Ketiga, praktek negara selain Inggris dan Amerika. Yang secara historis biasa juga disebut sebagai kedah Hukum Kontinental. Dalam prakteknya terdapat bermacam-macam bentuk. Sebagian besar negara-negara menerapkan Hukum Kebiasaan Internasional oleh pengadilan-pengadilan nasional, asalkan tidak ada konflik substansi atau pertentangan kandungan kaedah dari kedua hukum (internasional dan nasional). Hanya sebagian kecil negara yang mengutamakan kaedah Hukum Internasional daripada Hukum Nasional, jika terdapat pertentangan isi.
Pada umumnya, Negara lebih mengkedepankan kaedah Hukum Nasional jika terdaoat kaedah yang mengaturnya, kecuali jika tidak ada perangkat yang mengaturnya maka dapat merujuk pada aturan Hukum Internasional.
2. Ketentuan Hukum Internasional Tentang Kedudukan dan Perlindungan Warga Negara Asing.
Menjadi sebuah hak, ketika seorang mengadakan perjalanan dari satu tempat menuju tempat lain dan bertempat tinggal di dalam negeri tersebut dengan alasan apapun untuk mendapat perlindungan hukum. Namun dalam prosedur dan proses penerimaan warga asing, setiap negara mempunyai aturan yang berbeda-beda. Pada tatanan teorinya, ada empat pendapat mengenai hak izin masuk (admission) warga asing. Pertama, berpendapat bahwa izin masuk merupakan hak yang harus diberikan oleh Negara kepada semua orang asing tanpa terkecuali. Kedua, negara berkewajiban memberikan hak izin masuk, tetapi juga mempunyai hak untuk melarang masuk beberapa kategori orang tertentu seperti pecandu obat bius, orang yang mempunyai penyakit tertentu dan orang-orang yang 'tidak dikehendaki' lainnya. Ketiga, Negara terikat untuk memberikan izin masuk kepada setiap warga asing, namun juga dapat menetapkan syarat-syarat tertentu mengenai prosedur masuk teritorial negara tersebut. Bisa saja negara memberikan kebebasan admisi kepada kelompok orang tertentu untuk alasan tertentu, seperti pelajar dan pelancong. Keempat, negara mempunyai hak penuh untuk melarang seluruh warga asing untuk masuk ke dalam wilayahnya.
Dalam realitas di lapangan, sebagian besar Negara mempunyai hak penuh untuk menolak masuknya warga asing ke dalam kawasan teritorialnya, kecuali beberapa orang yang telah memenuhi syarat-syarat prosedural yang ditentukan. Negara tidak harus tunduk kepada Hukum Internasional untuk mengizinkan masuknya orang-orang asing, dan bukan suatu kewajiban bagi negara untuk tidak mengusir mereka. Masalah izin masuk warga asing biasanya terdapat pada traktat atau perjanjian yang mengatur di antara dua atau lebih dari dua negara negara, terutama negara yang mempunyai batas teritorial darat. Seperti nota kesepahaman Indonesia-Malaisia yang mengatur migrasi tenaga kerja Indonesia ke Malaisia melaui perjanjian bersama.
Dalam hal diizinkannya orang asing untuk masuk batas teritori dan menetap di dalam kawasan tersebut, maka terdapat ketentuan-ketentuan umum yang diatur dalam Hukum Internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyadur dari komite Liga Bangsa-Bangsa yang menetapkan bahwa warga asing tidak diistimewakan dari perlakuan fiskal dan perpajakan. Tidak boleh ada diskriminasi dalam hal pelayanan umum, tetapi negara boleh melarang warga asing untuk mendapatkan beberapa hak seperti hak politik dan militer.
Selain memberikan izin masuk kepada warga asing, Negara juga mempunyai hak untuk menjauhkan dan mengusir warga asing dari kawasan teritorial (rekonduksi). Prinsip ini memuat hak-hak, dan hak negara untuk memberikan atau tidak memberikan izin masuk. Namun rekonduksi dimaksudkan untuk menjauhkan individu tertentu yang sebagian besar disebabkan pertimbangan stabilitas keamanan dan ketertiban. Hak merekonduksi ini adalah hak Negara, seperti halnya hak mengasingkan individu tertentu dari warga negaranya karena alasan tertentu.
Salah satu masalah perlindungan warga asing menyangkut kedudukannya di dalam teritorial negara adalah tentang yuridiksi. Yuridiksi adalah berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum di dalam kawasan tertentu. Perbedaan konteks yuridiksi sering menjadi bahan perdebatan. Terdapat yuridiksi teritorial, di mana hukum berlaku kepada setiap individu yang tinggal di dalam kawasan tersebut, terlepas dari apakah individu tersebut warga negara asli ataupun warga negara asing. Selain itu juga terdapat yuridiksi terhadap individu, di mana individu ini bertempat tinggal di kawasan teritorial negara lain. Yuridiksi teritorial mencakup jalur pantai maritim Negara, kapal-kapal dan pesawat udara milik negara tersebut, pelabuhan-pelabuhan.
Kita tidak akan jauh membahas konteks dan luas yuridiksi di sini, namun Negara-negara di dunia saat ini sebagian besar menganut sistem yuridiksi teritorial, di mana negara berkuasa penuh dalam memberlakukan prinsip hukumnya di dalam kawasan teritorialnya baik kepada warganya maupun warga asing.
Ada beberapa pengecualian untuk tidak menerapkan aturan hukum negara terhadap warga asing, seperti kapal asing yang meminta bantuan navigasi dari sebuah negara, maka kapal tersebut dan pada awaknya tidak tunduk dalam hukum-hukum Negara pemberi bantuan navigasi selama berada dalam pelabuhannya. Ada beberapa negara juga yang memberikan batas waktu tertentu kepada warga asing untuk tidak tunduk pada prinsip yuridiksi teritorial. Seperti Lebanon yang memberikan batas tiga hari dari tanggal admisi warga asing untuk tidak tunduk pada prinsip yuridiksi teritorial.
Sistem Indonesia juga menganut yuridiksi teritorial. Tertulis dalam KUHP pasal 2: