untuk anak tersebut.Â
Pemenuhan hak anak secara terbatas ini dapat diimplementasikan dalam putusan pengadilan dengan mempertimbangkan kearifan dan kebijaksanaan hakim. Pemenuhan hak-keperdataan secara terbatas dapat diberikan kepada anak luar kawin dengan memberikan ta'zir kepada ayah biologisnya untuk memenuhi kebutuhan hidup anak serta memberikan harta kepada anak selepas ia meninggal melalui lembaga wasiat wajibah. Selain itu, terkait dengan hak sipil dan status anak dalam pembuatan akta kelahiran, diperlukan kategorisasi dalam administrasi kependudukan yang dapat memberikan hak keperdataan anak luar kawin.
Seorang perempuan dan/atau anaknya apabila dapat membuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (yaitu tes DNA) dan/atau dengan alat bukti hukum lainnya bahwa terdapat hubungan darah diantara anak dan laki-laki yang dituntut, maka hakim dapat mengeluarkan penetapan mengenai hubungan keperdataan diantara mereka.Â
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi pengakuan secara terpaksa. Secara hukum seorang ayah biologis yang hendak mengakui anaknya secara sukarela juga mengalami kendala apabila ingin mengakui anak luar kawin sebab pengakuan anak luar kawin hanya dapat dilakukan dengan satu cara yakni dengan membuat akta pengakuan anak dan juga harus ada persetujuan dari ibu kandung anak tersebut.Â
Jika seorang ibu kandung dari anak luar kawin dapat menafkahi dan mencukupi kebutuhan anak luar kawin hingga dewasa sementara ayah biologis dari anak luar kawin tersebut hendak mengakui anaknya secara sukarela akan tetapi ibu kandung anak luar kawin tidak setuju maka pengakuan anak ini tidak bisa terjadi dan hal ini tidak menjadi persoalan hukum bagi ibu kandung karena tidak setuju dengan pengakuan ayah biologisnya tersebut.
Mengingat anak yang terlahir ke dunia selalu dalam keadaan suci, maka tidak adil rasanya jika seorang anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah hanya memperoleh status kedudukan terikat secara hukum dan kekeluargaan dengan ibunya saja, seyogyanya akan lebih baik jika anak luar kawin mendapatkan status kedudukan minimal secara kekeluargaan dengan bapaknya.Â
Permasalahan pembagian waris juga dirasakan tidak adil bagi seorang anak luar kawin, mereka baru mendapatkan hak dari orang tuanya (terutama bapaknya) setelah melalui proses pengakuan, demikian juga dengan jumlah waris yang diterima dibedakan dari anak yang telahir dari perkawinan yang sah. Alangkah lebih baik jika bagian warisannya tidak dibedakan dengan anak pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H