1. Terdapat ribuan sekolah yang tersebar di pelosok nusantara yang selain belum memiliki pasokan listrik dan jaringan internet juga belum memiliki kelengkapan fasilitas infrastruktur bangunan.
Misalnya, belum memiliki ruang Laboratorium, Perpustakaan bahkan ada beberapa sekolah gedung kelas/kantor merangkap sebagai mess guru dan atau gedung kelas dibagi menjadi 2 rombel. Sehingga dengan demikian tingkat efektivitas pembelajaran peserta didik kami masih belum maksimal.
2. Ketersedian tenaga pengajar masih sangat terbatas.
Bahkan ada yang merangkap berbagai macam mapel diluar dari disiplin ilmu yang dimiliki. Jalan ini harus kami tempuh karena keadaan yang memaksa demikian.
3. Guru [sertifikasi] yang berada di pelosok kadang dihantui dan disibukkan dengan administrasi pemenuhan jumlah jam mengajar minimal [12 JJM] bagi sekolah yang berada dearah terpencil.Â
Sedang kita ketahui bahwa sekolah yang berada daerah terpencil standar jumlah rombel rata-rata hanya memiliki 3 rombel. Sehingga bagi yang mengajar diluar mapel sains kewalahan untuk bisa mencukupkan JJM tersebut.Â
Sebutlah misalnya mapel PKN dan Penjas, jika hanya memiliki 3 rombel maka JJM maksimal yang bisa diampu hanya 9 JJM dengan menggunakan K-13.Â
Berusaha untuk menambah kekurangan JJM kurang memungkinkan dengan kondisi geografis yang ada di pelosok, jarak dan medan tak seperti yang kita bayangkan di kota-kota besar sehingga dengan demikian banyak guru-guru yang terancam mendapatkan hak tunjangan profesionalitasnya.
4. Perlu kami sampaikan bahwa guru selain diberi gaji pokok oleh pemerintah juga diberi tunjangan khusus [dancil] bagi yang memenuhi kriteria.Â
Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah mengajar di wilayah sangat tertinggal. Dasar penentuan daerah sangat tertinggal berdasarkan penetapan dari data Kemendes PDT dan Transmigrasi tentang penetapan daerah-daerah berkembang, tertinggal dan sangat tertinggal.Â
Hanya saja jika mengacu data dari Kemendes maka banyak guru-guru yang semestinya mendapatkan kompensasi berupa tunjangan dancil tersebut tapi malah harus gigit jari sebab data dari Kemendes berbanding terbalik dari kondisi riil dilapangan dengan daerah penempatan guru-guru ybs.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!