Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) akan membentuk Liga Sepak Bola Wanita Indonesia , keputusan itu disampaikan Sekjen PSSI Joko Driyono melalui hasil kongres Tahunan PSSI di Jakarta, Minggu 4 Desember 2014. Tahun lalu, PSSI kembali menggulirkan turnamen sepakbola wanita Pertiwi Cup setelah empat tahun vakum. Turnamen yang diikuti tim-tim yang berasal dari 10 Asosiasi Provinsi PSSI yakni Papua Barat, Papua, Riau, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta ini akhirnya dimenangkan Tim Papua II. Sepakbola wanita memang telah terlupakan dalam beberapa dekade ini oleh PSSI, kompetisi Galanita (Liga Sepakbola Wanita atau Gabungan Sepakbola Wanita?) yang dulu pernah ada nyaris mati di Indonesia. Hanya beberapa propinsi yang masih bertahan menggulirkan Galanita dalam bentuk turnamen seperti Papua dan Bangka Belitung. Tim nasional sepakbola putri pun seakan mati, sudah beberapa tahun ini timnas putri Indonesia tidak pernah dibentuk untuk menjalani pertandingan Internasional, atau mengikuti kejuaraan seperti SEA Games dan AFF Cup. Bahkan kabarnya, saking malasnya PSSI mengurusi sepakbola putri, timnas terakhir yang mereka kumpulkan dan dikirim untuk mengikuti AFF Cup beberapa tahun lalu diisi pemain-pemain futsal! dan akhirnya timnas putri jadi bulan-bulanan di sana. Karena kemalasan PSSI mengurus sepakbola putri, sepakbola putri Indonesia sudah tertinggal jauh di kawasan ASEAN dari Laos, Kamboja, atau Filipina, bahkan Thailand kini sudah akan berlaga di Piala Dunia Wanita. Senbenarnya tidak hanya di Indonesia sepakbola putri kalah diminati dibanding sepakbola wanita, di seluruh dunia pun juga begitu. Sebagai olahraga full body contact, minat pada sepakbola wanita masih kalah rame dibanding sepakbola pria. Lihat saja sepinya stadion saat final FA Continental Cup antara Manchester  City Ladies vs Arsenal Ladies.
Pertandingan lain Everton Ladies vs Liverpool Ladies yang ditonton bangku kosong dan ballboy, eh ballgirl :)
Bedanya, meskipun minat wanita untuk bermain sepakbola dan penonton menyaksikan wanita bermain sepakbola wanita kalah dibanding pada pria, sepakbola wanita tetap dikelola dengan baik dan diberi peluang untuk berkembang, tidak malah ditinggalkan dan tidak diurusi seperti PSSI. Padahal, potensi sepakbola wanita Indonesia sangat besar, jika dikelola dengan baik tidak akan kalah dari Thailand yang ikut Piala Dunia atau Jepang yang jadi juara dunia. Kenapa begitu? sebenarnya tim sepakbola wanita di Indonesia ini sangat banyak sebagai peninggalan era galanita dahulu. Masih ada klub seperti Putri Pasundan, Buana Putri, Putri Mataram, Putri Sumedang, tim galanita Papua yang ada di hampir semua kabupaten di Papua, dll. Pemain-pemain putri di klub-klub itu masih sering berkumpul untuk berlatih dan kadang ikut turnamen yang jarang diadakan. Di beberapa daerah kompetisi rutin galanita propinsi tetap diadakan seperti di Papua. Contoh lainnya adalah di propinsi saya DIY, ada klub Putri Mataram dan Putri Handayani, dan tim lain di semua kabupaten, DIY merupakan satu-satunya propinsi yang mempertandingkan cabang sepakbola putri di Porda (pekan olahraga daerah), meski tidak dipertandingkan di PON. Potensi sepakbola wanita Indonesia jadi sia-sia karena tidak ada kompetisi berkualitas untuk mengasah permainan pemain sepakbola putri. Mulai tahun 2014 PSSI seakan tergugah untuk kembali mengurusi sepakbola wanita. Ini 'terpaksa' karena dana bantuan yang didapat PSSI dari FIFA dalam program