Pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren membuatku kerap teringat akan kegiatan sehari-hari di sana. Bukan hanya belajar bersama, karena banyak kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Karena sama saja kita hidup bareng di sana. Temannya banyak, bukan hanya sepantara tapi datang dari semua jenjang.
Bekerja sama sudah menjadi kebiasaan dan naik levelnya menjadi budaya. Budaya antri, budaya makan bareng, budaya berjamaah, dan masih banyak lagi. Dari kebiasaan, kehidupan di pesantren itu identik dengan kekompakan dan kesolidtan antara para santrinya. Termasuk saat menyambut tamu penting, sama halnya yang kini nampak di Jawa Barat saat Ganjar Pranowo bersilaturahmi ke pesantren-pesantren.
Seperti yang kita ketahui bahwa Ganjar ini adalah mantu kyai masyhur di organisasi terbesar negeri ini, Nahdlatul Ulama. Identitas bacapres itu kembali dikenalkan oleh KH Said Aqil Sirodj, bahwa Ganjar adalah cucu Kiai Hisyam Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin di Purbalingga sekaligus Rais Syuriah PCNU Purbalingga pada tahun 1973-1983 dari sang istri, Siti Atikoh.
Maka tidak heran selain kental akan darah nahdliyinnya, dia juga banyak dikenal barisan ulama. Seperti saat kondangan keponakan KH Said kemarin, dia banyak bertemu tokoh-tokoh besar dalam NU, diantaranya Mahfud MD, Yaqut Cholil, Gus Ulil Abshar Abdalla, wakilnya saat menjabat menjadi gubernur Jateng, Taj Yasin, dan tokoh lainnya.
Obrolan ringan terlempar dengan bumbu-bumbu canda-tawa menjadikan suasana seperti reunian. Dalam moment itu, Ganjar juga di disapa hangat oleh Syekh Muhammad Fadhil Jailani, cucu ke-25 Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Tangan Ganjar dijabat erat dengan melantunkan doa secara khidmat diamini oleh bacapres satu itu.
Ganjar adalah pemimpin yang supel dan easy going dengan semua kalangan, termasuk barisan ulama dan kiai tanah air. Seperti yang sudah tergambar saat silaturahmi ditunaikan ke beberapa pondok pesantren di kabupaten dan kota di Jabar.
Sambutan hangat dari kiai dan kehebohan para santri berhasil menyihir siapapun yang melihatnya. Mohon maaf saja jika dibandingkan dengan bacapres lainnya, para santri itu lebih antusiasnya kepada Ganjar. Mulai dari interaksi kecil memanggil namanya dnegan penuh semangat, berjabat tangan sampai melakukan obrolan singkat, semua terjadi tanpa ada sekat. Hanya sebuah kenyamanan yang didapat para santri bersama calon pemimpinnya.
Sontak saja hal itu membuat para kiai juga merasa senang karena Ganjar dicintai para santri. Pada kedatangan Ganjar ke ponpes itu juga mengundang pergerakan barisan santri yang menorehkan tulisan selamat datang dan kalimat sayang lainnya untuk dipersembahkan pada Ganjar. Sederhana tapi mengapa yang begitu sangat mengesankan saja.
Ya jalan-jalan ke Jawa Barat Ganjar banyak bersilaturahmi ke pesantren-pesantren mulai dari Ponpes Gedongan Cirebon, ponpes tertua di Jabar. Dalam setiap kunjungan itu ada cerita unik dari para santri ataupun ulamanya yang dengan suka cita menyambut Ganjar.
Seperti di ponpes Al Azhar Kota Banjar, bukan sekedar silaturahmi karena Ganjar diajak masyayikh untuk diskusi bersama membahas tentang banyak hal. Disana pesan juga dititipkan pada bacapres satu itu tentang menjaga pesantren, sampai mengerjakan keberlanjutan dari IKN yang merupakan masa depan negara.
Begitu pula saat bertandang ke Ponpes Cijantung dan Darussalam, antusias memenuhi warga ponpes. Nama Ganjar bahkan banyak diteriakkan barisan santriwati. Pengasuh Ponpes Kiai O. Nur Muhammad mengungkapkan dibalik keantusiasan itu, menyiratkan dukungan penuh kepada Ganjar.
Bergeser lagi saat Ganjar mengunjungi ponpes Miftahul Huda Monanjaya di Tasikmalaya, Kyai Asep yang merupakan sahabat lamanya di DPR penuh semangat menyambut kedatangannya. Pertemuan mereka banyak bernostalgia, mengembalikan mereka di masa-masa diskusi bersama dalam merancang sampai mengesahkan UU untuk kepentingan rakyat.
Banyak cerita terukir antara mereka, bisa dibilang pertemuan mereka seperti reunian kecil-kecilan setelah lama mereka tidak bertemu karena Ganjar sibuk dengan amanah barunya sebagai gubernur. Tidak cukup dengan ponpes yang dikomandoi sahabatnya tadi, Ganjar kembali menjelajah ke Ponpes Cipasung, disana dia mendapat sambutan baik dari Kiai Ubed yang mempercayai pesantren jikalau pemimpin negara ini di tahun 2024 apa pada Ganjar. Karena dia adalah mantu kyai, kepeduliannya terhadap kehidupan pesantren tidak lagi dikhawatirkan. Di sana Ganjar banyak berdiskusi dengan deretan ulama membicarakan tentang UU pesantren.
Selalu ada hal baru dari setiap tempat yang didatangi Ganjar, bukan hanya cerita tapi pengalaman yang membuatnya bersyukur karena diterima dimana-mana dengan hangat dan dihargai. Seperti saat dia berkunjung ke Ponpes Sukamanah, bukan hanya doa ataupun restu untuk hajat besarnya ke depan dia juga mendapat kesempatan untuk memegang pedang Bambu Zainal Musthafa.
Pedang itu penuh cerita perjuangan, saat ayah dari Kiai Acep itu melakukan peperangan. Suatu kehormatan akan kesempatan itu, Ganjar bisa mewarisi semangat semangat Zainal Mustafa dalam kontribusinya membangun negara.
Begitu cair interaksi Ganjar dan warga di pesantren. Penilaian sebagai pemimpin yang shaleh dan memuliakan warganya dari semua kalangan pun terlayang kepadanya. Para kiai bukan hanya mengenalnya baru saja, tapi sudah lama. Dari kepribadian, bagaimana cara memperlakukan para pemuka agama hingga kinerjanya sebagai seorang pemimpin.
Itulah mengapa Variabel Ganjar memperoleh dukungan, doa dan harapan yang diluapkan semua kepada Ganjar. Begitu pula dengan barisan santri yang tahu bagaimana Ganjar memperlakukan mereka. Semua lebih dari cukup untuk menempatkan Ganjar sebagai pemimpin idaman ,sekaligus satu-satunya pilihan pemimpin yang mereka percayai dapat membawa kemaslahatan bagi rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H