Goal Project mensyaratkan 30% nya dialokasikan untuk pengembangan sepakbola wanita. Patut ditunggu jika PSSI ingin membentuk liga sepakbola wanita, akan bagaimanakah bentuknya? Saya punya pemikiran pribadi untuk liga sepakbola wanita ini. PSSI atau kita sebaiknya tidak terlalu muluk-muluk membayangkan Liga Sepakbola Wanita akan seperti ISL, EPL atau lainnya. Jika kita melihat Liga teratas di negara dengan tim wanita yang kuat, pesertanya justru tidak banyak. di Inggris WSL hanya diikuti 8 tim, di Amerika NWSL diikuti 9 tim, Frauen-Bundesliga Jerman diikuti 12 tim, Juara Dunia Jepang liganya diisi 10 tim yang bahkan statusnya tidak profesional, tetangga kita di Thai Women Premier League juga hanya diikuti 8 tim. Karena itu liga sepakbola wanita Indonesia memang tak harus berpatokan pada ISL, sedikit klub saja sudah cukup untuk berlaga di level teratas. Permasalahannya memang ada pada kondisi geografis Indonesia yang luas, jika kita memetakan pusat pertumbuhan sepakbola wanita di Indonesia letaknya berjauhan. Papua di ujung timur memang merupakan pusat utama kekuatan sepakbola putri Indonesia, tidak heran terjadi All-Papuan Final pada Piala Pertiwi 2014 lalu. Pusat pertumbuhan lainnya adalah di Jawa yang berjauhan. Disamping itu masih ada daerah lain yang juga mulai mengembangkan sepakbola wanita seperti Bangka-Belitung, Sumsel dan lainnya. Karena kondisi itu, saya punya pemikiran format liga 2 wilayah+1 untuk liga sepakbola wanita Indonesia. 2 wilayah yaitu Wilayah Barat (Jawa) dan Wilayah Timur (Papua), tiap wilayah diisi 6-8 tim dengan kompetisi penuh. Plus satunya adalah turnamen seperti piala pertiwi untuk tim lain di luar wilayah tersebut. Nantinya 3 tim teratas wilayah barat dan 3 tim teratas wilayah timur serta 2 tim terbaik hasil turnamen akan bertemu dalam babak delapan besar liga sepakbola wanita hingga puncaknya di final. Dengan begitu, kompetisi tetap berjalan ketat, tidak menghanguskan banyak dana dan energi serta dapat mencakup semua potensi sepakbola wanita yang masih tersebar. Dengan adanya kompetisi ketat, skill dan performa pemain akan semakin terasah agar nantinya bisa dipergunakan untuk membela timnas sepakbola putri Indonesia. Sebenarnya tidak cukup sampai di kompetisi, pemain butuh pelatih dan metode latihan yang tepat agar skill dan performanya makin meningkat. Tidak bisa dipungkiri dasar-dasar permainan sepakbola wanita di Indonesia masih perlu lebih diasah lagi dibanding laki-laki karena budaya SSB yang selama ini hanya diisi lelaki. Dengan dana yang banyak untuk pengembangan sepakbola wanita, tak ada salahnya PSSI mendatangkan pelatih asing untuk klub-klub di Liga Sepakbola Wanita, tau yang lebih penting lagi meningkatkan kualitas pelatih sepakbola wanita. Klub-Klub sepakbola wanita juga jangan ragu untuk memulai membina pemain wanita dari usia muda agar kemampuannya bisa terasah lebih dini. Anak-anak wanita Indonesia sebenarnya cukup punya minat untuk menekuni sepakbola dan punya bakat di dalamnya. Lihat saja Ketherine Rohn gadis berusia 15 tahun blasteran Jerman dan Danielle Daphne, anak 14 tahun berdarah tionghoa yang pernah bermain untu timnas U12 (di level usia ini perempuan masih bisa bermain bersama laki-laki) serius ingin jadi pemain
bola profesional.
Tinggal kita tunggu bagaimana langkah-langkah PSSI, kita sangat menunggu timnas Indonesia bisa berprestasi, tidak hanya tim putra tapi juga tim wanitanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Olahraga Selengkapnya